Kultum Subuh 3- Masjid Al-Hidayah Kebonkembang

3 Ramadhan… Alhamdulillah sahur hari ini terasa lebih tasty karena sahurnya di kantin Jamboe, salah satu kantin terenak dan termurah yang pernah saya temukan di Bandung.. Hoho..

Sama seperti hari sebelumnya, sholat dan kuliah Subuh hari ini, saya di masjid dekat kosan, Al-Hidayah.

**

Dalam khutbah Subuh ini, terasa sedikit deja vu. Khotib membacakan hadits HR Ibnu Khuzaimah yang pernah dibacakan pula pada Tarawih 1 di Masjid Salman serta HR At-Tabrani saat Tarawih 3, juga di Masjid Salman.

Selanjutnya adalah keistimewaan bulan Ramadhan yang sangat banyak. Di antaranya adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan maghfiroh, bulan yang ada Lailatul Qadr, dan banyak keistimewaan lainnya.

Akan sangat merugi jika bulan suci nan istimewa ini tidak dapat kita manfaatkan untuk beramal sebaik-baiknya. Semoga kita semua dapat mencapai ketakwaan sesuai tujuan shaum Ramadhan.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 3- Masjid Salman ITB

Malam 3 Ramadhan, agenda tarawih keliling kembali di masjid Salman ITB. Sebelumnya memang berencana sholat tarawih di masjid yang berbeda-beda selama Ramadhan 1432 H ini, tapi pikiran itu berubah. Jadi siklusnya: sehari di masjid Salman, sehari di masjid Bandung lainnya. Sudah sangat enchanted sama Salman 🙂

      

Kebetulan, khotib tarawih di Salman untuk malam 3 Ramadhan ini adalah Pak Agung Harsoyo. Salah satu dosen favorit saya, dosen yang sudah menghidupkan mimpi-mimpi saya untuk melanjutkan studi di Prancis. Hoho.. Mantap!

**

Dalam khutbah kali ini, seperti biasa, ada “kutipan ilmiah” khas khutbah Pak Agung. Kutipan yang pertama dari pakar positive psychology (psikologi positif), Martin Seligman, yang menyatakan bahwa ada 5 elemen kebahagiaan yang biasa disingkat dengan PERMA.

P (Positive emotion) — menyangkut hal yang menimbulkan pleasure

E (Engagement) — menyangkut kegiatan yang menantang dan kesenangan menggunakan potensi besar diri kita

R (Relationship) — menyangkut hubungan baik dengan sesama manusia

M (Meaning) — menyangkut penemuan makna (makna hidup/ makna tindakan)

A (Achievement) — menyangkut pencapaian terhadap sesuatu yang terukur/ditargetkan

Ahli psikologi meneliti bahwa setiap manusia dapat improve (meningkatkan) kebahagiaan yang ada dalam dirinya. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita punya kebiasaan berbahagia, dan terus meningkatkan kebahagiaan diri.

Dalam khutbah ini dibahas terutama mengenai elemen M (Meaning). Sebagai contoh kasus, diceritakan bangsawan yang mencari makna hidup agar dirinya dihormati lagi. Saat akhirnya bertemu seorang guru, guru itu mengatakan “Sebelum kamu mendapat pencerahan, ada pertanyaan yang harus kamu jawab”. Tentu si bangsawan penasaran ingin tahu pertanyaan itu. Sang guru melanjutkan dengan pertanyaan, “Di mana kamu menaruh payung yang kamu bawa? Di sebelah kiri atau kanan tangga?”. Si bangsawan segera keluar dan mengecek di mana ia meletakkan payung. Setelah itu ia segera kembali, belum sempat mengatakan jawabannya, sang guru bertanya lagi, “berapa jumlah anak tangga itu?”. Kembali bangsawan tergopoh-gopoh keluar menghitung anak tangga. Ketemu jawaban dan mau mengatakan, eh sudah ditanya lagi, “Berapa anak tangga yang rusak dan berapa yang utuh?”. Hah, lagi-lagi tergopoh-gopoh.. dan capek juga… Akhirnya ada pelajaran dari sini: Bagaimana kita mendapat pencerahan, kalau apa yang mau kita cari saja kita tidak tahu.

Masih dalam lingkup psikologi positif/psikologi motivasi, ada pakar bernama Carl Rogers, yang berkata bahwa manusia agar dapat menghidupkan hidup, maka ia mesti sadar akan pengalaman hidup, tahu kini dan tahu di sini. Pengalaman hidup akan memberi hikmah dan kebijaksanaan. Dan makin sadar, maka kualitas hidup akan meningkat.

Jika bagian di atas dirangkum dalam 1 kata, maka 1 kata padanan kebahagiaan itu adalah KESADARAN. Termasuk dalam bulan Ramadhan ini, kita juga mesti menjalani dengan penuh kesadaran untuk mencapai kebahagiaan sejati  jadi insan yang bertaqwa.

Rasulullah juga mengajarkan kecerdasan dan kebahagiaan, termasuk di bulan Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan At-Tabrani

Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkatan. Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do’a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini  dan Dia membangga-banggakan kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di  bulan ini.

Karena itu, seharusnyalah kita menyambut Ramadhan dengan semangat dan bahagia.

Kemudian, khotib juga mengingatkan untuk mencermati sama-sama mencermati shaum/puasa kita. Puasa tidak hanya menahan untuk tidak makan, melainkan menahan dari sisi nafsu dan kebutuhan. Sayangnya, di Indonesia masih banyak manusia (dan ironisnya kebanyakan petinggi) yang banyak “makan”, tidak ada habis-habisnya padahal sudah kenyang lebih dari kebutuhan.  Dengan shaum, kita semestinya bisa menjaga nafsu dan mengerti batas kebutuhan kita. Analoginya, seperti kita sebagai pemakan nasi, makan terlebih dulu membeli beras. Nasi sebenarnya juga beras, tapi telah melalui proses. Beras sebenarnya sama juga dengan padi, tapi telah melalui proses. Kita makan nasi bukan memakan beras, ya kan? Nah, seperti juga mengenai kebutuhan dunia. Pengabdi Allah tidaklah antidunia, ia bisa mengumpulkan nikmat dunia (seperti membeli beras dalam case ini) dan terlebih lagi bisa mematangkan/mentransformasikan sehingga bermakna akhirat.

Wow, sudah dapat banyak dari khutbah yang singkat ini kan?

Semoga kita bisa dapat lebih banyak lagi, juga terus mengusahakan yang lebih banyak untuk kebahagiaan menjadi insan yang bertaqwa.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Kultum Subuh 2- Masjid Al-Hidayah Kebonkembang

2 Ramadhan.. alhamdulillah kembali dapat terbangun dan menikmati kemudahan dalam sahur…

Lanjut untuk hari ini, sholat dan kuliah Subuh di masjid dekat kosan, yakni masjid Al-Hidayah di jalan Kebonkembang. Imam dan khotibnya Pak Asep Rodhi, ulama dan tokoh masyarakat yang terkenal di sini. 🙂

**

Dalam khutbah Subuh, khotib (Pak Asep Rodhi) menyampaikan analogi puasa berdasar teknologi yang sering kita pakai sehari-hari, yakni seperti mencharge handphone (HP) atau seperti mengisi bahan bakar di POM bensin.

Analogi tersebut berarti bahwa kita punya pilihan untuk mengisi full, mengisi hanya setengah-setengah, atau bahkan tidak mengisi. Mengisi baterai full atau mengisi full tangki bensin, serupa dengan pencapaian ketaqwaan. Ingat bahwa saat kita mengisi full, maka baterai/bensin yang kita pakai terasa (dan memang) lebih awet. Lebih tahan lama. Sementara jika kita mengisi hanya setengah-setengah, maka besar kemungkinan di bulan berikutnya (selepas Ramadhan), cepat pula habis kesadaran kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Terlebih kalau memilih tidak mengisi (yang benar saja!). Hal yang tentunya tidak kita harapkan karena kita berharap dengan shaum Ramadhan kita bisa benar-benar berubah jadi insan yang bertaqwa.

Demikian isi khutbah yang singkat tapi mengena tersebut. Semoga kita dapat mengisi Ramadhan semaksimal mungkin menuju ketaqwaan.. Bismillahirrahmanirrahiim..

Tarawih 2- Masjid Raya Cipaganti

Malam 2 Ramadhan, kali ini agenda tarawih keliling di Masjid Raya Cipaganti. Masjid raya yang konon sudah berdiri sejak 1930an, dibangun dengan arsitektur Belanda dan menjadi saksi bisu perkembangan Islam di kota Bandung. Untuk pertama kalinya semenjak di Bandung, saya sholat di masjid ini.

Masjid yang megah dengan arsitektur unik, untuk yang ikhwan hanya terdiri dari –kalau ga salah– 10 shof (jumlah yang sedikit kan untuk ukuran masjid raya?), tapi.. 1 shofnya panjang banget, bisa sampai 100 jamaah. Karena ini masih awal Ramadhan jadi masjid raya masih penuh (dan semoga masih penuh juga sampai akhir Ramadhan yaa..).  Ada sisi unik dari penyelenggaraan sholat tarawih di masjid ini, yakni kita bisa ikut 11 rakaat atau 23 rakaat. Jadi 8 rakaat tarawih dulu, terus 3 rakaat witir (saat witir ini yang mau ikut 23 rakaat dipersilakan istirahat dulu), setelahnya baru lanjut 12 rakaat tarawih plus 3 rakaat witir  untuk yang sholat 23 rakaat.

**

Untuk khutbah malam 2 Ramadhan ini, khotib membuka dengan membacakan ayat yang paling sering kita dengar saat Ramadhan ini, yakni QS Al-Baqoroh: 183

Ada 3 poin penting dalam ayat tersebut;

Pertama, bahwa perintah shaum merupakan kewajiban untuk orang mukmin. Jadi, untuk mukmin yang sudah baligh tidak ada alasan untuk tidak shaum.

Kedua, bahwa perintah shaum merupakan kewajiban pula dan telah dilakukan oleh umat terdahulu. Jadi, tidak perlu ada kesombongan bahwa umat masa ini kuat berpuasa, karena toh kaum sebelumnya juga sudah menjalankan.

Ketiga, shaum untuk mencapai ketaqwaan.

Kalau kita menjalankan shaum berdasar poin 1-3 tadi tanpa kaitan (maksudnya: sebagai syarat orang mukmin saja, tanpa berusaha mencapai ketaqwaan), niscaya shaum kita hanyalah lapar dan haus saja.

Bulan Ramadhan ini juga merupakan bulan yang unik. Di bulan ini aktivitas duniawi bisa dikatakan berkurang atau berhenti sejenak. Dari yang sebelumnya siang malam mungkin susah untuk ibadah, di bulan suci ini kita mendapat kesempatan dan dorongan untuk bisa terus mendekatkan diri pada Allah SWT. Jangankan siang atau malam, dini hari pun digunakan untuk ibadah. Bisa bersadaqah lebih ikhlas dan lebih banyak, bisa baca Quran lebih sering, dan lebih banyak menundukkan diri (sujud). Merupakan tantangan untuk kita apakah setelah bulan suci berakhir, pendekatan diri pada Allah ini terus berlanjut (insan yang bertaqwa) atau kembali hangus lagi.

Khotib juga memberi materi sesuai dengan QS Al Fath:4, di mana dari ayat tersebut disebutkan Allah akan memberi ketenangan hati dalam hati orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan (yang sudah ada). Jadi jika ibadah kita selama bulan Ramadhan ini belum membuat hati kita tenang, belum memunculkan kenikmatan, dan masih saja ada unsur terpaksa atau formalitas, maka harus introspeksi diri. Dalam bulan Ramadhan yang merupakan bulan Tarbiyah, bulan belajar ini kita mesti terus belajar, baik belajar introspeksi diri dan belajar meningkatkan amalan.

Bismillahirrahmanirrahiim…