Zwarte Pad

Jalan kaki 5 km itu “ngga banget” di negara yang anginnya naudzubillah seperti Belanda. Berhubung keterpaksaan oleh kondisi apes (Baca: Sakura di Belanda), saya mesti mencari tau info jalan tembus terdekat biar ga terlalu ngos-ngosan jalan. Oya bagi yang langsung ngeh bahwa  Google Maps adalah solusi tersimpel untuk masalah kayak gini, sayang sekali hape saya unexpectedly lagi error. Fufufu…

Oke, kita review effortnya ya..

Effort 1 

Berhubung saya baru saja dari Cherry Blossom (Sakura) Festival, tanya jalan ya ke orang yang berkaitan dengan festival. Tujuan mereka udah pasti ke gerbang depan, dan siapa tau bisa nebeng. Hehe.. #ngarepbener

Sayang sekali, saya ga bisa nebeng tapi dapat petunjuk bagus kalau ga mesti ke gerbang depan untuk mendapati halte bus. Ada halte yang lebih dekat, kata beliau hanya 15 menit jalan. Tinggal ikuti papan petunjuk exit menuju “Camping”.

Lima menit jalan kaki, untuk pertama kali terlihatlah papan petunjuk menuju “Camping”. Jaraknya? 2.5 km. Uh oh. Laah.. katanya  15 menit doang?

At this moment saya baru nyadar betapa berbedanya jangkauan kaki saya dengan si meneer Belanda. Tapi langkah tetap mesti dilanjutkan.

Effort 2

Saat kaki mulai gempor (udah jalan hampir 2 km ni, kayaknya), bertemulah dengan sebuah persimpangan yang mana kalau tengok kiri keliatan ada jalan besar di sana. Wah, di sanakah halte busnya? Tapi kok kalau ngikut meneer ke arah “Camping” arahnya mesti lurus dan masih 1 km! Kalau ketemu persimpangan yang meragukan gini, teman-teman kira-kira pilih mana? Ngikut petunjuk 1 no matter what, atau instingtif belok kiri dengan harapan menemui halte bus di sana?

Kebetulan saat ragu tersebut, ada noni Belanda yang lewat dan langsung aja tanya. Ternyata beliau bukan orang situ (Amstelveen), tapi willing to help dengan Google Maps-nya. Someone with Google Maps! Yeay!

Dari petunjuk sang noni, belok kiri jadi pilihan. Kata beliau, begitu kita mendapati jalan besar, deket situ ada  halte Schinkeldijke, yang mana ada bus 199 menuju Schiphol Airport, tujuan saya sebelum balik lagi ke Leiden tercinta. Nice info.

Ga butuh waktu lama untuk mencapai jalan besar. Pun halte bus yang langsung keliatan. Akhirnya ga perlu jalan kaki lagi. Tapi sesampai di halte, ternyata nama haltenya…

ZWARTE PAD.

Ga ada bus 199 lewat sini. OH MY.

Effort 3

Jeng jeng, masa bisa salah ngasi info sih noni Belanda tadi. Hmm.. Di halte Zwarte Pad, rute busnya ga ada yang mengarah ke Schiphol. Apa yang salah di sini ga perlu banyak dipikirkan karena di halte seberang (Zwarte Pad, tapi menuju tujuan akhir sebaliknya) ada rombongan turis muka-muka Asia. Ada kemungkinan besar bahwa mereka menuju Schiphol (bandara utama Belanda) juga kan?

Well, setelah tanya ternyata tujuan mereka adalah centrum Amsterdam. Beda arah. Tapi mereka bilang (dan make sense) kalau saya mau ke Schiphol, kan dari pusat kota Amsterdam banyak pilihan transport.

Ada pilihan di sini: mau coba nyari halte Schinkeldijke info dari noni belanda tadi (siapa tau sebenarnya emang ga terlalu jauh dari Zwarte Pad), atau cari aman menuju pusat Amsterdam dulu (pasti ada transport, tapi lebih ribet mesti pindah-pindah bus/metro/kereta).

Berdasar insting, pilihan pertama lah yang saya pilih. Semoga halte berikutnya emang ga jauh, dan bener namanya Schinkeldijke. Semoga.

Baru setengah perjalanan menuju next halte, bus yang ke arah centrum Amsterdam datang. Mengingat frekuensi bus di jam itu mulai jarang (30 menit sekali), kok sepertinya ini jadi lebih menarik.

Putar balik, kejaar busnyaaa…

…..

…..

Dan.. selamat.. karena busnya..

GA KEKEJAR.

Selamat berkeluh kesah di Zwarte Pad. Damn.

**

Kawan, pernah ga sih kalian menyusahkan diri sendiri karena pilihan yang berubah-ubah? Belum pernah, pernah, atau sering?

Kadang saat kondisi awal kita kurang tau tentang sesuatu, kita bertanya pada orang yang menurut kita expert. Beliau memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat kita yakini membantu dalam melangkah. Lalu di tengah jalan, kita lelah dan menemui persimpangan. Ada orang lain menunjukkan opsi lain yang terlihat lebih efektif karena ia menunjukkan dengan data yang terlihat valid. Saat sudah berbelok, ada lagi orang lain dengan pendapat yang make sense, walau sebenarnya kurang tepat jadi rujukan karena tujuan akhirnya beda. Sampai akhirnya, ngikut aja ke opportunity yang terlihat di depan mata.

Huff.

Beginilah, kalau mau ngeblog tapi campur dengan balada ngerjain tesis. Jelas paragraf geje barusan itu curhat tesis. Hahaha..

zwarte pad

Olah TKP: Yang dilingkari kuning adalah halte “Camping” (dilewati bus 199 arah Schiphol). Dilingkari biru adalah halte “Schinkeldijke” (dilewati bus 199 arah Schiphol, beneran next halte dari Zwarte Pad, noni belanda ngasi petunjuknya ternyata valid tapi ga di-zoom in jadi berasa rancu). Dan yang ditandai merah adalah halte Zwarte Pad, tempat saya termangu walau akhirnya sampai Schiphol juga sih dengan sekali oper.

Poin yang didapat dari kejadian Zwarte Pad dengan tesis:

  • Kalau tanya dengan expert atau first supervisor, di mana penjelasan beliau terlihat simple dan doable, expect for many more efforts! Kita jelas berangkat dari background ilmu yang lebih dangkal sehingga perlu effort lebih banyak, ga sesimpel itu.
  • Kalau ada teman diskusi lain yang bisa membantu (misal: akses jurnal via link khusus yang tidak terjangkau oleh kita), apresiasi bantuannya tapi perlu juga bagi kita untuk menggali lebih detail. Kalau terima mentah saja, dijamin data yang didapat malah bikin lebih pusing.
  • Setiap mahasiswa tesis punya background dan tujuan sendiri-sendiri, yang sangat mungkin beda jauh dengan kita. Saling bantu, tapi jangan banding-bandingkan progress. Fokus pada progress riset sendiri. Kalau merasa tertinggal jauh, ingat bahwa kita tak pernah tau detail usaha belajar masing-masing orang. Gampangnya, bisa jadi orang lain berangkat dari poin 50 (hasil experience bekerja), dan progres poin sekarang 80. Sedangkan kita baru di poin 60, tapi kita berangkat dari poin 10 (ilmu minim karena masih newbie). Secara progres umum tertinggal, tapi dari peningkatan poin, lebih banyak bukan? Well, sekali lagi fokus pada progress ilmu yang didapat, don’t compare 🙂
  • Semangaaat… Memang banyak bingung. Memang banyak lari kejar-kejaran dengan deadline. Kadang tertinggal juga. Banyak capek. Kadang benar-benar tak berprogress. Tapi semangat!!
  • Yang paling penting adalah punya tujuan. Jalan yang ditempuh bisa jadi berubah dari petunjuk awal, bisa jadi melalui jalan yang lebih jauh. Tapi fokus pada tujuan, berusaha maka kita akan sampai. Satu tambahan penting buat penyemangat, betapa melelahkannya jalan, jadi tak masalah kalau akhirnya berujung ke hatimu #laaah

Demikian curhatnya.

Terima kasih sudah membaca 🙂

Sakura di Belanda

Weekend kemarin, saya baru saja mengunjungi festival bunga sakura (cherry blossom) di Amsterdamse Bos, sebuah taman luas di pinggiran ibukota Belanda. Sakura di Belanda? Hehe.. Unik ya, karena saking identiknya bunga musim semi ini dengan Jepang, banyak dari kita yang mengira bunga ini tidak tumbuh di Eropa. Well, Sakura ada di sini.. di Amsterdam, di Paris, dan belahan eropa lainnya.. walau emang jumlahnya ga mungkin semeriah di Negeri Sakura. Tapi cukup oke kok untuk foto-foto. Seperti apa penampakannya?

DSC_3214

DSC_3224

DSC_3217

DSC_3216

Lumayan oke kaan 🙂

Nah, saking asyiknya aksi foto ndeso saya, keapesan pun menimpa. Busbos (mobil hop on-hop off dari pintu masuk ke area taman sakura) jadwal terakhir sudah berlalu. Waduh!

Mau nebeng sepeda orang, kasian ban sepedanya ketambahan beban seorang nan buncit kayak saya. Mau nebeng mobil orang, sungkan. Mau nebeng mobil box catering, ya kali udah penuh perkakas catering. Wis jaan..

Siapa suruh foto lama-lama, wahai anak Indonesia… Padahal tadi udah diwanti-wanti sama bu petugasnya kalau sampai ketinggalan, jarak ke lokasi awal itu 5 km atau setidaknya 45 menit jalan kaki!!

Duh! Selamat menikmati dah 😀

Keliling Belanda dengan Dagkaart : Belanda Selatan

Di postingan sebelumnya, kita udah kenalan dengan yang namanya Dagkaart. Nah, tulisan ini akan membahas opsi kota-kota yang bisa di-explore dengan Dagkaart.

Pertanyaan pertama, bisa ga sih keliling dari ujung ke ujung muterin Belanda selama satu hari? Secara teoritis hitungan awam sih, itu peluangnya sangat minim bisa terjadi. Kenapa?

  • Belanda itu kecil-kecil tapi pemandangannya biasa-biasa aja. Lah! Alasan macam apa ini. Ahaha, sesekali mainstream “merendah untuk meninggi” (cuh. ampuun). Mending bro, sis, dicek aja link kenapa Belanda is the worst place on earth
  • Bisa keliling Belanda seharian hanya bisa dicapai dengan perencanaan yang presisi (tanpa ada acara telat bangun, ketinggalan kereta atau perbaikan jalur) dan hanya mengunjungi stasiun doang.
  • Menyambung poin kedua: Kalau sowan ke stasiun doang terus foto selfie di depan tulisan kota mah ngapain. Kurang menghayati makna travelling untuk refreshing (e tapi bisa jadi bagi sebagian orang, hal tsb cukup fresh ya.. maapkan kecenderungan generalizing saya.. hehe)
  • Jarak tempuh dua kota ‘ujung dunia’ di Belanda, ya sebut saja Groningen dan Maastricht itu mencapai 4,5 jam. Pulang pergi bisa 9 jam, itu kalau hanya 2 kota. Kalau mau banyak kota? Susaah..

Berdasar alasan di atas, cukup beralasan kan ya kalau saya membagi perjalanan asik keliling Belanda Dagkaart menjadi tiga bagian. Bagian pertama ini membahas opsi untuk kota-kota di Belanda bagian selatan dulu. Tentu saja tidak ada pembagian formal Belanda menjadi utara, tengah ataupun selatan. Itu mah sekehendak hati saya aja, toh gampang membagi wilayah gini, ga kaya membagi hati *aih, ngelantur*

Kota mana aja yang cukup asik untuk masuk list itinerary Dagkaart?

1. ‘s-Hertogenbosch

Ini nama kota nyleneh amat ya.. Dimulai dengan tanda petik, terus satu huruf konsonan terjepit petik dan strip (karepe opoo.. -_-). Yawda lah ya kalau lidah jawa saya mem-pronounce sederhana: Serto khenbos :v

Gini gini ibukota provinsi loh (North Brabant). Stasiunnya juga cukup besar dan landmarknya berada ga jauh (cuma selemparan sandal, kalo yang nglempar jago) dari stasiun. Baca Selengkapnya

Menikmati Kereta di Belanda 3 : Dagkaart

Lanjut lagi postingan tentang kereta di Belanda. Bagi kantong mahasiswa, harga kereta di Belanda itu bisa dibilang mahal (walaupun harus diakui cukup sebanding sih dengan tingkat kenyamanannya). Sekali jalan naik kereta Leiden-Den Haag yang berjarak tempuh 15 menit saja, 3,4 euro (sekitar 50ribu rupiah). Mahal kaan?

Emang sih kalau bagi yang menetap di sini bisa dapat korting 40% (paket Dal Vordeel) ataupun voucher gratis kala weekend (paket Weekendvrij). Kedua paket itu akan saya bahas di postingan tersendiri, untuk sementara diinfokan sekilas bahwa keduanya punya kelemahan masing-masing. Korting 40% kalau mau menjangkau jarak jauh, tetap bakal bikin kantong mahasiswa (cem saya) berkabung dukacita. Sedangkan paket weekend, rekening kita otomatis terpotong 29 euro per bulannya (bakal untung kalau tiap weekend jalan-jalan, tapi kalau weekendnya cuaca galau dan banyak tugas begimane?)

Nah, ada solusi keliling Belanda yang lumayan murah buat traveller yang tipenya kurang lebih seperti ini:

  • Mahasiswa gemar menabung kantong cekak, budget tipis
  • Frekuensi jalan-jalan bulanan ga sering-sering amat
  • Tetep pengen refresh keliling Belanda dengan harga terjangkau
  • Alokasi waktu travelling ga banyak, atau emang terpaksa jadi limited gara-gara tugas kuliah nan bejibun
  • Lebih menikmati jalan-jalan sendiri atau dalam kelompok kecil, dengan sobat-sobat terdekat sehingga males menginisiasi NS Groupticket

Nama solusinya tak lain sesuai di judul: Dagkaart (arti : Tiket Harian). Jadi, ini tiket yang bisa digunakan untuk naik kereta ke mana aja di Belanda, asal dalam hari yang sama. Dagkaart dijual di toko-toko tertentu dan dalam jangka waktu tertentu juga, jadi mesti update info. Tapi buat mahasiswa, update info cem gini mah basic instinct, cepat tanggap pokoknya. Berikut penyedia dagkaart berdasar tren bulanan : Baca Selengkapnya

Menikmati Kereta di Belanda 2 : Stasiun

Stasiun adalah tempat bersemayamnya kenangan. Tempat berucap selamat jalan. Antara menggapai harapan atau bersiap akan kehilangan. Toh apa pula makna perjalanan kalau tanpa kenangan, harapan dan kehilangan.

Sounds mellow?

Bahaha.. itu tadi sebenarnya mensarikan lirik lagu “Stasiun Balapan”nya Didi Kempot dari sudut pandang yang lain. Soalnya pas mau nulis tentang stasiun, pasti ingetnya lagu tentang stasiun di Solo Berseri itu.. 😀

**

Setelah kemarin berkenalan dengan jenis-jenis kereta di Belanda, yuk berikutnya kita lihat daftar station yang menarik di negeri kincir ini. Menurut on the spot, inilah 7 stasiun terbesar (based on passangers) dan cerita saya di sana :

1. Utrecht Centraal

taken from : wikipedia
taken from : wikipedia

Stasiun terbesar di negeri van Oranje dipegang oleh Utrecht Centraal. Hal yang wajar mengingat letak kota Utrecht benar-benar berada di center. Walau hanya berstatus kota terbesar keempat (setelah Amsterdam, Rotterdam dan Den Haag), tapi karena di antara kota-kota tadi jadi ya yang melintas cenderung lebih banyak.

Di sini juga merupakan markas besar (HQ) dari NS, sang operator utama perkeretaapian Belanda. Udah gitu stasiunnya terintegrasi sama mall pulak, pertama ke sana bingung deh mana pintu keluarnya.. Saya mau jalan-jalan ke pusat kota wooy, bukan mau belanja!! 😀

Belum puas dengan status stasiun terbesar dan tergabung dengan mall, Utrecht Centraal on progress membangun tempat parkir sepeda terbesar di dunia.. Wohoo..

2. Amsterdam Centraal

amsterdam

Stasiun dengan arsitektur klasik yang menawan. Usut punya usut, arsiteknya merupakan orang yang juga mendesain Rijkmuseum Amsterdam (museum national art yang berada di dekat tulisan supermainstream, I Amsterdam). Nuansa klasiknya dapet deh..

Mengingat kunjungan turis yang bejibun di Amsterdam, stasiun ini selalu sangat padat dengan lalu lalang mereka. Saya sendiri kurang suka dengan suasana crowdednya. Bagaimanapun, stasiun ini selalu jadi first option kalau mau kumpul ketemu reunian. Boleh jadi karena dekat dengan objek wisata populer seperti Rijkmuseum, Dam Square, atau untuk yang telat puber, Red Light District 😀

3. Rotterdam Centraal

rotterdam centraal

Nah, salah satu stasiun dengan desain futuristik. Dibandingkan Amsterdam, saya  lebih suka stasiun modern nan caem ini. Beruntunglah Rotterdam yang luluh lantak karena Perang Dunia II (lah?!), berkat itu bangunan di kota ini mayoritas desainnya fresh, enak diliat. Hehe.. Mungkin itu bukti juga ya kalau rasa sakit dan cobaan itu, bisa jadi pijakan untuk step up jadi lebih baik, dan secara ga langsung terlihat makin fresh pula di mata orang lain (auwah sok bijak :v ) Baca Selengkapnya

Menikmati Kereta di Belanda 1 : Sepur

Di negeri Indonesia tercinta, sebagai negara yang sempat terjajah 350 tahun oleh Belanda, cukup wajar jika ada beberapa (atau banyak?) kata yang diserap dari bahasa Belanda. Lucunya, nyadar atau kagak, kata-kata serapan tersebut sering diadaptasi sesuai lidah lokal.. Ambil contoh kata ini deh…

“Atreet.. atreet..”

Kata andalan para kenek yang sering kita dengar di terminal. Dari kata apakah itu? Achteruit! Bahasa Belanda yang berarti “mundur/ke belakang”. Inget terminal jadi inget pantura, inget pantura jadi inget goyang oplosan (dari mana konklusi ini ya? ahaha). Oplosan pun berasal dari kata Belanda oplossen yang artinya “campuran”.

Well, dari kata-kata aseli Belanda itu, ada dua kata yang slenco karena lidah orang Jawa. Keduanya berkaitan dengan moda transportasi. Apa itu? Pertama, pit. Sepeda dalam bahasa Jawa yang diambil dari kata fiets. Cerita tentang sepeda sudah pernah saya tulis di postingan sebelumnya. Kalo yang kedua? Tak lain sesuai judul, sepur. Lidah jawa yang seenaknya mengucap kata belanda Spoor! Padahal.. artinya beda -_-

**

Moving on is easier said that done

Gagal move on. Itulah relationship antara saya dan sepur (cem ga ada relation yang lebih bagus aja, cah bagus). Semua terjadi jauh sebelum negara api menyerang. Di tanah kelahiran saya, di sebuah desa nan permai di pulau Jawa, “sepur” itu adalah kereta api. Itu diamini oleh semua orang Jawa lainnya loh, “sepur” itu ya.. kereta api.

Nah setibanya di sini, Belanda, spoor itu entah kenapa (udah jelas-jelas sih) mengacu pada jalur (track / platformnya), bukannya sang kereta. Misal kita mau pergi dari Leiden ke Den Haag, silakan menuju spoor 8 (jalur nomor delapan). Itu gampang dimengerti, tapi in my mind ga bisa diterima. Ga bisa gitu coy. Tetap saja itu artinya “naik kereta nomor delapan”. Pokoknya, sepur = kereta, titik. *jawa garis keras* 😀

Okey, kayaknya udah kepanjangan bahas relationship saya (enek kaaan..). Yuk, kita lihat satu per satu beragam sepur (kereta api) di Belanda 😉 Baca Selengkapnya

Travelling Murah dengan Eurolines (Amsterdam-Paris)

Bercerita lagii.. berhubung winter break telah tiba dan banyak cerita travelling yang belum sempat tertuliskan di blog! :v

Empat hari kemarin saya baru saja jalan-jalan menuju ke ibukota pariwisata dunia, Paris. Untuk beribu alasan mengapa sekali seumur hidup kita mesti pernah berkunjung ke Paris ga usah ditulis kan ya (kepanjangan, atau di lain tulisan saja.. hehe). Berhubung saya kuliah di sebuah kecamatan bernama Leiden (punten lovely Leiden, emang terlalu kecil untuk disebut ‘kota’ sih.. hihi) jadi mau tak mau harus ke kota dulu, Amsterdam atau Den Haag, sebelum memulai perjalanan ke Bandung van Prancis (kok dibalik jadi garing istilahnya ya, padahal Bandung gradenya naik dengan menyandang julukan Paris van Java :D)

Banyak cara menuju Paris, bisa dengan coach (bus untuk perjalanan jarak jauh antarnegara), kereta, atau pesawat. Link lengkap opsi transport Amsterdam-Paris bisa dibuka di link ini. Dalam tulisan ini, saya bakal review tentang salah satu opsi transport, Eurolines. Dengan opsi ini, kita bisa keliling Eropa dengan harga yang murah meriah cem cireng dan bala-bala (aduh, ga segitunya juga kali.. bikin analogi malah ketauan kangen jajanan tanah air).

Oke mari kita kupas satu per satu brand aliansi 29 co-operate coach company yang armadanya mencakup hampir seluruh Europe ini. Terlebih Amsterdam merupakan opsi paling populer untuk masuk Eropa (banyak pilihan penerbangan) dan Paris adalah opsi wisata paling masyhur di dunia, semoga catatan kecil sebuah perjalanan ini bisa membantu teman-teman 🙂

Harga dan Booking

Naik Eurolines itu cocok buat traveller yang budget minded, biasanya sih mahasiswa atau backpacker yang kantongnya limited (salah satunya saya). Harganya terjangkau, apalagi kalau booking dari jauh hari (harga tiketnya fluktuatif). Apakah otomatis harganya lebih murah dari kereta dan pesawat? Belum tentu, mengingat tanggal booking, one way/PP, amal baik dan harga promo menentukan mahal atau murahnya moda transport yang bisa dipesan online. Tapi most likely, emang iya naek bus Eurolines lebih terjangkau. Normalnya, 35 euro untuk sekali jalan Amsterdam-Paris (70 euro pp). Kemarin saya dapat lumayan miring, 57 euro pp karena booking 2 minggu sebelum berangkat (kalau book sebulan sebelum bisa jadi lebih murah lagi, tapi mana sempet, banyak assignment kuliah :D).

Di balik murah dan simple nya online booking di Eurolines, bersiaplah untuk satu hal unexpected : sudah book dan bayar, tapi dialihkan ke jadwal lain dengan alasan jadwal yang kita book udah full!

Kok bisa? Yah entahlah, ada error di sistem onlinenya Eurolines sehingga calon penumpang masi bisa book walau sebenarnya kapasitas kursi udah penuh. ‘Hebat’nya, saya pernah baca review kejadian yang sama di taun 2011 dan 2012. Dengan kata lain, udah 3 taun dan kasus seperti ini belum solved. Menarik bukan? :v

Atas alasan di atas, group saya pun terpaksa berangkat dan pulang dalam 2 kloter. Alhamdulillahnya, kami dapat telpon pemberitahuan 4 hari sebelum berangkat jadi masih bisa prepare. Nah kalau kita miss info (misal kebiasaan males ngangkat telpon kalau nomer belum tersimpan di contacts), bisa-bisa berkeluh kesah komplain penuh drama di kantor Eurolines. Baca Selengkapnya

Satu Pertanyaan

Masuk ke negeri asing anggota Uni Eropa, memunculkan banyak tanya tentang bagaimana ketatnya proses di imigrasi kedatangan. Terlebih nama saya yang Islami, akankah ada perbedaan perlakuan mengingat negara liberal satu ini termasuk konco dolan nya Amerika dan Inggris (sang teroris sejati yang selalu teriak-teriak teroris)?

Bakal digeledah sampai harus copot baju segalakah?

Suruh bongkar koperkah?

Well, praduga yang ternyata completely wrong. Pengecekan imigrasinya bahkan tidak lebih ketat dibanding di bandara Soekarno Hatta.

Begitu pak petugas lihat saya dan visa yang tertempel di paspor, beliau hanya tersenyum dan mengajukan satu pertanyaan.

“What is your field of study?”

Sambil memberi stempel pada paspor saya. Tok.

paspor cap imigrasi belanda

Saya jawab pertanyaan beliau, juga dengan senyum. Lalu beliau berujar kalimat bahasa Indonesia dengan aksen Belandanya.

“Semoga sukses” 🙂

Thanks. Wow, udah begini doang? Satu pertanyaan doang?

Sakti ini visa student. Atau bisa jadi emang petugas bandara Schiphol yang emang sangat longgar (banyak yang bilang sih Belanda merupakan negara Eropa dengan akses masuk paling mudah).

Kalau tau cuma sesingkat itu, jelas saya bakal jawab dengan kalimat annoying yang lagi ngetrend, “mau tau aja atau mau banget hayoo..” 😀

**

Amsterdam, 24 Agustus 2014

*AMH*

Seseorang nan Indonesia

“I don’t speak in Bahasa”

Eits, kesalahan pertama saya buat di menit pertama datang di Belanda.

Mengira seseorang nan Indonesia, adalah warga negara Indonesia, tentu saja bisa berbahasa Indonesia. Saya sapa spontan dengan bahasa Indonesia.

“I know a little about Bahasa. But I can’t speak”

Ternyata beliau yang 100% berwajah Indonesia (orang Indonesia cukup mudah kan diidentifikasi.. hehe) tidak bisa sama sekali berbahasa Indonesia. Beliau native di sini, warga negara Belanda.

Males deh ngomong sama orang Indonesia pake English (lah itu bukan orang Indonesiaa..)

Usut punya usut, sang Bapak memang punya orang tua yang keduanya asli Indonesia. Tapi beliau tinggal dan besar di Belanda, dan baru kemarin banget pertama kali mengunjungi tanah merah putih.

Okeh, noted. Sepertinya akan banyak WN Belanda peranakan Indonesia yang lahir besar di sini tanpa bisa berbahasa Indonesia. Default, ngobrol dengan bahasa Inggris pada tiap orang yang ditemui. Kalau pembicaraan sudah mengalir dan ternyata seseorang tersebut bisa Bahasa, yowes baru lah ganti mode bahasa.

Jangan sotoy dan judge dari wajah 😀

**

Amsterdam, 24 Agustus 2014

*AMH*

 

Kemewahan yang Tertinggal

Lorong bandara international Schiphol, Amsterdam, terasa lengang saat saya melangkahkan kaki dengan tergopoh-gopoh. Dapat seat di baris belakang, ransel lumayan berat, masih capek duduk 14 jam, tanya info modus dengan noni belanda yang duduk bersebelahan, sampai “tuntutan alami” untuk mengabaikan momen kedatangan (apanya yang alami hehe), membuat saya tertinggal puluhan langkah dibanding para bule yang jalannya ga santai.

Tapi tetep sih. Walaupun ga ada agenda mendesak, berada di belakang itu tidak menyenangkan. So, percepat langkah. Percepat langkah.

btw, pesawat yang mengantar saya

Dalam hitungan detik saya sudah tidak lagi tercecer dari barisan orang-orang yang berbondong ke antrian imigrasi. Emang harus segera menyesuaikan dengan ritme cepat dan straightforward di sini. Sebagai seseorang nan Indonesia, apalagi sebagai orang Jawa yang biasa kalem-gemulai, nambah pace nya mesti cukup ekstrem. Ibarat kendaraan, dari gear 1 langsung ke gear 4. Ahaha.

Bisa? Harus bisa.

Pelajaran kecil di pagi hari ini. Bawa ransel lumayan berat plus perut buncit juga bisa segera menyamai langkah-langkah para bule Londo yang tinggi badannya wah banget (Belanda adalah negeri dengan penduduk dengan rataan tinggi badan tertinggi di dunia). Akan banyak tantangan berat di hari-hari depan.

Tanpa kemewahan yang selama ini selalu didapat di tanah air.

Kemewahan menikmati udara hangat. Di sini masih summer aja berasa dinginnya keterlaluan.

Kemewahan menikmati berkendara dengan kendaraan bermotor. Ntar mesti gowes (bersepeda) ke mana-mana.

Kemewahan menikmati kuliner lezat. Konon di sini kulinernya hambar, setidaknya begitu untuk harga yang tidak menggoyang kantong mahasiswa.

Kemewahan mendengar adzan di seantero lingkungan. Ngarep apa ya dengar adzan.

Kemewahan apa lagi hayo?

Banyak dan akan sangat banyak kemewahan yang tertinggal. Ada jutaan kalimat untuk mengungkapkan keluhan. Tapi akan ada pula satu hal yang selalu jadi pembeda : kemauan.

**

Amsterdam, 24 Agustus 2014

*AMH*