Niat ke Lake Como, Nyasar di Bergamo

Nyasar di tempat yang baru pertama kali dikunjungi adalah hal yang wajar. Berkesan bahkan. Hanya saja alasan di balik nyasarnya ini yang seringkali bikin kesel. Agenda yang udah direncanain bisa geser gara-gara tingkah konyol yang berujung pada ketersesatan. Di cerita ini, saya bakal cerita pengalaman unik nyasar di negeri orang. Lebih tepatnya waktu jalan-jalan di Italia. Gimana tuh nyasarnya?

**

Milano Centrale, 14.00 waktu setempat

Touchdown juga di stasiun utama kota Milan, selepas puas dari stadion San Siro, markas besar klub bola kebanggaan saya, AC Milan. Saking asyiknya menjelajahi stadion impian yang perjuangan ke sananya butuh seperempat abad usaha itu (wkwk lebaaay.. cem begitu lahir ceprot udah jadi Milanisti aja), saya sampai lupa kalau melewatkan jam makan siang dan jadwal ke Lake Como.

Jalan-jalan sendiri bikin jadwal jelas lebih fleksibel sih, tapi kondisi winter (matahari sebelum jam 5 sore udah tenggelam) membuat saya harusnya cukup strict dengan agenda. Biasaa banci foto hasil jepretan kamera bakal menurun drastis kalau udah temaram ga ada matahari. Lake Como sendiri saya agendakan karena tempting dengan taglinenya sebagai danau terindah di Italia, tempat refreshingnya pesohor cem George Clooney, Madonna, Ronaldinho dan Richard Branson, serta penampakannya di google yang seperti ini (gambar dicomot dari findyouritaly.com):

lake como

Menarik sekali bukan?

Liat sejenak jadwal keberangkatan kereta ke Lake Como. Di board terpampang: 14.10.

Beuh 10 menit lagi. Di saat bersamaan kriuk kriuk, perut meronta minta diisi karena dari pagi belum makan. Duh gimana nii.. Kalau makan dulu dan mesti nunggu jadwal kereta selanjutnya, bisa-bisa sampai Lake Como udah gelap ntar. Tapi kalau engga makan dulu, laper. Hmmmm..

Menit 1-2. Berkutat dengan hmmm

Menit 3-6. Ah lama! Impulsif langsung beli tiket dari vending machine. Saking buru-burunya bahkan tanpa mengubah bahasa dari Itali ke Inggris. Emang bisa? Yah, balada orang kepepet tiba-tiba jadi bisaa.. wkwk..

Menit 7-8. Lari menuju gerbang masuk peron, cek tiket sama petugas gerbang

Menit 9. Eh! keretanya di peron mana tadi? Liat di tiket. Aih, kereta regional ga ada tulisan peron. Inget tadi di board jam 14.10, ga pake lama langsung lari ke nomer peron yang terjadwal 14.10. Kalau bentuk keretanya bukan streamline khas kereta cepat antarkota, berarti udah bener.

Menit 10. Masuk kereta tepat sebelum jalan! Yeay! Hahaha *tawa penuh kemenangan*

Jukijakijukijakijuk.. Kereta berangkat…

**

Di dalam sebuah kereta regional. 14.45 waktu setempat

Tiga menit lagi sebelum sampai di Como San Giovanni, stasiun tujuan untuk ke Lake Como. Tapi ada yang aneh di sini. Hmm.. kok dari tadi belum ada tanda-tanda ada danau ya? Waduk Gajahmungkur di Wonogiri aja dari jauh udah keliatan, masa ini danau terbesar ketiga di Itali ga keliatan dari jauh?

Refleks segera aktifkan GPS untuk cek lokasi. Belum sempat berpikir lebih jauh, kereta sudah mulai menurunkan lajunya. GPS udah berhasil mendeteksi lokasi, papan stasiun sudah terlihat, dan jam menunjuk on time 14.48 saat saya menyadari bahwa posisi saya saat itu ternyata di..

BERGAMO!

For those who wonder:

milano bergamo

Jadi hampir satu jam lamanya saya sudah berada di kereta yang salah! Salah arah ga kira-kira. Warbyasa -__-

**

Bergamo, 15.00

bergamo

Apa yang teman-teman lakukan kalau sedang seorang diri nyasar di tempat antah berantah?

Common sense pertama adalah jangan panik. Stay cool. Yang kedua, ya udah sih ditinggal makan aja, ga usah dipikirin. Lha wong emang lapaar. Ingatlah kata orang bijak: Kalau lapar, makan! Perut dibiarin kosong jadi nyasar kaan.. hehe. Ketiga, rada bunglon. Sok cool sama orang sekitar (jangan keliatan seperti orang bingung dan panik, diincer pencopet ntar), tapi berlagak naif kalau sama petugas (misal tadi sampai dicek kondektur kereta, bilang aja waah salah kereta ya pak, baru tau, mohon maklum dong saya turis *pasang muka melas biar ga didenda*). Wkwk..

Setelah perut terisi, fisik sudah pulang. Saatnya untuk pulang lagi ke Milan. Di sinilah sisi impulsif saya kembali mengusik. Ga kapok udah nyasar, belum sampai Milan saya impulsif lagi turun dari kereta di stasiun Monza. Masi kepikiran Lake Comooo..  Hmm tanpa tahu sebelumnya ada engga kereta dari stasiun ini ke Lake Como dari Monza 😀

**

Lake Como, 17.10

lake como

DSCN4097

Ternyata kalau udah punya tujuan, saya akan tetap ke sana. Walau harus dengan nyasar dulu. Hehe. Salaaam dari Lake Como dalam temaram 🙂

 

Jalan jalan San Marino

Bercerita jalan-jalan lagiii.. Hidup udah sepaneng (kaku/bosan dalam bahasa Jawa -red) nih berkutat sama tesis mulu. So, kita lanjutkan saja ya cerita jalan-jalan solo travelling tiga negara yang sempat tertunda.

Negara yang saya kunjungi kali ini adalah San Marino, sebuah negara mungil yang luas wilayah dan jumlah penduduknya ga lebih banyak dari kecamatan di kota Bandung (dengan luas hanya 61 km2 dan penduduk 30ribuan, negara ini termini ketiga di Eropa dan kelima di dunia). Saking mininya, konon jumlah kendaraan di sini lebih banyak dibanding populasi manusianya. Hehe..

Untuk mencapai San Marino, kita mesti menuju kota Rimini (baru denger kota kecil di pinggiran Italia ini? toss samaa!) secara negara ini ga punya bandara dan stasiun. Jalur jalan raya menjadi opsi satu-satunya, antara ditempuh dengan mobil (buat yang punya, atau yang mampu sewa), vespa (aih kendaraan khas Itali satu ini! kembali buat yang mampu sewa), atau duduk anteng di dalam bus (jelas opsi yang diambil oleh mahasiswa gemar menabung kantong cekak cem saya.. wkwk).

Bus Rimini-San Marino

Halte bus menuju San Marino terletak pas di sebarang stasiun kereta Rimini. Haltenya ga catchy sama sekali, cuma papan doang yang ga keliatan dari jauh. Yang bisa jadi patokan: kalau kita keluar lewat pintu utama stasiun Rimini dan menjumpai Burger King di seberang, berarti udah di arah yang benar. Tinggal tunggu saja menjelang jam berangkat karena selain halte yang gitu doang, kota Rimini yang supersepi (sesepi hatiku yang jalan2 seorang diri #gubrak), tiket juga bisa dibelinya langsung ke pak sopir bus. Lima euro untuk one way. Pastikan tidak ketinggalan bus, karena frekuensi transport yang cukup jarang di sini (1 jam sekali – cek jadwal di sini). Bisa mati gaya ntaar kalo ketinggalan transport..

san marino bus

Perjalanan Rimini ke San Marino ditempuh dalam 30 menit saja. Oya, negara kecil San Marino ini terletak di atas gunung (Mount Titano) jadi pemandangan selalu perjalanan lumayaan, apalagi saat dari jauh mulai tampak tower-tower  San Marino yang diselimuti kabut. Misty mountain feel!

Porta San Francesco – Palazzo Publico

Turun dari pemberhentian bus, kita bisa naik lift atau tangga menuju gerbang kota tua San Marino, Porta San Francesco. Sebenarnya ada juga pilihan mengakses sini dengan kereta gantung (funivia), tapi males mesti turun bus di tengah perjalanan dan nunggu giliran naik udaah bilang aja males ngeluarin duit lagi. Selepas Porta San Francesco, mulailah kita naik-naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali… Hehe, lokasi objek wisata San Marino yang berada di atas bukit memang mengharuskan kita menyusuri jalanan menanjak. Tapi no worries, emang pada dasarnya saya lumayan suka trekking. Buat yang agak males dengan tanjakan, ya ga perlu buru-buru karena di sini kiri kanan sepanjang jalan berjejer toko yang tax free (yang hobi shopping), toko pizza yang menggoda selera (yang doyan kuliner), atau ya dikit-dikit ambil foto yang instagrammable (yang demen foto). Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Palazzo Publico, plaza utama tempat orang San Marino kumpul untuk upacara kenegaraan.

porta san francesco

palazzo publico

Ini nampilin fotonya kok berasa sok-sokan ke sana pakai mobil mewah yaa.. wkwk

The Three Towers 

Nah objek wisata utama yang juga jadi simbol di bendera San Marino adalah tiga tower utama: Guaita (tower tertua dan paling dikenal), Cesta de la Fratta (tower tertinggi) dan Montale (tower terkecil)

Untuk masuk tower Guaita, sang tower utama, kita perlu bayar 4.5 euro. Harga yang sama untuk tower kedua (atau ada paket combo ya? lupa deh, ga masuk tower kedua soalnya). Dari atas tower kita bisa melihat pemandangan  negara San Marino dari ketinggian. Walau ga keliatan jelas karena kabut di mana-mana. Kayaknya dua kata: “tower” dan “kabut” itu merangkum banget deh tentang negara ini. Walau untuk kata yang kedua agak debatable sih karena saya ke sana waktu winter. Musim panas mungkin bakal terang benderang dan foto tower yang didapat pun lebih caem *foto tower berkabut suasana misty mountain juga bagus ding (menghibur dirii) 😀

Guaita Fortress

Guaita

Cesta de la Fratta

della frata

Montale

montale

Asik lho, teman-teman, menyusuri jalanan antar tiga tower itu. Guaita dan de la Fratta dapat disusuri dalam jalan berundak dengan jurang menganga di sebelah kiri, sambil menikmati dinginnya kabut. Sedangkan antara de la Fratta dan Montale jalan setapaknya berasa di dalam hutan. Ga banyak yang jalan ke Montale karena memang tower ketiga ini satu-satunya yang ga dibuka untuk publik. Untung saja saya tidak melewatkan trekking ke Montale karena suasana sejuk jalanannya yang mendamaikan hati (auwah) plus hadiah kecil ujung jalan, kebetulan sekali tower mungil itu kena sorot matahari, dapet juga foto yang backgroundnya langit biru. Hehe…

Perjalanan berikutnya dihabiskan dengan turun anak tangga menuju tempat mangkal bus. Berasa cukup singkat kunjungan kali ini mengingat bus hanya ada sampai sore dan saya mesti melanjutkan perjalanan ke kota air Venezia. Cerita di kota nan cantik itu sudah saya tulis di postingan sebelumnya. Monggo kalau mau baca..

Sampai jumpa di cerita selanjutnyaa… 🙂

 

 

 

Jalan-Jalan Sehari di Roma

Banyak jalan menuju Roma.

Banyak pula cara untuk menikmati keindahan ibukota Italia ini. Ada yang datang tersebab agama (buat teman-teman yang beragama Katolik, di sinilah pusatnya -Vatican), keajaiban dunia (gladiator arena, Colosseum), klub bola (antek-anteknya pakde Francesco Totti), movie mania (film pemenang Oscar 2000, Gladiator, bersetting di sini), novel penuh tanda tanya (maksudnya Angels & Demons, best seller novel-nya Dan Brown nan sarat twist), manga (turnamen Dressrosa di One Piece) dan beragam alasan lainnya. Well, pada dasarnya emang Roma kota yang teramat kaya akan sejarah, budaya dan cerita sebagaimana julukannya: La Citta Eterna (kota abadi) 🙂

Nah, bagaimana dengan saya? Atas alasan apa datang ke Roma?

Ga ada alasan spesifik kok, pengen jalan-jalan aja.. (bohong banget!). Ahaha, simpulkan sendiri deh, yuk ikutan jalan-jalan seharian keliling Roma..

rute roma

Mengingat agendanya jalan-jalan, in fact saya emang beneran lebih banyak jalan kaki. Untungnya objek menarik di Roma lumayan reachable dengan jalan kaki (di penghujung agenda, tetep berasa sih gempornya.. hahaha). Pertama banget, mesti naik metro A dulu dari Termini (sebisa mungkin kalo di Roma cari akomodasi yang dekat dengan stasiun Termini, kawan, karena ini hub utama yang berada tepat di jantung kota) jurusan Battistini, turun di “Ottaviano S.Pietro – Musei Vaticani”. Setelahnya, serahkan pada kaki dan peta 😀

  1. St. Peter’s Square, Vatican

vatican 1

Dari metro Ottaviano, jalan dikit maka kita akan melihat tembok tinggi besar yang menjadi pembatas negara independen terkecil di dunia, Vatican. Pilih antara belok kanan untuk menuju Museum Vatican (16 euro tiket masuknya) atau lurus terus untuk ke St. Peter Square.

St. Peter Square, atau Piazza San Pietro dalam bahasa lokal, merupakan tempat umat Katolik berkumpul untuk mendengar khutbah dari Pope. Lapangan luas ini mencakup keberadaan St. Peter Basilica, obelisk di tengahtengah, dan colonnade, pilar-pilar megah di sisi kanan dan kiri piazza hasil karya seniman dan arsitek kenamaan abad 17, Gianlorenzo Bernini.

vatican 2

Nah kalau udah bicara Bernini, para fans Dan Brown novel pasti cukup ngeh karena hasil karyanya jadi clue intrik, kontroversi, misteri dan thriller intens di novel (dan film) “Angels and Demons”. Di antara empat altar of science, St.Peter’s Square  melambangkan salah satu elemen utama: AIR.

2. Castel Sant Angelo

castel sant angelo

Satu garis lurus dengan St. Peter’s Square, ada Castel Sant Angelo, disebut sebagai sarangnya Illuminati di novel barusan. Antara dua tempat itu, ada Il Passeto, jalan rahasia ke Vatican tempat kejar-kejaran Professor Langdon (protagonis utama di novel, diperankan Tom Hanks di film) dengan sang pembunuh makin breathtaking.

Di depan Castel, ada Ponte Sant Angelo (bridge of angels). Sayangnya waktu saya lewat baru direnovasi, tetep bisa dilewatin pejalan kaki tapi jadi kurang caem buat foto-foto 😀

3. Piazza Navona

Another square, kali ini point of interestnya air mancur Fountain of Four Rivers yang melambangkan empat sungai besar di masing-masing benua: Danube (Eropa), Gangga (Asia), Nil (Afrika) dan Rio della Plata (Amerika). Sebagai altar of science, elemen yang terwakili tentu saja, WATER.

piazza navona

4. Pantheon

Terakhir dari napak tilas Angels and Demons, Pantheon merupakan tempat awal yang salah diidentifikasi Professor Langdon sebagai wakil elemen EARTH. Tapi di sinilah ia bertemu dengan sang partner yang nantinya bakal bahu-membahu mengungkap misteri  sampai akhir cerita.

pantheon

5. Fontana di Trevi

Yuhu.. beralih kita dari tema per-Dan Brown-an. Berikutnya adalah air mancur paling masyhur se Roma, atau bisa jadi se Italia. Fontana di Trevi..!

fontana di trevi 2

Kalau teman-teman pernah dengar cerita mitos jika melempar koin ke kolam maka suatu saat kita bakal kembali ke Roma lagi, nah di kolam air mancur inilah tempatnya. Beneran deh banyak banget yang percaya dan melakukan ritual lempar koin tersebut.

Kalau saya? Ya samaa… Hahaha…

Engga ding, saya lempar koin juga. Tapi ke penjual gelato di sebelah. Gelato berbeda dengan ice cream biasa karena lebih soft dan lebih lama melelehnya. Rasanya? Jangan tanya. Gelato cafe Itali di Jakarta aja enak pol, apalagi di negeri asalnya. Uhh…

fontana di trevi 1

Menikmati gelato pistachio di depan Fontana di Trevi, sambil mikir gimana caranya ambil koin-koin euro di dalam kolam… buat beli gelato lagi. Ahaha. Ga peduli winter, everyday is a great day to eat gelato 😀

6. Spanish Steps

Tempat berikutnya dari agenda jalan-jalan Roma. Anak tangga yang diklaim sebagai “anak tangga terlebar di Eropa” bernama Spanish Steps. Di dekat kompleks ini (Via Condotti), terdapat banyak toko brand-brand mewah cem LV, Prada, Gucci, dan lainnya yang tentu saja ga terjangkau sama saya.

Again, kenapa sih point of interest-nya baru direnovasii.. Mestinya kan bisa terlihat lebih elegan. Tapi berhubung saya habis makan gelato, mood jadi oke, maka renovasi ini dimaafkeun lah ya 😀

spanish step

7. Colosseum

Objek wisata terakhir dari agenda Roma, udah ga jalan kaki lagi. Sudah gempor saudara-saudaraa…

Lho, katanya baru fresh lagi habis makan gelato?

Iya sih, tapi jarak Spanish Steps ke Colosseum nampaknya emang perlu bantuan metro  huhu. Metro A dari Spagna ke arah Anagnina transit/turun di Termini, lalu oper ke Metro B ke arah Laurentina, dua stasiun berikutnya sudah “Colosseo”

colosseum 1

Sepertinya ga perlu banyak cerita tentang keajaiban dunia nan masyhur ini ya. Cuma satu saran penting ga penting, sebelum ke Roma download dulu soundtrack Gladiator, lalu pas jalan ke arah Colosseum dengerin itu lagu. Kerasa Roma banget!! 🙂

It is not death that a man should fear, but he should fear never beginning to live

**

Ini jalan saya ke Roma. Bagaimana jalan kamu?

Happy traveling! 😉

Solo Traveling 6 Hari: Italia, Vatican, San Marino

Experience unlocked: Solo traveling

Dua minggu yang lalu, atau tepatnya 19-24 Januari 2016, saya baru saja menjajal pengalaman baru: jalan-jalan sendirian. Hmm.. Lucu juga sebenarnya di umur 25 baru pernah sekali ini traveling tanpa teman, seringnya butuh tukang foto teman ngobrol atau kulineran atau kikuk bahasa atau tersesat, intinya seru-seruan bareng. Kerapkali traveling grup kecil (bareng 1-2 teman), atau sesekali rombongan 5-10 sohib (seperti dulu backpacker ke Lombok).

Nah, gimana nih kalo traveling sendiri.. Seru jugakah?

Kalo unlockednya ke tiga negara yang belum pernah dikunjungi sebelumnya, ga ngerti bahasanya, ga kenal karakter orangnya.. Bukankah semua yang bakal ditemui adalah sesuatu nan baru dan seru? Hihi…

Semua experience unlockednya coba saya summary di sini, untuk kemudian ditulis sub-cerita di postingan berikutnya 🙂

Day 1-2 : Roma – Vatican

Banyak jalan menuju Roma. Begitu peribahasa yang sering kita dengar sedari SD. Well, jalan saya ke Roma diantar oleh maskapai budget kesekian yang pernah saya coba (maklum mahasiswa, mampunya beli tiket budget), Vueling Airlines. Namanya maskapai murah meriah, pada prosesnya muncul sedikit waswas. Udah bayar tiket, eh invoice-nya baru datang beberapa hari kemudian setelah kontak lewat.. twitter! Walau proses awal acakadut, entah bagaimana si maskapai Spanyol itu bisa terbang smooth, tanpa delay, bahkan di perjalanan pendek dari Amsterdam ini sampai Roma terlalu cepat 30 menit dari jadwal! *menarik untuk di-review lebih lanjut nih maskapai-maskapai budget di Eropa *

Di Roma saya menginap di budget hostel sekamar berempat. Pengalaman baru sekamar dengan international traveler yang tentu tidak saling kenal sebelumnya. Komposisi roommatenya: Seorang Indonesia yang terdampar di Leiden, seorang Singapore, mahasiswa NTU yang sedang exchange di Madrid, dan satu lagi orang Chile yang sedang exchange di Barcelona. Kami asik mengobrol tentang agenda traveling masing-masing saat roommate terakhir datang. Botak dengan tatapan datar tak bersahabat dan badan besar kekar cem tukang tawur di film Green Street Hooligan. Tanpa dikomando, kami mengakhiri obrolan, menciut dalam selimut masing-masing, dan berharap esok pagi masih bisa menatap mentari. People really do judgment. Hahaha… *pengalaman di beragam akomodasi mulai dari nebeng temen, hostel, sampai hotel unyu juga nih diceritain *

Esoknya saya memulai jalan-jalan dari Vatican, negara terkecil di dunia yang dikelilingi tembok tinggi di dalam Roma. Dari St. Peter’s Square, tempat penganut Katolik Roma berkumpul untuk mendengarkan kutbah dari Paus (Pope), objek menarik lainnya menunggu di sepanjang perjalanan balik ke pusat kota. Jalan kaki ke Ponte St. Angelo, Piazza Navona, Pantheon, Fontana di Trevi sampai di Spanish Steps. *bisa dibaca di: Jalan Jalan Sehari di Roma*

Next, mengunjungi masjid terbesar di Eropa yang surprisingly berada di Roma. Sayang karena letaknya yang jauh di pinggiran, saya hanya sempat melihat kubahnya dari jauh, ga sempat sholat di sana. Huhu *cerita tentang pengalaman mengunjungi masjid-masjid di Eropa juga belum sempat ditulis nih*

DSCN3707

Terakhir sebelum lanjut ke kota berikutnya, ga boleh ketinggalan nih foto di depan salah satu keajaiban dunia, Colosseum. “Seven wonder RPUL version” keempat setelah Candi Borobudur, Ka’bah, dan Eiffel. Ahaha, maksa banget ya, keajaiban dunia-nya masi ngikut jaman baheula :p

Perjalanan pun lanjut ke kota kecil bernama Rimini, tempat transit sebelum esoknya ke San Marino.

Day 2-3 : Rimini – San Marino

Jarak Roma-Rimini dilibas dalam waktu singkat dengan kereta FrecciaRossa, kereta kelas tertinggi di sistem perkeretaapian Itali. Kok sombong naik kereta itu padahal di Indonesia aja naik Argo Bromo kaga pernah? Err.. Di Itali, tarif keretanya jauh lebih murah dibanding Belanda, plus ada paket supereconomy yang memungkinkan beli dengan harga supermiring (lebih murah dibanding naik Argo) untuk kereta high speed line nya. Jadi tetep ya, ada pertimbangan budget juga 😀

Sampai Rimini jam 9 malem, udah ga ada public transport yang jalan dong. Sang kota kecil nan sepi ini pun mempersilakan saya untuk kembali jalan kaki (beneran deh, kalau travel sendiri itu jadi jauuh lebih banyak jalan kakinya). Setelah jalan kaki sejauh 2 km menuju hostel (jauh ga tuh?), saya mendapati bahwa hostel yang saya pesan sudah full booked dengan nama saya tidak ada dalam listnya.

Whaaatt!!??

Hari sudah segelap itu, di kota kecil antah berantah Rimini (pada belum pernah dengar namanya kan?), mendapati error dalam booking tentu bukan kondisi yang mengenakkan. Duh. Gimana dong? *tunggu ceritanya di insiden hotel Rimini.. hihi*

Lepas dari problematika hari sebelumnya, saya fully fresh untuk naik-naik ke puncak gunung Titano, tempat negara mungil lain di dalam Italia (terkecil kelima di dunia), San Marino. Cuacanya sedang berkabut banget, tapi malah unik karena the three tower, tiga menara benteng pertahanan yang menjadi simbol San Marino jadi terlihat lebih mistis. Trekking asyik menyusuri anak tangga mulai dari tower pertama (Guaita) yang merupakan tower tertua, tower kedua (Cesta) sang tower tertinggi, sampai ke tower ketiga (Montrale) yang paling mini di antara ketiganya. *bahas lebih lengkap di sub-cerita ya 🙂 *

DSCN3819

Day 4 : Venice

Kalau sampai Rimini jam 9 malam aja muncul masalah, gimana kalau sampai di Venice jam 10 malam dan masih harus untuk mencari-cari hostel? Mengingat jalan utama Venice adalah kanal, jalanan yang disusuri adalah gang-gang kecil. Gimana kalau tersesat, dipalak orang, digonggongin anjing?

Ahaha, that’s why we travel, right? The world is not as scary as we think it is. Setelah jalan santai diantara temaram lampu malam Venice nan syahdu, secara kebetulan saya ketemu yang punya hostel di warung kebab! Bahkan dapat tiga combo: kebabnya (yang entah kenapa punya rasa kaya kebab Indonesia.. nyaam), hostelnya (ketemu yang punya) plus tempat sholat (sang bapak ternyata muslim Bangladesh, namanya Zainal Abidin.. kok mirip nama tetangga ya.. hehe). Alhamdulillah.

Di hostel roommate saya orang Jepang, hore fellow Asian (berasa lebih ramah aja sih) dan hore lagi karena bisa ngobrol tentang Water Seven, epic setting di manga One Piece yang terinspirasi dari Venice, bareng si kompatriot Oda-sensei itu.

Kota air nan menawan. Begitu saya tulis secuplik dalam postingan sebelumnya. Dimulai dari belanja buah di Rialto Market, mengunjungi square utama Piazza San Marco sampai bridge hunting. Apaan bridge hunting? Jadi to, ada empat jembatan besar yang membelah Grande Canal, kanal besar Venice. Keempatnya unik:  Ponte dell Accademica (terbuat dari kayu), Ponte Scalzi (batu), Ponte Calatrava (besi) dan Ponte Rialto (the main icon). Caem pokoknya kalo ambil foto bangunan dan kendaraan Venice (gondola, vaporetto) yang berlalu lalang di kanal dari situ *diceritain lebih lengkap di post selanjutnya ya*

DSC_3078

Day 5-6 : Milan

Childhood dream! Milan adalah kota impian saya sejak zaman bocah, mengingat saya sudah jadi Milanisti sejak umur 9 tahun. Siapa nyana, tepat 17 tahun kemudian saya bisa berkunjung ke San Siro, markas AC Milan. Uhh… Priceless moment bangeet.. *masi mencoba merangkai kata yang tepat bagaimana “impian bodoh” di masa kecil bisa menjadi pemicu semangat yang efektif *

DSCN4062

Kunjungan di Milan sendiri merupakan yang paling comfortable di antara semuanya. Akomodasi? Nebeng. Jalan-jalan dalam kota? Ada tour guide. San Siro museum? kebetulan ketemu guide dari Indonesia. Transport? Baru bagus-bagusnya, mengingat metro 6 yang driverless itu udah dibuka dan stasiun masi bersih habis Milan Expo. Ujung-ujungnya tinggal menikmati gelato sambil jalan di Piazza Duomo 😀

Well, senyaman-nyamannya di Milan, ada kejadian koplak juga karena error simplifikasi yang menyebabkan saya salah naik kereta. Saat harusnya menuju Lake Como, saya malah baru sadar salah kereta saat sudah di Bergamo (dari awal banget udah salah masuk kereta!). Bagaimana bisaaa? *nah, cerita konyol itu bisa dibaca di postingan Lake Como*

**

Demikian summary “experience unlocked: solo traveling” ke Italia selama 6 hari. Mesti dipotong jangan panjang-panjang biar ga nyangkut di draft mulu. Semoga subcerita bisa segera ketulis juga. Hehehe..

Happy Traveling! 😉

Venezia : Kota Air nan Menawan

Buongiorno, Venezia!

“Buon Giorno” adalah ucapan “Good Morning” ala Italia. Apakah itu berarti orang yang menyapa berharap kita mendapat pagi yang indah, atau memang pagi akan selalu bagus apapun yang kita rasakan, atau ini adalah satu pagi untuk memulai something good?

Well, bisa jadi semuanya terangkum dalam satu frase, sebagaimana kata Bilbo Baggins di Lord of the Ring. Whatever, semangaad pagii teman-teman semua 🙂

venice_morning_day

Minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi salah satu kota impian dalam bucket list saya, Venice.. atau dalam bahasa lokal, Venezia. Kenapa kota ini begitu menarik untuk dikunjungi? Tak lain tak bukan karena superuniknya: City of Water aka The Floating City. Kota-kota di Belanda juga banyak kanal sebenarnya tapi sebagai support system aja, sementara kota satu ini.. kanal adalah jalan utamanya. Alih-alih motor, mobil atau bus, vaporetto (kapal) maupun gondola menjadi kendaraan primer.

Jalan-jalan menyusuri gang di Venezia sungguh nice experience karena setiap sudut kota menawarkan warna yang menawan. Coba tengok beberapa kanal yang saya lewatin berikut ini:

DSC_3094

DSC_3076

Cantik, bukan? 🙂

Karena saya solo travelling ke Venezia ini, keliling kota saya lakukan cukup dengan berjalan kaki. Menyusuri gang-gang sempit, mencoba menikmati getting lost in Venice (walau ga pernah sampai tersesat amat, entah karena navigasi saya lumayan atau dasarnya banyak petunjuk menuju objek wisata utama.. hehe), sambil foto-foto tentunya.

Kenapa ga naik gondola, perahu khas Venezia nan masyhur itu?

Well, dua alasan utama:

  1. Mahal bingit. Perlu merogoh kocek lumayan dalam mengingat harganya yang bisa sampai 80 euro untuk 30 menit doang. Satu gondola maksimum 6 orang, dengan kata lain, harga akan minimal kalau patungan berenam. Lah kalau sendiri?
  2. Ada beberapa experience di dunia ini yang tidak elok nampaknya dinikmati as a single.. Wkwk… #baper #biarin

DSCN3904

DSCN3921

Oya, saya mengunjungi Venezia ini pas winter (musim dingin). Keuntungannya? Jumlah wisatawan ga padet, jadi kerasa lebih asik nyusurin gangnya. Harga akomodasi juga cenderung lebih murah. Plus, bau kanalnya ga menyengat sama sekali dan nyamuk memilih untuk tidak hidup, beda dengan musim panas. Kekurangannya? Selain udara dingin, langit gloomy. Mendung gitu kurang maksimal untuk ambil foto. Hehe. Pun jadwal restorasi Venice yang seringkali dilakukan di kala musim dingin tiba (make sense sih, biar pas banyak pengunjung udah tertata rapi lagi). Waktu saya di sana, Rialto Bridge dan Piazza San Marco sedang ada perbaikan. Cukup disayangkan.

Tapi Venezia tetaplah Venezia. Dari sunrise sampai sunset tiba, selalu menawan dan penuh warna.

DSCN3949

DSCN3951

DSCN3969

Alhamdulillah. Satu lagi bucket list yang tercoret.

Tunggu cerita lebih lengkapnya ya.. 🙂

Jalan-Jalan Keluarga: Pantai Nampu

Setelah puas mengunjungi Museum Kars Indonesia, kami sekeluarga melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, pantai Nampu! Pantai ini merupakan surga yang tak dirindukan tersembunyi (hidden paradise) di ujung selatan kabupaten Wonogiri. Karena di Solo Raya hanya kabupaten inilah yang berbatasan dengan Samudera Hindia, maka bolehlah pantai Nampu ini kita sebut pantai paling indah se-Solo Raya (eks karesidenan Surakarta) :v

Perjalanan menuju Nampu itu gampang-gampang susah. Gampang karena saya baru saja dari Museum Kars di Pracimantoro, tinggal lanjut ke arah Paranggupito. Walau minim petunjuk jalan, tapi banyak warga yang ramah dan tau arah menuju Nampu, anak SD sekalipun. But yeah, jalannya naik turun, berkelak kelok, dan labil (ada yang aspal halus, ada yang ambyar). Sangat tidak direkomendasikan ke sana dengan mobil sedan atau motor ceper. Buat yang sering mabuk perjalanan, siap-siap ekstra effort. Diambil hikmahnya aja, semua yang berkaitan dengan “surga” itu selalu berkelak kelok dan butuh usaha ekstra, bukan? tapi bisa dinikmati.. 🙂

**

Setelah kurang lebih 1,5 jam perjalanan dari Museum Kars Indonesia, tibalah kami di pantai Nampu. Tiket yang mesti dibayarkan murah habis, hanya 2500 rupiah! Mungkin karena belum dikelola Dinas Pariwisata ya, masih dijalankan oleh warga sekitar. Padahal begitu sampai di tempat parkir, keluar dari mobil, pemandangannya langsung WooW.. Baca Selengkapnya

Jalan Jalan Keluarga: Museum Kars Indonesia

Barangkali kita mesti iri pada air yang menetes di kawasan kars itu. Hah, air yang menetes apa? Tenang kawan, simpan tanyamu sejenak dan mari kita berjalan-jalan.

Sudah pernahkah teman-teman berkunjung ke Gua Gong, gua yang diklaim sebagai gua terindah se-Asia Tenggara? Atau menyusuri pegunungan seribu (Gunung Sewu) yang membentang dari sisi selatan Jogja (pantai Parangtritis) sampai kabupaten Pacitan, Jawa Timur? Bila yang tersebut barusan merupakan kawasan berbentuk kerucut, sudah bertemukah juga dengan kawasan tebing tinggi menjulang di Maros Pangkep, Sulawesi Selatan? Jika belum, sebelum teman-teman keliling dunia dan berdecak kagum pada Halong Bay (Vietnam), tebing avatar Tianzi (China) pun Montserrat (Spain), tengoklah dahulu keindahan alam di tanah air kita itu. Setidaknya cek dulu gambarnya di mbah gugel. Aduhai menawannya.

Semua yang tersebut tadi, baik yang di dalam maupun luar negeri, merupakan kawasan KARS. Aduh, apa lagi ituh, Kars? Hmm.. Konon sih (as wiki said) definisinya: bentuk permukaan bumi yang dicirikan oleh depresi tertutup (opo iki?), drainase permukaan, dan gua.

Kars terbentuk oleh pelarutan batuan. Salah satu proses yang elok yakni terbentuknya gua. Retakan di permukaan batu gamping, terbasuh oleh air (hujan, sungai, dsb). Air tersebut melarutkan zat kapur dari sang batu, membawa senyawa karbonat, lalu menetes jatuh ke relung di bawahnya. Dalam kurun waktu yang luamaa (si airnya gigih dan sabar), tetesan ini meluruhkan sisi atas membentuk stalaktit, sedangkan yang jatuh dan menggumpal di bawah jadi stalagmit. Stalaktit dan stalagmit inilah yang acap kita lihat di dalam gua cem Gua Gong. Pilar putih, mulus, merona, bercahaya, kokoh pula! Aih eloknyaa..

stalaktit

Maka barangkali begitulah gejolak cinta kita (wah, kata-kata seperti ini biasanya malesin, wkwk). Ada retakan di hati, lalu datang seseorang yang memberi kesejukan laiknya air, melarutkan hal-hal buruk, hingga menetes membentuk penyangga yang kokoh dan indah di relung hati kita yang terdalam. Aiih..

**

Okeh, mohon maaf atas pembukaan yang ngelantur. Oh, karena belum tertulis di postingan sebelumnya, saya juga mau ngucapin Minal Aidin wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir Batin. Mohon maaf jika ada salah baik yang disengaja (sotoy, garing) maupun yang tidak disengaja (salah kata, salah ketik) dalam blog sederhana ini. Semoga ke depan kita sama-sama bisa menuliskan hal-hal yang lebih baik lagi di ranah maya ini 🙂

Lebaran 2015 ini saya mudik ke kampung halaman, meninggalkan sejenak rutinitas di negeri kincir angin. Selain sungkem dan kulineran, tak afdol rasanya kalau belum jalan-jalan bersama keluarga. Pengennya sih ke pulau nusantara yang lumayan jauh, ke pulau Weh, Belitong, atau Komodo gituh. Tapi apa daya biaya tak cukup jadwal masih belum sinkron. Bahkan untuk yang agak jauh tapi masih di pulau Jawa cem Bromo-Semeru pun ga sempet. Tapi tahfafa, liburan keluarga itu bukan perkara tempat, melainkan kebersamaan yang utama. Tak bisa yang jauh, yang dekat pun tak masalah. Dan kali ini, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Museum Kars Indonesia. Baca Selengkapnya

Keliling Belanda dengan Dagkaart : Belanda Selatan

Di postingan sebelumnya, kita udah kenalan dengan yang namanya Dagkaart. Nah, tulisan ini akan membahas opsi kota-kota yang bisa di-explore dengan Dagkaart.

Pertanyaan pertama, bisa ga sih keliling dari ujung ke ujung muterin Belanda selama satu hari? Secara teoritis hitungan awam sih, itu peluangnya sangat minim bisa terjadi. Kenapa?

  • Belanda itu kecil-kecil tapi pemandangannya biasa-biasa aja. Lah! Alasan macam apa ini. Ahaha, sesekali mainstream “merendah untuk meninggi” (cuh. ampuun). Mending bro, sis, dicek aja link kenapa Belanda is the worst place on earth
  • Bisa keliling Belanda seharian hanya bisa dicapai dengan perencanaan yang presisi (tanpa ada acara telat bangun, ketinggalan kereta atau perbaikan jalur) dan hanya mengunjungi stasiun doang.
  • Menyambung poin kedua: Kalau sowan ke stasiun doang terus foto selfie di depan tulisan kota mah ngapain. Kurang menghayati makna travelling untuk refreshing (e tapi bisa jadi bagi sebagian orang, hal tsb cukup fresh ya.. maapkan kecenderungan generalizing saya.. hehe)
  • Jarak tempuh dua kota ‘ujung dunia’ di Belanda, ya sebut saja Groningen dan Maastricht itu mencapai 4,5 jam. Pulang pergi bisa 9 jam, itu kalau hanya 2 kota. Kalau mau banyak kota? Susaah..

Berdasar alasan di atas, cukup beralasan kan ya kalau saya membagi perjalanan asik keliling Belanda Dagkaart menjadi tiga bagian. Bagian pertama ini membahas opsi untuk kota-kota di Belanda bagian selatan dulu. Tentu saja tidak ada pembagian formal Belanda menjadi utara, tengah ataupun selatan. Itu mah sekehendak hati saya aja, toh gampang membagi wilayah gini, ga kaya membagi hati *aih, ngelantur*

Kota mana aja yang cukup asik untuk masuk list itinerary Dagkaart?

1. ‘s-Hertogenbosch

Ini nama kota nyleneh amat ya.. Dimulai dengan tanda petik, terus satu huruf konsonan terjepit petik dan strip (karepe opoo.. -_-). Yawda lah ya kalau lidah jawa saya mem-pronounce sederhana: Serto khenbos :v

Gini gini ibukota provinsi loh (North Brabant). Stasiunnya juga cukup besar dan landmarknya berada ga jauh (cuma selemparan sandal, kalo yang nglempar jago) dari stasiun. Baca Selengkapnya

Menikmati Kereta di Belanda 3 : Dagkaart

Lanjut lagi postingan tentang kereta di Belanda. Bagi kantong mahasiswa, harga kereta di Belanda itu bisa dibilang mahal (walaupun harus diakui cukup sebanding sih dengan tingkat kenyamanannya). Sekali jalan naik kereta Leiden-Den Haag yang berjarak tempuh 15 menit saja, 3,4 euro (sekitar 50ribu rupiah). Mahal kaan?

Emang sih kalau bagi yang menetap di sini bisa dapat korting 40% (paket Dal Vordeel) ataupun voucher gratis kala weekend (paket Weekendvrij). Kedua paket itu akan saya bahas di postingan tersendiri, untuk sementara diinfokan sekilas bahwa keduanya punya kelemahan masing-masing. Korting 40% kalau mau menjangkau jarak jauh, tetap bakal bikin kantong mahasiswa (cem saya) berkabung dukacita. Sedangkan paket weekend, rekening kita otomatis terpotong 29 euro per bulannya (bakal untung kalau tiap weekend jalan-jalan, tapi kalau weekendnya cuaca galau dan banyak tugas begimane?)

Nah, ada solusi keliling Belanda yang lumayan murah buat traveller yang tipenya kurang lebih seperti ini:

  • Mahasiswa gemar menabung kantong cekak, budget tipis
  • Frekuensi jalan-jalan bulanan ga sering-sering amat
  • Tetep pengen refresh keliling Belanda dengan harga terjangkau
  • Alokasi waktu travelling ga banyak, atau emang terpaksa jadi limited gara-gara tugas kuliah nan bejibun
  • Lebih menikmati jalan-jalan sendiri atau dalam kelompok kecil, dengan sobat-sobat terdekat sehingga males menginisiasi NS Groupticket

Nama solusinya tak lain sesuai di judul: Dagkaart (arti : Tiket Harian). Jadi, ini tiket yang bisa digunakan untuk naik kereta ke mana aja di Belanda, asal dalam hari yang sama. Dagkaart dijual di toko-toko tertentu dan dalam jangka waktu tertentu juga, jadi mesti update info. Tapi buat mahasiswa, update info cem gini mah basic instinct, cepat tanggap pokoknya. Berikut penyedia dagkaart berdasar tren bulanan : Baca Selengkapnya

Menikmati Kereta di Belanda 2 : Stasiun

Stasiun adalah tempat bersemayamnya kenangan. Tempat berucap selamat jalan. Antara menggapai harapan atau bersiap akan kehilangan. Toh apa pula makna perjalanan kalau tanpa kenangan, harapan dan kehilangan.

Sounds mellow?

Bahaha.. itu tadi sebenarnya mensarikan lirik lagu “Stasiun Balapan”nya Didi Kempot dari sudut pandang yang lain. Soalnya pas mau nulis tentang stasiun, pasti ingetnya lagu tentang stasiun di Solo Berseri itu.. 😀

**

Setelah kemarin berkenalan dengan jenis-jenis kereta di Belanda, yuk berikutnya kita lihat daftar station yang menarik di negeri kincir ini. Menurut on the spot, inilah 7 stasiun terbesar (based on passangers) dan cerita saya di sana :

1. Utrecht Centraal

taken from : wikipedia
taken from : wikipedia

Stasiun terbesar di negeri van Oranje dipegang oleh Utrecht Centraal. Hal yang wajar mengingat letak kota Utrecht benar-benar berada di center. Walau hanya berstatus kota terbesar keempat (setelah Amsterdam, Rotterdam dan Den Haag), tapi karena di antara kota-kota tadi jadi ya yang melintas cenderung lebih banyak.

Di sini juga merupakan markas besar (HQ) dari NS, sang operator utama perkeretaapian Belanda. Udah gitu stasiunnya terintegrasi sama mall pulak, pertama ke sana bingung deh mana pintu keluarnya.. Saya mau jalan-jalan ke pusat kota wooy, bukan mau belanja!! 😀

Belum puas dengan status stasiun terbesar dan tergabung dengan mall, Utrecht Centraal on progress membangun tempat parkir sepeda terbesar di dunia.. Wohoo..

2. Amsterdam Centraal

amsterdam

Stasiun dengan arsitektur klasik yang menawan. Usut punya usut, arsiteknya merupakan orang yang juga mendesain Rijkmuseum Amsterdam (museum national art yang berada di dekat tulisan supermainstream, I Amsterdam). Nuansa klasiknya dapet deh..

Mengingat kunjungan turis yang bejibun di Amsterdam, stasiun ini selalu sangat padat dengan lalu lalang mereka. Saya sendiri kurang suka dengan suasana crowdednya. Bagaimanapun, stasiun ini selalu jadi first option kalau mau kumpul ketemu reunian. Boleh jadi karena dekat dengan objek wisata populer seperti Rijkmuseum, Dam Square, atau untuk yang telat puber, Red Light District 😀

3. Rotterdam Centraal

rotterdam centraal

Nah, salah satu stasiun dengan desain futuristik. Dibandingkan Amsterdam, saya  lebih suka stasiun modern nan caem ini. Beruntunglah Rotterdam yang luluh lantak karena Perang Dunia II (lah?!), berkat itu bangunan di kota ini mayoritas desainnya fresh, enak diliat. Hehe.. Mungkin itu bukti juga ya kalau rasa sakit dan cobaan itu, bisa jadi pijakan untuk step up jadi lebih baik, dan secara ga langsung terlihat makin fresh pula di mata orang lain (auwah sok bijak :v ) Baca Selengkapnya