Anekdot: Bung Karno dan Pejabat Amerika

Hari itu, Bung Karno punya gelaran akbar, meresmikan hotel terbesar di Yogyakarta, yakni hotel Ambarukmo. Karena proyek hotel ini termasuk grand design pada saat itu, beberapa pejabat negara asing diundang. Salah satu yang diundang adalah pejabat Amerika.

Pejabat Amerika itu pun bertanya pada bung Karno, “Hey Bung Karno (dengan lagak sok jagoan), berapa lama sih proyek hotel ini selesai?”

Seperti biasa Bung Karno menjawab tanpa nada ragu, “Lima tahun, boy!”

Pejabat Amerika pun menimpali, “Wah, lama benar. Ini nih kalau di Amerika lima bulan saja sudah selesai.” Dan lagaknya pun semakin sok lagi.

Bung Karno hanya tersenyum. Lihat saja nanti.

Setelah selesai acara peresmian, bung Karno dan delegasi negara asing berwisata ke kompleks Candi Prambanan.

Kali ini gantian Bung Karno yang memulai bertanya pada sang pejabat Amerika, “Boy, ini (candi Prambanan) kalau di Amerika berapa lama jadinya?”

Pejabat Amerika pun menjawab, “Yah, kalau yang artistik gini ya sekitar satu tahun lah”

Kata Bung Karno, “Wah, itu lebih dari sekedar lama boy! Tahu ga, tu candi di sini SATU MALAM saja sudah jadi.”

Pejabat Amerika: “Hah!?!?! %@*!?”

(nah lho…  Semoga dapat dicerna dan menghibur tentunya) hidup Indonesia!!!

Baleno = Balekno

Ini cerita unik yang baru kudengar saat LKO kemarin dari kang Fikri Irsyad, ketua kongres KM ITB. Entah cerita unik ini sudah populer atau belum, karena aku baru tahu, jadi kutulis saja. Silakan diambil pelajarannya untuk teman-teman yang juga baru tahu.

Baleno. Apa yang terpikirkan secara spontan? Sepakat, nama mobil. Mobil keluaran Suzuki yang cukup elegan di nusantara. Walaupu keluaran pabrikan Jepang, tahukah Anda bahwa prototypenya sebenarnya dari orang Indonesia? Kata ‘baleno’ berasal dari dari bahasa Jawa ‘balekno’ yang berarti ‘kembalikanlah’.

Protoype mobil bagus ini dibikin orang Jawa. Tentu saja dengan pemikiran dan usaha keras jadilah prototype ini. Sebagai putra bangsa, sang pembuat prototype ini menawarkannya ke pemerintah untuk dijadikan produk lokal.

Nah, apa tanggapan yang ia terima? Ternyata prototype ini ditolak mentah-mentah. Sudah mengembangkan sedemikian rupa, dengan beberapa tenaga kerja, dan kebutuhan rumah tangga yang semakin mendesak, eh pada akhirnya ditolak. Waduh.. Dan seperti yang kita ketahui, prototype ini akhirnya menjadi milik Suzuki. Sebelumnya sang pembuat prototype mematenkan dan meminta Suzuki untuk menamai produk ini ‘Baleno’. Mengapa kata yang dipilih ‘kembalikanlah’? Dari paragraf ini, teman-teman sudah bisa menyimpulkan sendiri lah.

Sekarang produk Baleno laris manis penjualannya. Menyesal juga produk yang mungkin bisa menaikkan pendapatan negara beratus-ratus milyar justru menjadi milik asing. Baleno oh Baleno.. Kembalikanlah

Belajar dari Sebuah Film di Pelosok Celebes

Masih dengan suasana LKO HME yang berlangsung Jumat 26 Feb 2010. Dalam sesinya, kang Jaka memutarkan sebuah film (lebih tepatnya slide berjalan) tentang kehidupan anak-anak di pelosok Celebes. Tau kan Celebes? Yuph, nama lain Sulawesi. Dalam film ini ditampilkan semangat hidup pelosok Sulawesi Selatan untuk bersekolah.

Terkisah (wah, emang dongeng).. Kalau begitu tersebutlah, sebuah desa yang hanya berpenduduk sekitar 30 keluarga. Jarak sekolah terdekat, jika ditarik garis lurus, sekitar 5 km. Sayangnya, tidak ada akses jalan lurus ke sekolah itu, melainkan harus mengitari gunung dulu. Jadi jarak totalnya mungkin hampir 10 km. Jarak sejauh itu hanya bisa dilalui dengan jalan kaki!

Hebatnya, dan ini yang membuat terharu, anak-anak di desa pelosok itu berjalan dengan penuh keceriaan menuju sekolah, kerja bakti membuat pagar sekolah juga dengan penuh canda tawa, seakan semua hambatan untuk mereka sekolah terabaikan. Hampir mirip dengan suasana novel best seller ‘Laskar Pelangi’. Tapi kalau Andrea Hirata bercerita beberapa puluh tahun lalu, ini adalah cerita di era modern, tahun 2000-an. Dan di pelosok nusantara yang lain, mungkin masih banyak kondisi seperti itu.

Dan inilah yang membuat miris, setelah menyelesaikan masa bahagianya di SD, mereka menjadi petani atas kemauan sendiri untuk mencari penghidupan. Ada yang meneruskan ke SMP, tapi setelah lulus jadi petani juga. Begitu pun yang lulus SMA. Seakan tiada bedanya antar jenjang pendidikan itu. Apakah itu sebuah keterpaksaan akan minimnya harapan akan masa depan yang lebih baik?

Ada beberapa hal yang membuatku tersentil dari film ini. Pertama, mengenai perjuangan untuk bersekolah. Jangankan jarak 5 km, jarak 700 meter yang kutempuh dari rumah ke SD dulu saja aku sering mengeluh. Pun saat sekarang kuliah yang hanya berjarak 200 meter dari kosan, aku sering menunda dulu. Padahal anak-anak desa itu dengan riangnya menikmati jarak berkilometer jauhnya. Mungkin asap-asap kota telah mengaburkanku bahwa sebenarnya aku telah ada dalam kenikmatan yang amat sangat.

Kedua, mengenai harapan masa depan yang lebih baik. Kenikmatan besar pula kita berada pada lingkungan yang membuat kita lebih bisa memandang akan masa depan. Bayangkan jika kita berada dalam desa terpencil yang impiannya terkalahkan oleh kebutuhan untuk hidup. Seperti cerita desa di pelosok Sulawesi ini dan juga kisah Lintang di Laskar Pelangi. Harusnya kita lebih semangat untuk belajar menggapai masa depan lebih baik. Dan suatu saat nanti kita mencoba turun langsung ke pelosok untuk mengatakan pada mereka akan impian, memberi harapan pada mereka untuk meraih cita mereka. Karena dari semangat untuk belajarna mungkin mereka seharusnya sudah ada di MIT, Sorbonne, atau Oxford. Lalu menyumbangkan ide-ide besar pada bangsa. Seperti mutiara paling cemerlang yang ditemukan di kerang yang paling hitam.

Sedang kita, dengan segala kenikmatan ini, harusnya terus menempa diri dan semangat belajar. Ya, semangat belajar.

Cerita Masa Kecil Pengaruhi Mental Bangsa?

Masih dari apa yang kudapat di LKO HME, kali ini mengenai dongeng alias cerita masa kecil. Bahasan ini bermula ketika sesi diskusi, “Sebenarnya apa yang salah dengan bangsa kita?”. Beberapa pendapat disampaikan, di antaranya celetukan unik dari temanku Kalam (cukup populer pernyataan ini), “Indonesia sial sih dijajah Belanda, coba dijajah Inggris pasti maju.” Terlepas dari ironi bahwa negara yang dijajah Inggris memang lebih maju, masalah penjajahan ga pernah bisa jadi alasan ilmiah. Kalau gitu aku bisa bilang gini “Tantangi aja Inggris, kalau kita diserang, kalah dan dijajah lagi nantinya bakal jadi negara maju, sedang kalau menang kita langsung jadi superpower”. Hahaha.

Di antara beberapa jawaban unik, jawabanku temanku Sandy menjadi yang paling unik, “… karena Indonesia namanya ibu pertiwi yang bersedih dan bersusah hati, tidak seperti misalnya Amerika negeri Paman Sam yang terlihat gagah”. Hoho, mantap gan. Jawaban unik ini ditanggap kang Jaka, yang mengatakan bahwa pernyataan seperti itu mungkin.. ilmiah.

Mengapa ilmiah? Beberapa waktu yang lalu, kang Jaka bertemu orang asli Indonesia yang telah puluhan tahun tinggal di Amerika, punya keluarga orang sana, pekerjaan dan penghasilan memadai, tapi memilih meninggalkannya dan kembali ke tanah air karena risetnya mengenai kajian linguistik dunia membuatnya sangat tertarik. Nama bapak itu kalau tidak salah Pak Woko. Dari apa yang beliau dapatkan (dan itu menarik) bahwa ada perbedaan cerita masa kecil/dongeng antara ‘negara maju’ dan ‘negara belum maju’.

Di Singapura, anak-anak kecil dongengnya mengenai Sun-Tzu, ahli strategi perang China kuno yang kehebatan strateginya terus dikaji sampai sekarang. Kalau dari kecil sudah kenal prinsip “Kenali dirimu, kenali medanmu, kenali lawanmu” bahkan “rampok rumah yang terbakar”, sudah tentu itu berpengaruh. Melompat ke Jepang. Era komik/manga di Jepang bermula setelah Perang Dunia II. Jepang yang porak poranda saat itu, anak-anak kecilnya dibangkitkan optimismenya dengan komik mengenai impian-impian. Hampir semua komik Jepang bercerita mengenai impian. Salah satu yang paling kita kenal tentu DORAEMON. Masih ingat ‘aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak sekali..’. Ya, Doraemon juga bercerita tentang impian. Dan tahu ga endingnya? Ternyata Nobita yang kita kenal bodoh dan ceroboh itu, ia sendirilah yang menciptakan Doraemon dengan segala usaha gigihnya. Di era sekarang, yang paling populer adalah One Piece dan Naruto. Bukankah kedua komik itu juga benar-benar bercerita mengenai usaha mencapai impian? Kondisi yang tidak jauh beda untuk cerita masa kecil di Eropa dan Amerika.

Nah sekarang, bagaimanakah Indonesia? Yohohoho.. mulai saja dengan ‘Kancil Mencuri Timun’.  Sudah tahu semua lah ya bagaimana ceritanya. Apa yang terjadi sekarang? Banyak sekali maling/koruptor dengan berbagai cara yang cerdik tapi licik, benar-benar seperti kancil. Lalu cerita rakyat ‘Tangkuban Perahu’. Dayang Sumbinya menikah dengan anjing, untung anaknya masih manusia. Sang anak, Sangkuriang, jadi anak durhaka, membunuh bapaknya (si anjing), lalu setelah beberapa tahun balik dan malah jatuh cinta pada ibu sendiri. Haduduh. Coba ingat juga cerita ‘Loro Jonggrang-Bandung Bondowoso’. Dalam semalam sudah susah-susah berkarya sebanyak 999 candi, kurang satu lagi eh ditipu, dan semua karyanya jadi sia-sia. Bukankah juga banyak karya-karya luar biasa anak bangsa kurang dihargai, seakan sia-sia karena kepentingan politik, dan alasan tak perlu lainnya?

Entah seberapa berpengaruh cerita masa kecil ini dengan apa yang terjadi di masa depannya. Yang jelas fenomena ini membuat pak Woko rela meninggalkan kehidupannya yang mapan di Amerika dan berniat turut membangun bangsa dengan mengganti kandungan cerita dongeng negeri kita.

Mungkin kandungan dongeng masa kecil kita memang buruk. Tapi tergantung bagaimana kita mengambil pelajarannya. Untuk cerita kancil, kita tiru dari sisi cerdiknya dan tinggalkan liciknya. Atau dari cerita ‘Timun Mas’ di mana punya berbagai bekal untuk menghadapi raksasa. Juga cerita ‘Banyuwangi’, jika kita menjaga kepercayaan dan kesetiaan, air pun bisa berubah menjadi harum baunya. Dengan begitu mental yang kita punyai tentu saja mental yang baik. Cayo!!

Masa Kalah dari Tonga?

Jum’at 26 Feb 2010, aku ikut acara LKO (Latihan Kepemimpinan Organisasi) HME. Merangkap jadi panitia juga sih, mengingat ini agenda dari Pendidikan, bagianku di HME. As expected, alhmadulillah acara ini asyik banget, baik dari materi maupun pembicaranya.

Nah, ada hal yang unik saat Kang Jaka (Elektro 2004) menyampaikan materi pertama Semangat Berkontribusi. Hal ini tak lain saat Kang Jaka memaparkan peringkat Human Development Index negara-negara di dunia yang dibuat UNDP (United Nations Develompment Program; badan pembangunan bentukan PBB). Dari 170an negara yang tercantum, Indonesia berada di peringkat berapakah? 170? Wah,terlalu pesimis itu. 2? Wah,terlalu optimis kalau ini. 169? Yah,ga jauh beda ni pesimisnya. Hm.. negeri kita tercinta ternyata berada di urutan 109. Bangga?

Jangan bandingkan peringkat Indonesia dengan tetangga sebelah, Singapura. Mereka jauh di atas kita, di peringkat 25. Boleh juga lihat negara mana yang berada tepat di atas ibu pertiwi. Jawabannya: Palestina! Bahkan negeri yang masih terjadi peperangan lebih bagus. Yang menjadikan semakin ironis adalah bahwa ada negara “antah berantah” yang mengalahkan kita. Tak lain tak bukan adalah TONGA. Pasti terasa masih sangat asing kan. Tonga? Ada gitu di peta? Di bagian mana, apa tulisannya hanya dapat posri font size 6 (hoho)? Yuph, Tonga benar-benar ada dan bukan negeri dongeng. Negara ini terletak di Perairan Pasifik. Lalu, di peringkat berapa? Negara kecil ini ternyata oh ternyata berada di urutan 55. Nah!?!

(gambar di atas peta Tonga.. hampir tak terlihat oleh dunia)

Pertanyaannya, kenapa Indonesia bisa kalah? Boleh mencoba beralasan kalau Tonga berpenduduk jauh lebih kecil jadi angka pembaginya pun lebih kecil. Tapi alasan itu tak berlaku kalau realita yang ada, sumber daya alam kita berjuta kali lipat lebih banyak dari Tonga. Tonga juga tidak berada di daerah strategis seperti negeri kita yang bila menutup wilayah perairannya sekitar satu minggu saja, negera-negara lain bakal cepat-cepat minta ampun dan memohon dengan segala cara agar perairan nusantara kembali dibuka, itu saking strategisnya.

Tulisan ini bukan untuk membuat kita merasa kecil karena kalah dari Tonga. Tapi realita yang terjadi harusnya menyadarkan bahwa tingkat pembangunan manusia Indonesia masih rendah. Kualitas ini mesti diperbaiki, dimulai dengan memperbaiki diri kita sendiri. Kita mesti terus berubah jadi lebih baik untuk bangsa ini. Jangankan sekedar menyalip Tonga untuk menduduki urutan 54, atau menyalip Singapura di urutan 24, sumber daya kita sebenarnya cukup untuk menjadi the number one. Dan kuyakin negeriku ini bisa jauh lebih baik lagi. Mari kita kobarkan semangat kita untuk negeri ini. Untuk itu, pegang sentilan retorika ini, “Masa kalah dari Tonga?”

Menulis

Yuph, let’s talk about writing!! Menulis berarti menjadi bagian dari sejarah. Jelas saja karena sejarah itu bermula dari tulisan. Jadi kalau tidak sering menulis, mungkin kita tak bakal terekam dalam sejarah. Memang Rasulullah SAW, seorang yang paling berpengaruh dalam sejarah versi buku Michael H. Hart (versi semesta alam juga sebenarnya), tidak menulis sesuatu. Tapi beliau kan membawakan apa yang sampai akhir zaman akan jadi tulisan paling agung di jagad raya, Al-Qur’anul Kariim.
Menulis banyak banget manfaatnya. Dengan menulis kita bisa mengungkapkan ide kita, perasaan kita (curhat), bisa menginspirasi orang lain, bisa dapat uang, dan manfaat lainnya yang banyak banget deh ga bisa disebut satu per satu. Saking bermanfaatnya, kata orang bijak , “Ikatlah ilmu dengan menulisnya”. Yuph, ilmu yang merupakan salah satu harta karun terbesar di dunia bisa kita ikat dengan menulis. Oke banget kan.


Nah, kalau dah tahu manfaatnya, pasti kita pengen banget nulis donk. Tapi menulis itu ternyata gampang gampang susah. Mengapa gampang? Yah, tinggal corat-coret di kertas atau ngetik pake keyboard sambil dengerin mp3, jadi deh tulisan. Soal kerapian ntar dulu, yang penting kita bisa menuangkan apa yang kita rasakan kurasa itu sudah merupakan langkah yang bagus. Klo gitu apanya yang susah? Yang susah tak lain tak bukan adalah untuk memulainya. Untuk mulai menulis, kita sering menunda dengan banyak alasan (aku juga sering gitu sih), mulai dari malas, takut tulisannya jelek, jari-jari pegel (yah..), minim ide, ga mood, dan lain sebagainya. Tapi sebenarnya setelah memulai, tulisan itu bakal mengalir lancar koq. Ga perlu alasan macam-macam, udah sekarang ambil alat tulis atau pasang kuda-kuda di depan keyboard (emang apaan), pikirkan suatu hal terserah itu apa, MULAILAH MENULIS!!

Aku sudah punya beberapa pengalaman indah karena ‘memulai menulis’. Ya, waktu itu aku lagi ga mood, lagi malas, dan ga punya duit (walah). Udah suasana ga mendukung gitu kan, aku baca harian Solopos bagian remaja, terus baca-baca sajak remaja dan opiniku (sekarang jadi kolom Curhat). Koq bagus-bagus ya tulisannya. Jadi ada inspirasi dikit. Coba deh ikut-ikut nulis, biarin tulisan agak ngaco yang penting apa yang kupikirkan saat itu kutulis. Terus iseng-iseng tulisanku itu kukirim ke redaksi SOLOPOS. Eh, dimuat!! Alhamdulillah banget kan, sekalinya nyoba langsung dimuat. Mood jadi bagus lagi, dapat duit, jadi semangat, jadi tampan pula (upzz..aib). Tulisan-tulisan isengku di kolom Sajak Remaja, Opiniku, dan Ah Tenane, semua dimuat dalam percobaan pertama. Bukan menyombongkan diri lho, toh setelahnya tulisan kedua sampai kelimaku tidak dimuat. Baru di tulisan keenam dimuat lagi. Intinya, mulailah menulis. Semakin ditunda, ide besar kita semakin kecil. So, tunggu apa lagi,, ayo nulis! Ayo nulis! (lagi semangat nulis nih..)

Note: mulailah menulis dengan memberi comment pada tulisan ini.. ^_^

Start Blogging!!!

Assalamu’alaykum Wr.Wb.
Akhirnya mulai juga nulis blog!! Sebenernya udah sejak dulu pengen blogging tapi belum jadi-jadi. Setelah sekian lama tertunda, akhirnya jadi juga. Insya Allah karena menulis dan berbagi itu menyenangkan. So, let’s write and share..!! Semoga bisa saling memberi manfaat.
Bismillah