Tarawih 4- Masjid Al-Ukhuwwah Wastukencana

Malam 4 Ramadhan, agenda tarawih keliling berlanjut di Masjid Al-Ukhuwwah di jalan Wastukencana, seberang balaikota Bandung. Masjid megah ini arsitekturnya termasuk yang paling bagus di Bandung. Jajaran top untuk keindahan dan kenyamanan beribadah. Ini kedua kalinya saya sholat di masjid ini, sebelumnya saat tarling di Ramadhan tahun lalu. 🙂

Khotib untuk tarawih malam 4 Ramadhan ini adalah Pak Mu’alim, dari kementrian agama. Gaya berkhutbahnya asyik, lucu,  tapi tetap materi intinya tersampaikan. Tak jarang beliau menggunakan bahasa Sunda yang saya sendiri teuing, ga tahu artinya. Tak apalah, ikut tersenyum saja saat jamaah lain yang tahu bahasa Sunda (mayoritas tahu tentunya) tertawa. Anyway, emang bagus kok isi materinya dan bagusnya lagi semua jamaah terlihat antusias mendengarkan.

**

Materi pokok dalam khutbah malam ini adalah QS: 108. Ketika khotib menyebutkan dengan “Al-Qur’an surat 108”, jamaah membatin penuh tanya, itu surat apa ya? Sejenak khotib menenangkan dan memberi deskripsi surat tersebut dengan “ga perlu buka Al-Qur’an. ga perlu hafal toh surat ini termasuk paling banyak dibacakan. Pendek, hanya 3 ayat.”

Oh, ternyata Al-Kautsar toh.. yuph, itulah surat yang dibahas dalam khutbah kali ini..

Al-Kautsar berarti Nikmat yang banyak. Dan sesuai materi malam ini, ada 3 poin penting:

Pertama, adalah syukur terhadap nikmat Allah. Telah disebutkan dalam ayat satu bahwa Allah telah memberi kita nikmat yang banyak, yang tak terhingga jumlahnya dan alhamdulillah masih kita rasakan sampai saat ini.

Tentunya wujud rasa syukur tersebut tidak hanya berupa ucapan saja, tetapi juga tindakan. Dan hal pokok yang mesti ditindakkan tertulis dalam ayat dua. Dan ini membawa pada bahasan kedua, yakni mendirikan sholat. Tidak sekedar menjalankan sholat sebagai rutinitas saja, tapi benar-benar menjalankan dengan penuh kesadaran dan keutamaan.

Khotib bercerita bahwa terkadang ada yang lucu saat sholat tarawih seperti ini. Saat surat yang dibacakan Al-Ikhlas, Al-Kautsar dan surat-surat pendek lainnya.. wah, senang… Dan kalau imam baca awalnya “Yaasiin..” wah langsung yang baru wudhu menunda dulu, ikut sholatnya menjelang takbir ruku’ saja. Kebayang panjangnya surat Yasiin, walaupun boleh jadi sang imam membaca ayat pertama Yasiin itu terus langsung ruku’. Haha.. emang ada-ada saja kejadian seperti itu. Saya tersenyum, dulu waktu kecil (saat tarawih masih harus minta tanda tangan sama imam dan khotib) agak membatin juga kalau bacaan sholatnya panjang. 😀

Well, kita mesti meningkatkan kualitas sholat kita. Sebagaimana sholat itu merupakan tiangnya agama, merupakan pembatas utama yang memisahkan dari syirik, ciri seorang muslim, mencegah dari kemungkaran, kunci pintu surga, dan banyak lagi keutamaan lainnya sehingga kita mesti mendirikan dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya seprti juga tertulis dalam Al-Kautsar ayat 2, yakni berkurbanlah. Berkurban secara umum diasosiasikan dengan menyembelih hewan kurban sebagai wujud syukur kepada Allah SWT. Tetapi ada wujud yang lebih kecil tapi tetap utama, yakni bersedekah.

Khotib juga menceritakan hal lucu mengenai ibadah sedekah. Suatu saat beliau diundang Pak Habibie (BJ Habibie, insinyur pesawat dan eks presiden termasyur Indonesia –red) di IPTN. Sholat di masjid sana, saat itu belum ada masjid Habiburrahman. Nah, ternyata di sana saking canggihnya, kencleng atau kotak infaqnya pake remote. Jadi kotak infaq itu akan bergerak dan bergetar-getar sampai ada yang memasukkan (uang) infaq. Yang sebelumnya belum ikhlas memberi infaq pun terpaksa memasukkan uang infaq karena “diganggu” kotak infaq yang terus bergerak-gerak “meminta”. Hahha… ada-ada saja… Tapi itu mungkin jadi sindiran tersendiri juga. Keikhlasan untuk berinfaq atau bersedekah mestinya muncul lewat kesadaran diri, jangan sampai harus buat alat/teknologi yang memaksa untuk sadar.

Demikian, semoga kita bisa terus meningkatkan amalan kita, sebagai wujud syukur atas nikmat Allah yang sangat banyak (Al-Kautsar)

Bismillahiirahmanirrahiim…