Tiada kata yang cukup untuk menggambarkan betapa indahnya hari itu, langit biru itu, angin sejuk itu, pemandangan kota itu, dan air mata bahagia yang menetes saat itu…
Jikalau sebaris kata lalu muncul, barisan itu adalah lafal “Alhamdulillahirrabbil ‘alamiin”.. Segala puji bagi Engkau, wahai Tuhan Semesta Alam..
**
Saya dan Menara Eiffel
Semua berawal dari RPUL. Di sini adakah yang tidak tahu apa itu RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap)? Kalau zaman saya SD dulu, itu buku keren banget (semoga anak SD zaman sekarang juga berpendapat sama) karena mencantumkan banyak informasi tentang Indonesia dan dunia secara ringkas. Mungkin buku pertama yang membawa saya “keliling dunia”. Nah, di lembar pertama begitu buka buku, ada 7 keajaiban dunia. Saat itu formasinya adalah : Taj Mahal, Ka’bah, Colosseum, Menara Eiffel, Menara Miring Pisa, Candi Borobudur dan Pyramid.
Maka boleh dimaklumi dong kalau acuan saya “keliling dunia” adalah 7 tempat keren tersebut. Saya, kala itu masih bocah, mulai bermimpi dan berdoa semoga suatu hari nanti pernah berkunjung ke sana. Candi Borobudur, sebagai sesama native Jawa Tengah, tentulah sudah saya kunjungi dari zaman bocah. Nah, yang enam lainnya ini yang cukup berat karena berada di negara yang berbeda, nun jauh dari Indonesia tercinta.
Kalau boleh ngurut berdasar preference, tempat yang akan saya tuju kedua (setelah Borobudur) adalah Ka’bah (mengingat saya seorang muslim, kiblatnya kan di sana) disusul oleh Eiffel. Kenapa Eiffel? Ga tau alasan spesifiknya kenapa. Bisa jadi karena saya overexcited ama sepakbola, sepakbola kiblatnya di Eropa, dan Eiffel itu ikonnya Eropa (“kiblat” pariwisata dunia bahkan).. Ahaha…
Seiring berjalannya waktu, impian dari RPUL ini kok berasa makin melekat di pikiran saya. Jujur saja, bukanlah menjadi pengusaha kaya dengan omzet miliaran atau menjadi presiden, tapi impian keliling dunia ini yang bisa menggerakkan saya.
Boleh jadi saya tidak akan tergerak jika ada orang yang mengingatkan “ayo belajar yang rajin, biar pintar, bisa jadi presiden.” Tapi saya yang sebenarnya kurang suka membaca dan belajar ini akan langsung tersentak jika kalimat ini terlintas di pikiran,
“Bagaimana kalau kemalasanmu membaca dan belajar membuatmu melewatkan kesempatan untuk ke Ka’bah? tidak pernah sekalipun melihat langsung Eiffel? dan sampai habis waktumu, semuanya hanya foto selewat dan tertutup bersama lembaran RPUL?” Oh nooo…
Eiffel dan Tapak-Tapak Impian
Ada yang bilang, total anak tangganya 1665. Ada juga yang bilang 1710 anak tangga untuk mencapai tinggi 115 meter. Tapi apa peduli saya dengan statistik. Kaki saya sudah melangkah dengan entengnya di setiap anak tangga menuju ke atas.
“Naik naik ke puncak Eiffel.. tinggi ga segitunya.. kali”
Yup! Di pagi hari nan cerah itu saya tidak sedang berada di alam mimpi. Tapi dalam realita menapaki anak tangga sebuah menara impian, La Tour Eiffel (Menara Eiffel)
Sejak awal saya memang sudah berniat ga akan naik lift untuk naik Eiffel. Biar ngirit? Ssst.. Frontal amat sih.. Itu salah satunya sih karena selisih harga yang hampir 10 euro (kalau umur kurang dari 26 : 4 euro doang untuk meniti tangga, kaga antri pula).. hehe.. Terlebih yang lewat tangga itu dikit (rempong mungkin ya, atau irit tenaga buat lovely place yang lain), jadi Eiffel berasa punya sendiri. Saya udah well prepared kok, karena ini Eiffel dan anak tangga itu mewakili tapak-tapak impian dalam menggapai mimpi (auwah.. udah ngaku klo ngirit, masih aja sok bijak) π
Lantai 1 Eiffel
Menapaki impian memang secara signifikan bikin ‘pendakian’ ke atas Eiffel berasa ringan, tapi berhubung badan saya ga seatletis dulu (emang pernah? -_-) ya udah rehat sejenak di lantai 1 (ketinggian 57 meter).
Di lantai ini, ada wahana ice skating. Ga tau cuma seasonal waktu winter, atau ada sepanjang tahun. Tapi unyu yah, ice skating di atas Eiffel π
Di lantai 1 ini ada pula cafe, studio Gustave Eiffel (kalau mau leyeh-leyeh sambil liat video apik tentang Eiffel Tower) dan perbandingan Eiffel dengan struktur tinggi di negara lain. Tak ketinggalan ada lantai yang transparan, bisa melihat di bawah tempat kita berpijak. Cukup memicu adrenalin buat orang yang deg deg ser dengan ketinggian.
Lantai 2 Eiffel
Lha ini.. Di lantai inilah, beauty beyond beauty nya Paris makin terlihat. Aih, ga percuma melepaskan diri dari rombongan karena ada air mata yang menetas. Air mata bahagia semacam orang buka puasa (ini saya ga berbakat bikin analogi apa ya, orang buka puasa ga segitunya kali -_-). Oh, seperti pemain bola menang Piala Dunia mungkin.
Dari Palais de Chaillot (Trocadero) menyasar lurus ke elegannya La Defense. Mengagumi anggunnya sungai Seine atau kubah emas Musee de l’Armee, gagahnya Arc d’Triomphe sampai Sacre Coeur yang menjulang di Montmartre. It’s just WoW.. once again, WoW..
Puncak Eiffel
Nah, satu-satunya nilai minus dari tiket tangga adalah ga sampai puncak Eiffel (hanya bisa dijangkau dengan lift). Lah gimana dong? Tanggung ga sekalian?
Hmm.. banyak alasan kenapa saya belum perlu ke puncak di hari itu. Pertama, saya tau kalau di puncak tertutup kaca, cuma lantai 2 yang mempersilakan angin membelai kita. Aroma penaklukan (impian sendiri) ga akan lengkap tanpa memejamkan mata, merentangkan tangan dan menikmati hembusan angin (ini filosofi dari mana coba -_-). Kedua, view dari puncak Eiffel ga jauh beda dari lantai 2, bawa SLR sekalipun. Ketiga, dan ini signifikan (aih..) belum bawa gandengan. Bolehlah save the best for the last, save the last for the best.Β Lagian ntar biar fair di puncak Eiffel. Kalau saya bisa menikmati indahnya kota Paris dan indahnya si beliau (kyaa..) sedangkan si beliau cuma bisa menikmati indahnya kota Paris (karena saya mah biasa-biasa aja), kan ga fair namanya. Jadi ntar di kesempatan berikutnya (hari itu jelas bukan the one and only kunjungan saya ke Paris, dengan izin Allah), saya mau liat senyum beliau aja deh.
Ciyee.. jadi kebawa romantis gara-gara naik Eiffel ni ceritanya? Hahaha.. Ya maaf..
La Tour Eiffel
Gimana kalau Eiffel yang sudah saya impikan dari zaman bocah itu ternyata cuma menara besi abu-abu biasa? Gimana kalau itu cuma menara BTS telekomunikasi yang terkenal cuma gara-gara marketing yang luar biasa?
Begitu liat langsung di depan Eiffel, it’s just Wow (entah saya yang teramat ndeso, overexcited dengan impian, atau emang kenyataannya begitu). Tapi tapi tapi.. mau dikunjungi siang hari waktu langit biru cerah atau saat malam hari saat sang menara dipenuhi gemerlap cahaya, tetap cantik menawan.
Maka di penghujung 2014 ini, saya ingin mengucapkan sebanyak-banyaknya syukur atas terwujudnya impian ke Eiffel ini. Masih banyak mimpi yang lain untuk digapai, semoga makin bersemangat 2015.
Begitu pula doa saya untuk teman-teman semua yang sedang berjuang mewujudkan impiannya, semoga kita makin bersemangat dan mimpi kita terkabul. Amiin.
Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)
Mas nya kenapa tambah bulet gitu ya ? ππ Selamat tahun baru 2015, semoga sukses dalam segala hal.
Selamat menggapai mimpi Mas. Smg Allah memudahkan, memberkahi, dan meridloi. Amin3.