Uhud sang bukit yang dicintai dan mencintai Madinah, seperti sudah kita bahas di postingan sebelumnya selalu diziarahi Rasulullah SAW tiap tahunnya. Tentulah hal tsb bukan tanpa dasar. Tak lain karena di Uhud, dimakamkan para syuhada-syuhada terbaik, syuhada yang sangat dicintai Rasulullah dengan kisah-kisahnya heroik yang demikian menggugah.
Ada yang dalam setiap jangkauannya, musuh pasti tertebas kalah. Ada “anak mama” nan doanya selalu diijabah. Ada yang giginya mendahului si empunya ke jannah. Ada yang dalam hidupnya jadi syuhada yang melangkah (biasanya kan syuhada itu anumerta.. gelar untuk yang telah gugur kan ya).
Siapakah saja mereka? Bagaimana ceritanya?
Di hadapan Uhud nan megah itu, mari sejenak mengambil kembali semangat luar biasa mereka…
**
Sang Pemimpin Para Syuhada
Pasir berdesir oleh hembusan angin yang tetiba mengencang. Bulirnya mengusap wajah-wajah dalam ramai manusia yang seketika terdiam. Mulut mereka tertutup rapat. Bulu kuduk mereka berdiri. Keriuhan lenyap dalam hitungan detik saat langkah itu mendekat. Sekiranya mereka bisa meminta, inginlah angin pasir bertambah kencang menjadi badai dan menghilangkan mereka dari tempat pijaknya. Lelaki yang langkahnya kian mendekat itu terlalu menakutkan untuk dihadapi.
“Siapa dari kalian yang berani menghina Muhammad?”
Sekumpulan ramai kaum Quraisy tak punya nyali untuk membuka mulut. Lisan yang baru saja mengucap sumpah serapah dan beragam rupa kata hina pada Muhammad menjadi kelu.
“Siapa yang berani menyakiti Muhammad?”
Seluruh tubuh mereka makin bergetar mendengar kalimat menggelegarnya. Lebih baik bertemu dengan singa padang rumput daripada singa padang pasir ini. Tapi satu orang petinggi mereka yang paling semangat 45 dalam mencaci maki Muhammad (beuh, semangat tinggi kok dalam menghina), Abu Jahal, tak bisa menghindari amarah sang singa. Ia tersungkur tanpa daya saat sang singa memukulkan busur panah ke arahnya.
“Apakah Engkau mencaci maki keponakanku padahal aku seagama dengannya, dan aku berkata seperti yang ia katakan? Silakan balas jika engkau sanggup!”
Abu Jahal nan hina itu tentulah tiada bernyali. Begitu juga kroco-kroconya yang langsung bubar. Tiada yang berani pada sang singa.
Sang singa itu… Hamzah bin Abdul Mutholib
Paman Nabi yang keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum muslimin lainnya. Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama islam lebih mendalam. Hal ini karena Hamzah memiliki gabungan antara jiwa petarung yang sangat disegani dengan garis keturunan Bani Hasyim yang sangat dihormati di seantero Jazirah Arab.
Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan da’wah islam. Karena itu tidaklah mengherankan jika Rasulullah menjulukinya dengan sebutan “Asadullah” yang berarti singa Allah.
Hamzah merupakan perwira yang tidak punya catatan kekalahan dalam perang jarak dekat. Jumlah muslim yang jauh lebih sedikit dibanding kafir Quraisy saat Perang Badr pun bisa meraih kemenangan salah satunya karena keberadaan beliau. Lalu tibalah perang Uhud, perang yang diniatkan kaum kafir sebagai ajang balas dendam kekalahan Perang Badr.
Dalam perang Uhud, Hamzah kembali menjadi “bintang”. Semua yang berani mendekati jangkaunnya dikalahkan dengan telak, tak kurang dari 31 orang kafir Quraisy berhasil dibunuh. Saat pasukan pemanah blunder, tentara Khalid bin Walid menyerang dari balik bukit, Tentunya penyerangan yang mendadak ini pasukan muslim terkejut dan kocar-kacir dibuatnya. Melihat itu justru membuat semangat Hamzah bertambah berlipat ganda. Ia kembali dengan tangkas menerjang dan menghalau serangan kaum Quraisy.
Lalu tersebutlah budak Ethopia bernama Wahsyi yang dijanji merdeka jika berhasil membunuh Hamzah, mengambil ancang-ancang dan melempar tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah dan menembus tubuhnya. Serangan jarak jauhnya nan akurat membuat sang singa roboh. Ia masih bangkit dan berusaha berjalan ke arah Wahsyi. Tetapi ternyata luka yang tertinggal sudah sedemikian parah dan akhirnya wafat sebagai syahid.
Usai peperangan, Rasulullah dan para sahabatnya bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah. Dadanya dibelah dan jantungnya diambil oleh Hindun, istri Abu Sofyan pemimpin kafir Quraisy dalam perang Uhud. Naudzubillah.
Setelah itu Rasulullah dan kaum muslimin menshalatkan jenazah Hamzah dan para syuhada lainnya satu persatu. Pertama Sayyidina Hamzah dishalatkan lalu di bawa lagi jasad seorang syahid untuk dishalatkan, sementara jasad Sayyidina Hamzah tetap dibiarkannya disitu. Lalu jenazah itu di angkat, sedangkan jenazah Sayyidina Hamzah tetap di tempat. Kemudian di bawa jenazah yang ketiga dan dibaringkannya di samping jenazah Sayyidina Hamzah. Lalu Rasulullah dan para sahabat lainnya menshalatkan mayat itu. Demikianlah Rasulullah menshalatkan para syuhada Uhud satu persatu, hingga jika di hitung Maka Rasulullah dan para sahabat telah menshalatkan Sayyidina Hamzah sebanyak tujuh puluh kali. Dan diberi gelar “Sayidus Syuhada”.
Makam Sayyidina Hamzah RA di Uhud
Oya sebelum mencap Wahsyi dan Hindun sebagai pembunuh paling keji karena peristiwa di atas, ada baiknya kita mengetahui bahwa Wahsyi dan Hindun ini akhirnya juga masuk Islam selepas Fathul Mekkah (pembebasan Mekkah).
Wahsyi sebagai muslim yang taat membalas kesalahan besarnya dengan membunuh Musailamah Al Khazzab, sang pendusta yang terang2an mengaku sebagai nabi, dengan cara yang sama persis dengan saat ia membunuh sang Singa Allah. Maka tercatatlah dalam sejarah Islam, tombak Wahsyi telah membunuh orang terbaik maupun orang terburuk.
Pun Hindun pun berubah menjadi muslimah yang taat. Ia merupakan Ibunda dari salah satu pemimpin besar Islam, khalifah pertama selepas Khulafaur Rasyidin, Muawiyah bin Abu Sofyan.
**
Sang Jiwa Muda yang Doanya selalu Diijabah
Tampan. Kaya. Santun. Berbakti. Cerdas. Jago memanah. Jago berkuda. Doanya selalu dikabulkan pula.
Semua itu terangkum pada sahabat yang satu ini. Woow banget kan?
Terlahir dalam keluarga berada, sahabat ini merupakan “anak mama”. Bukan, maksudnya bukan seperti “anak mama” yang bisa melekat dalam pergaulan sehari-hari kita. Bukan anak yang manja. Melainkan anak yang sangat menyayangi dan disayangi oleh ibundanya.
(to be continued)