Dirgahayu Solo!!

Dirgahayu Solo!!
Dua hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Februari 2012, Kota Solo merayakan hari jadinya yang ke-267. Usia yang cukup sepuh bagi kota dengan nilai historis luar biasa ini. Yah walaupun saya tidak menuliskannya secara tepat hari-H, tapi semoga ga terlalu terlambat. Apalagi di beragam media, nuansa dirgahayu Solo masih cukup ramai..  🙂

Hmm.. sebenarnya saya bukan orang asli Solo. Saya lahir di Klaten dan tinggal di Kartasura. Tapi mengapa saya mesti sangat senang dan bangga akan hingar bingar kota Solo, serta turut mengucap Dirgahayu Solo? Mengapa kota Solo terasa sungguh spesial bagi saya? Tak lain tak bukan karena Solo adalah tempatku mulai bermimpi. Masa-masa indah menimba ilmu dari SD-SMA, semuanya di kota Solo. Bertemu teman-teman nan hebat dan pengalaman yang luar biasa.. Bahkan selepas merantau ke Bandung pun nuansa Solo tak pernah lepas dalam keseharian..

Yeah, semoga Solo makin nyaman dan berkesan aja deh.. Pakde Jokowi udah memimpin kota ini dalam jalur yang benar. Kota tertata sangat Berseri (Bersih, Sehat, Rapi, Indah — slogan Solo), kemodernan masih dibalut dengan nilai kebudayaan tinggi yang menjadi brand kota Solo. Oya, kabarnya XXI udah ada di Solo Square dan Trans Studio bentar lagi dibangun di Solo ya? Oke, gapapa paling ga ada fasilitas rekreasi tambahan, tapi semoga rakyat Solo bisa bijak deh, ga terbakar api konsumerisme hedonisme (haha.. bahasanya..)

Dirgahayu Solo!!

Megahnya Gunung itu

Ketika saya menulis judul postingan seperti di atas, apa yang teman-teman harapkan untuk baca? Cerita petualangan lagi seperti seri backpacker Lombok? Atau deskripsi superlatif mengenai keindahan alam? Atau apa? Hmm.. Percaya atau tidak, sebenarnya judul postingan di atas mau saya pakai untuk baris pertama puisi atau mungkin juga prosa, mengenai CINTA. Saya sedang jatuh cinta? Entahlah. Nyatanya, cinta memang sulit dideskripsikan. Tulisan yang niatnya saya tujukan tentang itu pun jadi berjalan ngalor ngidul dan terpaksa tertunda. Berganti dengan bahasan lain, yang akan segera teman-teman baca 🙂

Jika teman-teman pernah membaca sedikit deskripsi diri saya pada Page “About This Blogger“, pasti tahu kalo saya lahir di sebuah desa di Klaten, desa yang damai, dikelilingi sawah yang mengizinkan saya menghirup segarnya udara dan indahnya alam. Bukan hanya hijaunya sawah dan dedaunan yang memberikan keindahan, karena hampir di 4 penjuru utama mata angin saya juga bisa menikmati indahnya gunung. Baca Selengkapnya

Tour “55” Lombok (3)

Kembali berbicara tentang Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid. 🙂

Oke, anggap kuantitas (seperti dipaparkan pada part 2) belum memberi impresi. So, saya berusaha untuk bisa merasakan sholat Subuh langsung di salah satu masjid di sana. Kenapa Sholat Subuh? Yup, biasanya “loyalitas” jamaah bisa diukur di sini.. Seberapa besar jamaah terpengaruh masjid hingga mau menggerakkan tubuh melawan hawa pagi dingin menuju rumah Allah? Kesempatan Subuh pertama ke masjid di Ampenan (Mataram, Lombok) saya lewatkan, hujan deras turun (teramat deras, ga bawa payung, plus saya ga tau letak masjidnya lagi). Alhamdulillah kesempatan kedua di hari berikutnya tak terlewatkan. Saya sholat Subuh di masjid sana. Dan.. subhanallah.. jamaahnya banyak. Dua atau tiga kali lipat dibanding Subuhan di masjid kampung saya..

Beberapa jam selepas Subuh, saya bercengkerama santai sambil menikmati pisang goreng nan lezat di pagi hari. Dalam obrolan itu, saya jadi tau arti Lombok dan well.. katanya, masjid-masjid besar yang dibangun itu, warga RTnya ga sekedar mengumpulkan uang, tapi turut pula dalam pengerjaan semenjak awal (buat fondasi, ngecor, ngecat, dll). Wew! Nice.. Tampaknya bukan keindahan alam saja yang memberi pencerahan pada saya di pulau Lombok nan eksotis..
Baca Selengkapnya

Tour “55” Lombok (2)

Tidak mengherankan Lombok acap disebut Pulau Seribu Masjid.. Warganya sangat bersemangat membangun masjid. Sebelum ke Lombok, saya kerap membanggakan kelurahan tempat saya tinggal di mana tiap RT punya masjid besar. Tapi, semenjak tiba, memandang dan berinteraksi dengan Lombok, saya menyadari bahwa kelurahan di KTP saya itu “terkalahkan”. Tiap RT di sana bisa punya 2 masjid besar, dengan letak berdekatan tapi tetap ada jamaah yang memakmurkan. Kalaupun hanya punya satu, masjidnya juga lebih besar dibanding masjid di kampung saya, atau masjid di dekat kosan di Bandung.

Then, kita lanjut lagi meneruskan QS 55.. Baca Selengkapnya

Tour “55” Lombok (1)

Saat berada di pulau Lombok nan eksotis, saya mendapat sms dari teman saya. Aha,,Request yang cukup unik, suruh tanya langsung tentang arti dari Lombok. Awalnya saya mengira Lombok itu berarti cabe. Kenapa? Yuph, cukup wajar untuk orang Jawa ya.. Lombok merupakan bahasa Jawanya cabe. So, pikir saya, karena banyak hasil bumi berupa cabe sehingga pulau itu dinamai demikian. Setelah hampir seminggu di Lombok, saya hampir-hampir tidak melihat pohon cabe, dan well.. memang anggapan Lombok=cabe salah besar.. Haha..

Kata Lombok yang disempatkan sebagai nama pulau hijau NTB itu ternyata berarti lurus/jujur. Cukup biasa ditujukan sebagai pesan perantau, kurang lebih seperti ini “Kalo merantau itu yang lombok.. lurus (dalam jalan yang benar) dan jujur..”. Sebuah arti yang sangat positif. Setelah mengetahui arti penamaan pulau seribu masjid itu, saya terus tergugah untuk tidak sekedar berwisata di Lombok, tapi juga mentadaburi jalan yang lurus, jalan yang baik yang tersirat dalam indahnya alam ciptaan-Nya.
Baca Selengkapnya