Paris Trip : Keliling Paris dengan Metro

Nasi sudah menjadi bubur. Karena bubur udah ga bisa jadi nasi lagi, yaudahlah tinggal ditaburin ayam, daun bawang dan bawang goreng. Nyam, nikmat tiada tara.

Duh, kenapa jadi bubur ayam (?)

Yuph, walau paragraf di atas terkesan menggambarkan diri saya yang kangen kuliner Indonesia, tapi intinya bukan itu. Tapi sebaris kiasan yang penuh hikmah (cieh, hikmah dari mananya). Maksudnya, sesuatu yang sudah telanjur terjadi dan ga bisa diulang lagi, yaudah ga usah disesali, tinggal cari cara untuk menikmati aja 😉

**

Well, ceritanya dimulai dari sini :

Saya yang baru tiba di Paris via Eurolines, sok aksi nanya petugas metro dengan bahasa Prancis yang ala kadarnya (maklum, dulu les ga tamat, sekarang udah lupa pula -_-). Sepatah dua patah kata masih terucap untuk menghormati negara yang ga suka ngomong English ini, meski setelah itu tetep terpaksa bilang “Vous parlez Anglais?” (lah! podo bae). Setidaknya, tiket metro sudah di tangan. Tinggal naek metro menuju ke penginapan, lalu istirahat dengan pulas deh setelah pegel 8 jam perjalanan Amsterdam-Paris.

Nah, di sinilah nasi berubah menjadi bubur. Karena terlalu antusias (sok-sokan) ngomong Francais lagi, saya lupa kalau yang dibeli barusan itu tiket harian!

Apa yang salah dengan tiket harian?

Hmmm… Matahari sudah terbenam. Saat itu sudah hampir jam 18 (tinggal tersisa 6 jam tiketnya, itu juga kalau mau nekat jalan sampe jam 24). Habis perjalanan 8 jam yang tentu butuh istirahat. Plus sedang malam natal, which means banyak toko akan tutup lebih awal dari jadwal normal. Jelas, ide nan “brilian” untuk membeli tiket harian di saat butuhnya cuma tiket one-way (single use).

Opsi Tiket Metro Paris

Ada beragam pilihan untuk membeli tiket Metro Paris, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan jadwal jalan-jalan. Secara lebih detail, teman-teman bisa buka link metro berikut. Tapi kalau mau ringkas, saya coba runut untuk jadi pertimbangan mana yang cocok :

  • Single Use

Pas untuk traveller yang tiba di Paris saat malam tiba dan kurang bijak untuk melakukan perjalanan lain selain menuju penginapan. Atau untuk mencapai site kepulangan (bandara/stasiun/terminal) pagi hari dari tempat akomodasi.

Harga tiket sebesar €1.70. Bisa jadi lebih murah jika beli 10 sekaligus (jatuhnya jadi €1.37 per tiket, tapi kayaknya untuk opsi ini ga sampai butuh 10 sih)

  • Mobilis / Day Ticket

IMHO, Most recommended option for travellers.  Dengan tiket jenis ini, kita bisa naik metro sepuasnya sepanjang hari, termasuk untuk naik funiculaire (cable car) di Montmartre. Jadi bisa explore Paris dari pagi sampai malam, yeay 🙂

Ada keuntungan lain khusus hari Sabtu dan Minggu, atau hari libur cem Maulid Nabi Hari Raya Imlek Hari Natal kemarin. Harga yang normalnya €6.80 (weekday) turun jadi hanya €3.75! Dengan korting segitu, keribetan kecil berupa tiap hari mesti beli tiket (ga ribet juga sih) ga berasa deh.. Hehe.. Baca Selengkapnya

Paris Trip : Eiffel dan Impian Itu

Tiada kata yang cukup untuk menggambarkan betapa indahnya hari itu, langit biru itu, angin sejuk itu, pemandangan kota itu, dan air mata bahagia yang menetes saat itu…

Jikalau sebaris kata lalu muncul, barisan itu adalah lafal “Alhamdulillahirrabbil ‘alamiin”.. Segala puji bagi Engkau, wahai Tuhan Semesta Alam..

**

Saya dan Menara Eiffel

Semua berawal dari RPUL. Di sini adakah yang tidak tahu apa itu RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap)? Kalau zaman saya SD dulu, itu buku keren banget (semoga anak SD zaman sekarang juga berpendapat sama) karena mencantumkan banyak informasi tentang Indonesia dan dunia secara ringkas. Mungkin buku pertama yang membawa saya “keliling dunia”. Nah, di lembar pertama begitu buka buku, ada 7 keajaiban dunia. Saat itu formasinya adalah : Taj Mahal, Ka’bah, Colosseum, Menara Eiffel, Menara Miring Pisa, Candi Borobudur dan Pyramid.

Maka boleh dimaklumi dong kalau acuan saya “keliling dunia” adalah 7 tempat keren tersebut. Saya, kala itu masih bocah, mulai bermimpi dan berdoa semoga suatu hari nanti pernah berkunjung ke sana. Candi Borobudur, sebagai sesama native Jawa Tengah, tentulah sudah saya kunjungi dari zaman bocah. Nah, yang enam lainnya ini yang cukup berat karena berada di negara yang berbeda, nun jauh dari Indonesia tercinta.

Kalau boleh ngurut berdasar preference, tempat yang akan saya tuju kedua (setelah Borobudur) adalah Ka’bah (mengingat saya seorang muslim, kiblatnya kan di sana) disusul oleh Eiffel. Kenapa Eiffel? Ga tau alasan spesifiknya kenapa. Bisa jadi karena saya overexcited ama sepakbola, sepakbola kiblatnya di Eropa, dan Eiffel itu ikonnya Eropa (“kiblat” pariwisata dunia bahkan).. Ahaha…

Seiring berjalannya waktu, impian dari RPUL ini kok berasa makin melekat di pikiran saya. Jujur saja, bukanlah menjadi pengusaha kaya dengan omzet miliaran atau menjadi presiden, tapi impian keliling dunia ini yang bisa menggerakkan saya.

Boleh jadi saya tidak akan tergerak jika ada orang yang mengingatkan “ayo belajar yang rajin, biar pintar, bisa jadi presiden.” Tapi saya yang sebenarnya kurang suka membaca dan belajar ini akan langsung tersentak jika kalimat ini terlintas di pikiran,

“Bagaimana kalau kemalasanmu membaca dan belajar membuatmu melewatkan kesempatan untuk ke Ka’bah? tidak pernah sekalipun melihat langsung Eiffel? dan sampai habis waktumu, semuanya hanya foto selewat dan tertutup bersama lembaran RPUL?” Oh nooo…

Eiffel dan Tapak-Tapak Impian

Ada yang bilang, total anak tangganya 1665. Ada juga yang bilang 1710 anak tangga untuk mencapai tinggi 115 meter. Tapi apa peduli saya dengan statistik. Kaki saya sudah melangkah dengan entengnya di setiap anak tangga menuju ke atas.

“Naik naik ke puncak Eiffel.. tinggi ga segitunya.. kali”

Yup! Di pagi hari nan cerah itu saya tidak sedang berada di alam mimpi. Tapi dalam realita menapaki anak tangga sebuah menara impian, La Tour Eiffel (Menara Eiffel)

naik tangga eiffel

Sejak awal saya memang sudah berniat ga akan naik lift untuk naik Eiffel. Biar ngirit? Ssst.. Frontal amat sih.. Itu salah satunya sih karena selisih harga yang hampir 10 euro (kalau umur kurang dari 26 : 4 euro doang untuk meniti tangga, kaga antri pula).. hehe.. Terlebih yang lewat tangga itu dikit (rempong mungkin ya, atau irit tenaga buat lovely place yang lain), jadi Eiffel berasa punya sendiri. Saya udah well prepared kok, karena ini Eiffel dan anak tangga itu mewakili tapak-tapak impian dalam menggapai mimpi (auwah.. udah ngaku klo ngirit, masih aja sok bijak) 😉 Baca Selengkapnya