Tarawih 22- Masjid Darudda’wah Pelesiran

Malam 22 Ramadhan… Kali ini saya “kembali” ke masjid yang di 2 tahun pertama kuliah di ITB hampir selalu saya sholat tarawih di situ. Tak lain masjid DarudDa’wah, di jalan Pelesiran.

Menyenangkan sekali bisa kembali di masjid nan nyaman menentramkan ini. Dengan lantai kayu dan rapatnya shof menjadikan suasana masjid ini seperti Salman, tapi dengan jamaah yang lebih mini.

***

Dalam khutbah singkat (kultum) tarawih malam ini, khotib berpesan kepada jamaah untuk sama-sama saling berada pada rel Al-Qur’an dan Sunnah. Terutama dengan keutamaan bulan Ramadhan.

Allah SWT menciptakan kita untuk beribadah pada-Nya. Apa yang kita dapat di dunia sangat bergantung kadar ibadah, tentu ibadah yang selalu berlandaskan keimana, Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti dijelaskan dalam QS Ali-Imron 102-103

Tuntutan kita untuk meningkatkan keimanan dan pemahaman akan Quran dan Sunnah sangat penting mengingat kita menghadapi tantangan yang begitu dahsyat di era modern ini. Kaum Yahudi banyak menguasai bidang-bidang strategis dan mendzalimi umat muslim sebagaimana memang mereka selalu membenci (QS Al-Baqoroh: 120)

Dan di bulan Ramadhan inilah momen kita. Momen untuk terus berada di rel dan terus menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 21- Refleksi Sepertiga Akhir

Malam 21 Ramadhan… Melanjutkan refleksi kemarin, mengenai Spektrum Bathin dan Pergolakan Qalbu yang diambil dari khutbah Ustad Samsul Basaruddin di Masjid Salman ITB. Setelah kemarin membahas wilayah “medan iblis super”, kali ini saatnya bahasan mengenai wilayah kebalikannya, yakni wilayah “medan malaikat super”.

Jika kesombongan menjadi dasar yang membawa pada “medan iblis”, maka ketaatan pada Allah SWT dalam “medan malaikat” berawal dari keimanan. Kompleks IMAN ini termaktub dalam QS At-Taubah: 112

Kompleks Iman ini berlanjut pada Kompleks Taubat, karena taubat tidak akan mungkin terjadi jika tiada keimanan. Ada tak kurang dari 92 ayat dalam Al-Qur’an yang membahas tentang taubat, salah satunya QS At-Tahrim:8

Taubah akan membawa pada sifat Rendah Hati seperti pada QS Asy-Syu’ara:  215

pun membawa pada Harga Diri sebagaimana QS Ali Imron: 139

Dengan sifat rendah hati dan harga diri, maka dalam etos pengambilan keputusan tak lagi ‘Ajula (tergesa-gesa), tapi dengan terus mengingat Allah SWT. Sifat ini disebut DZKIR, dijelaskan dalam QS Ar-Ra’d : 28

Ketentraman dengan mengingat Allah menjadikan kita SHABR saat ditimpa cobaan

      

serta SYUKR saat diberi kelebihan nikmat oleh Allah SWT

Selanjutnya kedua sifat SHABR dan SYUKR akan menjadikan kita sebagai PRIBADI YANG TENANG, pribadi yang memiliki kontrol terhadap Qalbun. Tertulis dalam 4 ayat terakhir QS Al-Fajr

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku”

Subhanallah. Tentulah menjadi harapan kita untuk bisa jadi pribadi yang tenang, punya kontrol Qalbun, yakni hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Ayat-ayat cinta dari Allah SWT yang merayu kita, mengajak kita untuk terus memperbaiki diri untuk masuk ke dalam hamba-hamba-Nya dan masuk Jannah.

Sudahkah kita menjadi pribadi yang tenang?

Bismillah.. mari memperbaiki diri

Tarawih 20- Refleksi Sepertiga Akhir

Malam 20 Ramadhan… Sang waktu kembali berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa bulan suci Ramadhan 1432 H ini tinggal 10 hari lagi. Ini berarti telah sampailah kita pada sepertiga terakhir. Sepertiga akhir yang merupakan saat-saat yang penuh keutamaan , saat melimpahnya pahala dan ampunan, serta saat yang di dalamnya ada malam lailatul qadar. Tentu kita semua sangat berharap bisa merasakan Lailatul Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Rasulullah SAW memberi contoh kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani sepertiga akhir Ramadhan, di mana beliau pun menghidupkan dengan amalan-amalan yang melebihi waktu lainnya.

Ummul mu’minin Aisyah r.a. berkata

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim)

Aisyah r.a.  juga mengatakan

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Bukhari & Muslim)

Dan dari Ibnu Umar r.a. berkata

Rasulullah saw. biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Seperti suri tauladan kita tersebut telah contohkan, maka sepertiga terakhir ini adalah saat untuk mengencangkan ibadah, saat untuk terus mendekatkan diri pada Allah SWT, saat untuk beri’tikaf.

Karena itu dalam tulisan ini saya akan menshare sebuah renungan, semoga kita bisa mengambil hikmah dan menjadi pengantar untuk beri’tikaf. Apa yang saya dapat ini adalah dari isi khutbah tarawih Bapak Samsul Basaruddin, pembina Masjid Salman. Judulnya: “Spektrum Bathin dan Pergolakan Qalbu

***

Manusia, tidak dipungkiri tercipta sebagai makhluk paling mulia. Nah, selain takdir sebagai makhluk dengan berbagai keutamaan (sebagai khalifah di muka bumi, cenderung pada kebaikan, dll), banyak pula sebenarnya takdir negatif yang melekat dalam diri manusia. Di dalam khutbah ini, dibahas dari sisi Qalbun yang terdapat di dalam manusia, sesuatu yang tidak stabil, mudah berubah. Qalbun ini menjadi pusat kesadaran akan keberadaan kita. Spektrum bathin dan gejolak qalbu inilah yang mesti kita olah sebaik mungkin.

Kita mungkin saja berada pada wilayah “medan malaikat super” yakni 100% taat kepada Allah SWT, atau (naudzubillah) berada pada wilayah “medan iblis super” yakni terbiasa membangkang akan perintah Allah SWT.

Kita bahas dulu dari medan iblis super, sebagai perenungan apakah selama ini kita cenderung pada sifat-sifat yang buruk. Iblis, sebenarnya dosanya 1: sombong/arogan. Ia terlampau sombong untuk sujud kepada Adam a.s., sebagaimana dalam QS Al-A’raaf:12 dan QS Shaad: 75-76 berikut

Karena itu, sifat yang mengawali keburukan adalah kesombongan/arogan, disebut kompleks Jub-Bir-Riya’. Sifat awal ini dapat mendorong Pancasesat (5 hal yang menyesatkan). Pertama, adalah sifat Dho’ifa (lemah pendirian), sebagaimana QS An-Nisaa:28

Setelah lemah pendirian, selanjutnya manusia terbawa dalam sifat Halu’a (gelisah) sebagaimana QS Al-Ma’arij:19

Kegelisahan tersebut membuat salah dalam pengambilan keputusan. Manusia menjadi ‘Ajula (tergesa-gesa), dijelaskan dalam QS Al-Israa’:11 dan Al-Anbiyaa’: 37

Buntut dari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa ini, manusia menjadi Jazu’a (berkeluh kesah) saat ditimpa cobaan seperti dijelaskan dalam QS Al-Ma’arij:20, dan ini mendorong pada Kompleks Qabili (QS Al-Ma’idah: 27-31)

Sebaliknya saat diberi kenikmatan yang banyak, manusia menjadi Manu’a (egois/kikir) seperti dalam QS Al-Ma’arij:21 dan ini mendoorng pada kompleks Qaruni & Hamani (QS Al-Qasash: 76-82, QS Al-Mu’miin: 21-37)

Tentunya kita tidak mau terbawa oleh sifat-sifat yang berada dalam wilayah “medan iblis super” ini. Semakin kesombongan dan pancasesat menguasai Qolbun kita, maka “semakin iblislah” kita. Naudzubillahi min dzalik.

Karena itu mari bersama kita renungkan apa yang telah kita perbuat. Hanya kita sendiri dan Allah SWT yang tahu. Terlebih mari kita renungkan saat masa-masa i’tikaf di sepertiga akhir Ramadhan ini. Semoga kita terus terbimbing untuk jadi lebih baik

Bismillahirrahmanirrahiim…