Esok harinya (Jogja, 23 Desember 2010)
Bangun subuh. Segera saling membangunkan dan jamaah sholat subuh. Terus seperti sudah diagendakan sebelumnya, bersiap menyaksikan sunrise di pantai. Jam 5 tepat kami berangkat. Sampai di Pantai Depok (kami memilih pantai ini daripada Pantai Parangtritis karena lebih bersih), yang berjarak 10 km dari basecamp, sekitar jam 5.20. Tapi, suasana saat itu sudah cerah! Sebenarnya matahari terbit jam berapa sih? Sejenak kami juga berpikir, kenapa mau lihat matahari terbit di pantai? Tanpa banyak teori, matahari itu terbit dari balik gunung dan tenggelamnya baru di laut. Gimana sih! Anak TK saja tau itu… Nah lho…
Di pantai, kami sudah tidak begitu peduli dengan sunrise. Matahari sudah muncul cukup tinggi, tanda sudah terbit melewati balik gunung. Yaudah, langsung saja bermain air! Eits, tunggu dulu. Anak cowo harus berolahraga dulu: Sepakbola pantai. Di pasir pantai yang berkemiringan beberapa derajat, cukup untuk melatih betis karena ada pemberat alami saat menendang dan menggiring bola.
Capek sepakbola, saatnya pulang! Eh, ga mungkin. Jauh-jauh ke sini cuma mau maen bola. Oke, main2 air dan pasir pantai dulu lah.. Seperti anak kecil. Terkadang memang kita harus memainkan lagi permainan masa kecil. It brings back beautiful memories. Menyenangkan..
Setelah sekitar 2 jam, puas sudah maen di pantai. Saatnya cari sarapan. Di sini makanan yang enak apa ya? Waktu perjalanan balik ke base camp sempat tebersit untuk mampir di Pasar Treteg yang murah meriah itu. Pecel desa nikmatnya tiada tara. Tapi pada akhirnya memilih opsi makanan lezat lainnya: Soto! Soto di desa rasanya sangat nikmat, tak seperti di Bandung yang banyak santan. Sarapan soto.. sedap..
Setelah sarapan, kembal base camp. Leyeh-leyeh (bersantai ria). Kebetulan hujan rintik mulai turun, plan keliling Jogja ditunda dulu. Nah, setelah tidur sementara waktu dan sholat Dhuhur, baru mulai jalan-jalan. Tujuannya: menemui kawan-kawan SMA yang berkuliah di kampus Bulaksumur.
Dari jalan Parangtritis ke Bulaksumur dekat saja, apalagi jalanan Jogja relatif lurus, tidak njlimet, mudah dihafal dan tidak macet. Sampai di kampus itu, ternyata kawan-kawan masih pada kuliah. Inilah ga enaknya kalau jadwal akademik antaruniversitas beda. Saat di kampusku sudah libur lama, di sini baru mulai ujian. Saat mereka mulai liburan, tempatku sudah mulai masuk. Tlisipan.
Yawda, sambil menunggu kawan-kawan selesai kuliah, kami makan di warung yang sangat terkenal di situ. Warung yang sudah ada sejak bapak saya masih studi S1 dan kos dekat sana, yakni SGPC. SeGoPeCel. Seperti namanya, menu spesialnya memang nasi pecel. Nyamm.. benar-benar legendaris.. lezat sekali… Wisata kuliner nih! Dan karena sudah biasa wisata kuliner di Bandung, harga nasi pecel yang cukup mahal untuk ukuran mahasiswa Jogja, terasa terjangkau-terjangkau saja. Efek samping yang positif dari ‘ketersiksaan’ akan mahalnya harga makanan di Bandung.
Selesai makan siang di SGPC, kembali bertemu si tour guide Arab sohib saya itu. Kembali bersama penunjuk jalan yang membingungkan, tapi tetap dalam suasana menyenangkan karena kekocakannya. Memang selalu gayenk (seru) jika bertemu dengannya. Satu lagi teman SMA yang bisa menemui walau hanya sebentar. Setelahnya keliling kampus, mulai dari Lembah Kampus, Lapangan Bola, Gedung Fakultas, Rektorat, Perpustakaan, sampai berakhir di seberang gedung Fakultas Kedokteran. Ah, karena anggota rombongan cukup normal, tidak ada celetukan “Neng, Aa’ ITB..” (apa sih!). Yawda, Tour de Jogja berakhir di sini. Arloji sudah menunjuk jam 5 sore. Saatnya kembali lagi ke Solo tercinta…