Tarawih 24- Masjid Salman ITB

Malam 24 Ramadhan… Kembali sholat tarawih di Masjid Salman. Sedihnya, kemungkinan besar ini adalah malam terakhir saya bertarawih dan tilawah di Salman untuk Ramadhan tahun ini (hikz..). Semoga masih diberi banyak kesempatan Nyalman di Ramadhan tahun-tahun berikutnya, dengan “the better of me” tentunya (amiin..aminn..amiin). Kabar baiknya, saya sadar bahwa besok sudah pulang kampung (yuhu..), bisa beribadah lagi dengan Bunda, Bapak dan Adik tercinta..

Khutbah malam ini dibawakan oleh Pak Asep Zaenal Ausop, ustad yang kebetulan saya pernah jadi mahasiswa beliau di mata kuliah Agama dan Etika Islam. Selalu asyik kalau beliau membawakan ceramah, tak terkecuali hari ini. Nice.

**

Dalam khutbah tarawih malam hari ini, khotib menyampaikan mengenai nikmat-nikmat lain dari shaum, yang secara terselip sangat bermanfaat bagi diri walau mungkin kita sendiri jarang menyadarinya. Nikmat lain apa sajakah itu? Langsung saja…

Pertama, shaum Ramadhan ini menjadikan kita lebih dekat dengan makanan Halalan Thoyiban.  Makanan yang halal dan sehat. Jadi kalau selama ini semua jenis makanan, baik halal maupun haram, menyehatkan atau bikin sakit, beredar dengan bebasnya. Saat Ramadhan, makanan yang dijajakan secara tak langsung berstatus halal dan thoyib. Seakan ada kontrol tersendiri terhadap makanan yang beredar. Kurma yang penuh khasiat itu juga bisa kita dapat dengan mudah. Oke nih, banyak makanan halalan thoyiban. Tapi, kalau kita ga punya kontrol dalam makan (misal selepas buka, langsung aja sikat banyak makanan) yah jadi ga thoyib juga… Hmm…

Kedua, saat shaum ini berlangsung proses detoksinasi tubuh dan jiwa kita. Apa itu detoksinasi? Yuph, pembersihan racun. Baik langsung yang secara ilmiah berada dalam tubuh hilang, juga melenyapkan penyakit-penyakit hati (hasad, dengki, iri hati, kikir, dll). Jadi shaum sebenarnya juga bagian “gaya hidup sehat”. Tapi bener nih kita sudah berusaha melenyapkan racun tubuh dan jiwa? Kalau  tiap hari masih memberi racun tubuh (makan tanpa kontrol selepas buka) dan penyakit hati (masih sering emosi dan mengumpat misalnya), proses detoksifikasinya bakal lancar ga tuh? Ehem…

Ketiga, shaum menciptakan kebiasaan (habit) yang baik bagi kita. Dengan shaum, kita dilatih untuk menahan emosi, berdisiplin, semangat berbagi, dan hal baik lainnya. Konon, habit baru akan terbentuk dengan melakukan kegiatan yang sama selama minimal 3 minggu. Nah, shaum Ramadhan kan 1 bulan. Kalau kita merasa belum terbentuk habit baiknya, masih ada evaluasi tambahan dengan puasa 6 hari Syawal. Siap dengan habit yang baik? Insya Allah siap tentunya ya.. 😀

Keempat, ada malam lailatul qadr di 10 hari terakhir Ramadhan. Di malam yang lebih dari 1000 bulan ini, jutaan malaikat turun ke bumi. Pintu cahaya Allah SWT terbuka selebar-lebarnya. Malam itu juga merupakan malam taqdir, mungkin saja kita terbimbing jadi jauh lebih baik atau malah sebaliknya karena terbiasa tak memanfaatkan kesempatan. Dengan i’tikaf dan meningkatkan amalan, harapannya taqdir kita jadi lebih dan lebih baik.

Itulah kenikmatan-kenikmatan lain dari ibadah shaum nan luar biasa. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan manfaat.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 23- Masjid Darul Hikam Dago

Malam 23 Ramadhan… Agenda tarling malam ini ke masjid Darul Hikam yang ada di jalan Ir.Juanda (atau lebih populer dengan jalan Dago). Bisa dibilang masjid megah ini merupakan satu-satunya masjid di pinggir jalan Dago nan termasyhur. Walaupun terletak di jalan Dago, tapi kebisingan kendaraan dari luar masjid tidak begitu terasa. Insya Allah masih bisa sholat dan mendengarkan khutbah dengan nyaman.

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, khotib mengingatkan akan waktu yang terus bergulir meninggalkan kita. Bahwa belum tentu di esok hari kita masih menghirup udara. Mungkin saja ini Ramadhan terakhir bagi kita. Dan apakah kita sudah siap jika benar-benar kehilangan waktu kita di dunia?

Karena itu, di hari-hari akhir Ramadhan ini, marilah kita senantiasa menyempurnakan shaum. Selain dari kuantitas amalan (ibadah, dzikir, tadarus,dll), juga dari sisi niat. Apakah shaum kita sampai lebih dari 20 hari ini didorong oleh kebutuhan dan pengetahuan, bukan saja karena ikut-ikutan, bukan saja karena rutinitas.

Di 10 hari terakhir, akan menjadi orang yang rugi apabila kita tidak mendapat maghfiroh dari Allah SWT. Tentulah kita berharap masuk dalam golongan orang yang beruntung dengan ampunan Allah SWT. Karena itu, mari berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirat), bergegas sesegera mungkin sebelum ajal menjemput kita. Seperti disebutkan dalam QS Ali-Imron: 133 berikut

Semoga kita bisa terus meningkatkan amalan kita di 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini, dan akhirnya mencapai target: mendapat maghfiroh dari Allah dan derajat ketaqwaan.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 22- Masjid Darudda’wah Pelesiran

Malam 22 Ramadhan… Kali ini saya “kembali” ke masjid yang di 2 tahun pertama kuliah di ITB hampir selalu saya sholat tarawih di situ. Tak lain masjid DarudDa’wah, di jalan Pelesiran.

Menyenangkan sekali bisa kembali di masjid nan nyaman menentramkan ini. Dengan lantai kayu dan rapatnya shof menjadikan suasana masjid ini seperti Salman, tapi dengan jamaah yang lebih mini.

***

Dalam khutbah singkat (kultum) tarawih malam ini, khotib berpesan kepada jamaah untuk sama-sama saling berada pada rel Al-Qur’an dan Sunnah. Terutama dengan keutamaan bulan Ramadhan.

Allah SWT menciptakan kita untuk beribadah pada-Nya. Apa yang kita dapat di dunia sangat bergantung kadar ibadah, tentu ibadah yang selalu berlandaskan keimana, Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti dijelaskan dalam QS Ali-Imron 102-103

Tuntutan kita untuk meningkatkan keimanan dan pemahaman akan Quran dan Sunnah sangat penting mengingat kita menghadapi tantangan yang begitu dahsyat di era modern ini. Kaum Yahudi banyak menguasai bidang-bidang strategis dan mendzalimi umat muslim sebagaimana memang mereka selalu membenci (QS Al-Baqoroh: 120)

Dan di bulan Ramadhan inilah momen kita. Momen untuk terus berada di rel dan terus menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 21- Refleksi Sepertiga Akhir

Malam 21 Ramadhan… Melanjutkan refleksi kemarin, mengenai Spektrum Bathin dan Pergolakan Qalbu yang diambil dari khutbah Ustad Samsul Basaruddin di Masjid Salman ITB. Setelah kemarin membahas wilayah “medan iblis super”, kali ini saatnya bahasan mengenai wilayah kebalikannya, yakni wilayah “medan malaikat super”.

Jika kesombongan menjadi dasar yang membawa pada “medan iblis”, maka ketaatan pada Allah SWT dalam “medan malaikat” berawal dari keimanan. Kompleks IMAN ini termaktub dalam QS At-Taubah: 112

Kompleks Iman ini berlanjut pada Kompleks Taubat, karena taubat tidak akan mungkin terjadi jika tiada keimanan. Ada tak kurang dari 92 ayat dalam Al-Qur’an yang membahas tentang taubat, salah satunya QS At-Tahrim:8

Taubah akan membawa pada sifat Rendah Hati seperti pada QS Asy-Syu’ara:  215

pun membawa pada Harga Diri sebagaimana QS Ali Imron: 139

Dengan sifat rendah hati dan harga diri, maka dalam etos pengambilan keputusan tak lagi ‘Ajula (tergesa-gesa), tapi dengan terus mengingat Allah SWT. Sifat ini disebut DZKIR, dijelaskan dalam QS Ar-Ra’d : 28

Ketentraman dengan mengingat Allah menjadikan kita SHABR saat ditimpa cobaan

      

serta SYUKR saat diberi kelebihan nikmat oleh Allah SWT

Selanjutnya kedua sifat SHABR dan SYUKR akan menjadikan kita sebagai PRIBADI YANG TENANG, pribadi yang memiliki kontrol terhadap Qalbun. Tertulis dalam 4 ayat terakhir QS Al-Fajr

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku”

Subhanallah. Tentulah menjadi harapan kita untuk bisa jadi pribadi yang tenang, punya kontrol Qalbun, yakni hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Ayat-ayat cinta dari Allah SWT yang merayu kita, mengajak kita untuk terus memperbaiki diri untuk masuk ke dalam hamba-hamba-Nya dan masuk Jannah.

Sudahkah kita menjadi pribadi yang tenang?

Bismillah.. mari memperbaiki diri

Tarawih 20- Refleksi Sepertiga Akhir

Malam 20 Ramadhan… Sang waktu kembali berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa bulan suci Ramadhan 1432 H ini tinggal 10 hari lagi. Ini berarti telah sampailah kita pada sepertiga terakhir. Sepertiga akhir yang merupakan saat-saat yang penuh keutamaan , saat melimpahnya pahala dan ampunan, serta saat yang di dalamnya ada malam lailatul qadar. Tentu kita semua sangat berharap bisa merasakan Lailatul Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Rasulullah SAW memberi contoh kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani sepertiga akhir Ramadhan, di mana beliau pun menghidupkan dengan amalan-amalan yang melebihi waktu lainnya.

Ummul mu’minin Aisyah r.a. berkata

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim)

Aisyah r.a.  juga mengatakan

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Bukhari & Muslim)

Dan dari Ibnu Umar r.a. berkata

Rasulullah saw. biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Seperti suri tauladan kita tersebut telah contohkan, maka sepertiga terakhir ini adalah saat untuk mengencangkan ibadah, saat untuk terus mendekatkan diri pada Allah SWT, saat untuk beri’tikaf.

Karena itu dalam tulisan ini saya akan menshare sebuah renungan, semoga kita bisa mengambil hikmah dan menjadi pengantar untuk beri’tikaf. Apa yang saya dapat ini adalah dari isi khutbah tarawih Bapak Samsul Basaruddin, pembina Masjid Salman. Judulnya: “Spektrum Bathin dan Pergolakan Qalbu

***

Manusia, tidak dipungkiri tercipta sebagai makhluk paling mulia. Nah, selain takdir sebagai makhluk dengan berbagai keutamaan (sebagai khalifah di muka bumi, cenderung pada kebaikan, dll), banyak pula sebenarnya takdir negatif yang melekat dalam diri manusia. Di dalam khutbah ini, dibahas dari sisi Qalbun yang terdapat di dalam manusia, sesuatu yang tidak stabil, mudah berubah. Qalbun ini menjadi pusat kesadaran akan keberadaan kita. Spektrum bathin dan gejolak qalbu inilah yang mesti kita olah sebaik mungkin.

Kita mungkin saja berada pada wilayah “medan malaikat super” yakni 100% taat kepada Allah SWT, atau (naudzubillah) berada pada wilayah “medan iblis super” yakni terbiasa membangkang akan perintah Allah SWT.

Kita bahas dulu dari medan iblis super, sebagai perenungan apakah selama ini kita cenderung pada sifat-sifat yang buruk. Iblis, sebenarnya dosanya 1: sombong/arogan. Ia terlampau sombong untuk sujud kepada Adam a.s., sebagaimana dalam QS Al-A’raaf:12 dan QS Shaad: 75-76 berikut

Karena itu, sifat yang mengawali keburukan adalah kesombongan/arogan, disebut kompleks Jub-Bir-Riya’. Sifat awal ini dapat mendorong Pancasesat (5 hal yang menyesatkan). Pertama, adalah sifat Dho’ifa (lemah pendirian), sebagaimana QS An-Nisaa:28

Setelah lemah pendirian, selanjutnya manusia terbawa dalam sifat Halu’a (gelisah) sebagaimana QS Al-Ma’arij:19

Kegelisahan tersebut membuat salah dalam pengambilan keputusan. Manusia menjadi ‘Ajula (tergesa-gesa), dijelaskan dalam QS Al-Israa’:11 dan Al-Anbiyaa’: 37

Buntut dari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa ini, manusia menjadi Jazu’a (berkeluh kesah) saat ditimpa cobaan seperti dijelaskan dalam QS Al-Ma’arij:20, dan ini mendorong pada Kompleks Qabili (QS Al-Ma’idah: 27-31)

Sebaliknya saat diberi kenikmatan yang banyak, manusia menjadi Manu’a (egois/kikir) seperti dalam QS Al-Ma’arij:21 dan ini mendoorng pada kompleks Qaruni & Hamani (QS Al-Qasash: 76-82, QS Al-Mu’miin: 21-37)

Tentunya kita tidak mau terbawa oleh sifat-sifat yang berada dalam wilayah “medan iblis super” ini. Semakin kesombongan dan pancasesat menguasai Qolbun kita, maka “semakin iblislah” kita. Naudzubillahi min dzalik.

Karena itu mari bersama kita renungkan apa yang telah kita perbuat. Hanya kita sendiri dan Allah SWT yang tahu. Terlebih mari kita renungkan saat masa-masa i’tikaf di sepertiga akhir Ramadhan ini. Semoga kita terus terbimbing untuk jadi lebih baik

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 19- Masjid Salman ITB

Malam 19 Ramadhan.. Agenda tarawih keliling kembali ke Masjid Salman. Tak terasa sudah 3/5 Ramadhan 1432 H ini terlewati. Makin terasa bahwa masih banyak amalan yang mesti dikejar dan ditingkatkan.

Khotib tarawih malam ini adalah Bapak Ir.H. Akhmasj Rahman. Beliau salah satu pembina masjid Salman ITB

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, khotib memberikan materi yang sedikit banyak juga merupakan renungan. Renungan ini menghadirkan pertanyaan berikut: Apa penyebab perbaikan diri kita seperti belum tampak? Mengapa ibadah yang sudah bertahun-tahun kita kerjakan seakan belum memberi dampak?

Perbaikan merupakan harga yang mahal. Kebanyakan mesti melalui proses yang panjang. Banyak pula yang merasa sudah berada dalam jalur perbaikan, tapi nyatanya masih saja terpuruk. Sebagaimana kondisi bangsa kita saat ini, Kondisi yang terpuruk. karakter yang terpuruk. Mental yang terpuruk.

Kalau ada satu jawaban mengapa bangsa kita, atau sebenarnya tidak usah jauh-jauh, diri sendiri saja sedemikian terpuruk. Jawabnya adalah kita KEHILANGAN sentuhan ibadah. Ibadah hanya seperti rutinitas saja. Sehingga hasilnya pun seperti berlalu begitu saja. Tanpa makna dan tanpa perbaikan. Padahal indikasi paling mudah atau tegas bahwa telah terjadi perbaikan diri kita adalah Allah SWT mengganti keburukan dengan kebaikan-kebaikan.

Untuk mendapatkan sentuhan ibadah maka ada 4 hal diterimanya ibadah sebagai berikut:

Pertama, ibadah yang kita lakukan mesti disertai rasa tunduk patuh, berserah diri kepada Allah SWT.

Kedua, ibadah ini semestinya memberikan pencerahan kepada diri kita. karena itu, kita semestinya tau esensi dari ibadah

Ketiga, ibadah membawa kita dari kegelapan (keburukan-keburukan) kepada cahaya yang terang benderang

Keempat, ibadah membawa kita pada pembebasan belengu-belenggu duniawi.

Apakah ibadah yang sudah kita lakukan selama ini, selama bertahun-tahun, telah memberikan empat kriteria di atas?

Ini yang mesti kita renungkan. Dan kita perbaiki tentunya. Karena tanpa sentuhan ibadah maka kita tak lebih dari manusia yang lalai. Sedang balasan untuk manusia yang lalai adalah neraka Jahannam (QS Al-A’raaf: 179)

Naudzubillahi min dzalik.

Semoga kita bukanlah termasuk orang-orang lalai. Maka dari itu mari kita lakukan langkah perbaikan, dengan sentuhan ibadah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 17- Masjid Salman ITB

Malam 17 Ramadhan… Malam 17 Agustus.. Saatnya tirakatan Nyalman lagi. Selepas aktivitas kampus yang cukup padat sampai Maghrib di hari Selasa, waktunya refresh hati dan pikiran dengan ibadah di Masjid Salman.

Khutbah pada malam hari ini dibawakan oleh Dr.Yazid Bindar, wakil dekan bidang sumber daya FTI (Fakultas Teknologi Industri) ITB. Di sini baru saya tahu kalau selain beberapa pembina Salman menjadi Dekan ITB, wakil-wakil Dekan pun banyak diisi “orang Salman”. Subhanallah. Semoga dengan begitu, kampus Ganesha ini kian bergerak menuju kampus madani.

**

Khutbah tarawih malam ini membahas mengenai rezeki. Allah yang menciptakan seluruh makhluk hidup. Allah pula yang memberinya rezeki. Allah mengatur rezeki sesuai kehendak-Nya. Bagi manusia, rezeki ini akan diberikan sesuai kadar usaha masing-masing

Terkait rezeki, ada 4 bagian yang bisa kita kejar:

Pertama, infrastruktur rezeki sudah ditetapkan Allah untuk manusia.

Kedua, bagaimana kita berikhtiar untuk memperoleh rezeki.

Ketiga, bagaimana kita melakukan pengelolaan terhadap rezeki.

Dan keempat, bagaimana kita menggunakan rezeki dengan penuh tanggung jawab serta menyadari bahwa terdapat hak/bagian orang lain dalam rezeki yang kita peroleh.

Keempat bagian di atas hanya kita sendiri yang bisa merenungi capaian masing-masing. Sudahkah berikhtiar dengan maksimal? Sudahkah mengelola rezeki dengan baik? sudahkah kita membagi rezeki untuk orang lain?

Di bulan Ramadhan ini, hendaknya kita bisa menyadari betapa besar rezeki, betapa besar nikmat yang diberikan Allah SWT. Dan mestinya kita terus bersyukur dan bersyukur. Cara bersyukur tentu tak hanya sekedar ucapan, tapi dengan menggunakan rezeki sebaik mungkin dalam balutan ketaqwaan dan mengharap ridho Allah SWT.

Semoga kita termasuk orang yang bersyukur dan senantiasa bisa memanfaatkan rezeki di jalan Allah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 16- Masjid Al-Irsyad Padalarang

Malam 16 Ramadhan.. Kali ini meniatkan tarawih dengan menempuh jarak yang cukup ekstrem dari kosan, lebih dari 10 km. Ide untuk sholat tarawih di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan, Padalarang, ini tercetus saat saya berkunjung ke Puspa Iptek The Biggest Sundial (baca di sini). Selepas berkunjung di tempat peragaan iptek di kompleks elite itu, saya berkesempatan sholat Ashar di masjid sekitar sana. Ternyata masjidnya sangat nyaman dan benar-benar membuat rindu ke sana lagi. Dan sesaat setelah itu langsung tercetus, waktu Ramadhan harus sempat sholat di masjid ini, walau hanya sekali. Jarak jauh tak jadi kendala.

Apa yang istimewa dari Masjid rancangan arsitek kenamaan Indonesia, Ridwan Kamil ini? Lihat dulu tampak luarnya. Seperti miniatur Masjidil Haram (Ka’bah), dengan dinding yang detailnya dibentuk kaligrafi syahadat. Pada saat azan maghrib menggema sampai malam hari, cahaya yang terang dari dalam masjid akan memancar keluar. Ini seolah sebagai ajakan memanggil umat untuk beribadah. Cukup sampai situ? Tentu tidak. Konsepnya yang memadukan dengan balutan alam menciptakan rasa tentram tersendiri. Dinding depan (menghadap kiblat) dibuat terbuka menghadap langsung ke alam, terdapat kolam di depan shof pertama yang menyejukkan, kaligrafi Allah yang bercahaya di tengah kolam, serta dinding-dinding masjid berventilasi sempurna. Belum lagi karpet yang nyaman dan tutup lampu bertatah Asmaul Husna. Luar biasa. Tak salah kita masjid ini memegang predikat 1 dari 5 bangunan terbaik (Building of the Year) 2010.

Subhanallah. Alhamdulillah. Laa ilaaha illallah. Selain kenyamanan dari tempat ibadah, Khutbah tarawih malam ini oleh khotib Ustad Fajar juga sangat menarik. Disampaikan dengan penuh senyum, mungkin ustad yang paling renyah senyumnya selama khutbah tarawih Ramadhan ini, dengan materi yang bagus. Benar-benar menentramkan bisa beribadah di masjid ini.

**

Dalam khutbah malam ini, khotib menjelaskan mengenai hadits Qudsi berikut:

dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.’

(Hadits Riwayat Bukhori Muslim)

Dari hadits Qudsi itu, tersurat salah satu keistimewaan shaum, yakni langsung untuk Allah SWT. Tapi bukankah semua ibadah juga untuk Allah SWT? Ya, tapi jika dalam ibadah lain disebut balasannya 10 sampai 700 kali lipat besarnya, shaum ditentukan langsung oleh Allah SWT. Bisa sangat banyak tanpa ditentukan ukurannya. Dan kalimat dalam hadits Qudsi di atas merupakan bahasa cinta Allah..

Bahasa cinta bagaimana?

Coba kita renungkan lagi, kalau kita semua umat muslim shaum, Allah untung atau rugi? Lalu jika seluruh manusia di dunia ini juga shaum, maka apakah Allah juga untung, atau rugi? Tidak sama sekali. Shaum untuk-Nya itu adalah bahasa cinta Allah, bahwa Allah membuka selebarnya pintu rezeki dan ampunan sebagai cinta-Nya kepada manusia.

Oke, mari ditinjau dari keberadaan manusia. Manusia itu lebih mulia dibanding makhluk Allah yang lain, apa karena diciptakan dari saripati tanah atau karena dihembuskan ruh di dalam raganya?

Kalau manusia mulia karena diciptakan dari tanah, tentu malaikat tidak sampai “interupsi”. Malaikat pernah protes kepada Allah secara halus mengenai alasan manusia menjadi khalifah, padahal makhluk dari tanah itu senang membuat kerusakan. Tapi Allah SWT menjelaskan mengenai keberadaan ruh pada manusia.  Sedangkan iblis, yang sampai akhir tidak mau tunduk dan akhirnya dilaknat Allah, karena merasa api itu lebih unggul dari tanah. Jadi apa yang membuat manusia mulia? RUH. Bukan karena dari tanah.

Lalu, kenapa kita, manusia, yang katanya mulia itu, masih saja terlarut menyibukkan diri dengan “tanah”?

Kita mengejar materi, itu kan hubungannya dengan tanah. Kita ingin punya kekuasaan, hubungan dengan tanah juga. Kita ingin makan yang enak-enak, hubungan dengan tanah juga. Kita mau punya pekerjaan, mau kaya, dan terus saja hanya mengejar hal-hal berbau saripati tanah. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan ruhiyah diabaikan. Merasa mulia?

Oya, ada yang bagus.., ini ni..

Mau kaya? Mau. Pasti. Nah, sebenarnya jadi kaya itu peluang atau kepastian sih? Benar, peluang.

Mau mati? Pasti enggak. Nah sebenarnya mati itu peluang atau kepastian sih? Kepastian..!

Nah,, aneh kan.. bersibuk-sibuk dengan peluang (yang belum tentu dapat) tapi lupa dengan yang sudah pasti. Katanya suka yang pasti-pasti aja…

Inilah pelajaran bagi kita di bulan Ramadhan, bulan yang diberikan sebagai wujud cinta Allah pada manusia, untuk menyadarkan dan meningkatkan akan amalan ruhiyah. Jangan dianggap Ramadhan itu sekedar musim (kaya musim rambutan, musim durian aja), hanya sekedar rutinitas tahunan. Di bulan Ramadhan inilah, kita mestinya sadar dari mana asal kita, dan sebenarnya apa yang membuat kita mulia. Jangan hanya terpikir menahan lapar, menahan haus, melulu sibuk dengan memikirkan urusan tanah. Ramadhan itu bulan ruhiyah, bukan bulan tanah

Mari mengambil hikmah. Mari kita renungkan. Mari menjadi lebih baik.

Bismillah..

Tarawih 15- Masjid PUSDAI Bandung

Malam 15 Ramadhan.. Kali ini sholat di Masjid PUSDAI (Pusat Dakwah Islam) Bandung, yang berada di jalan Diponegoro, tak jauh dari Gedung Sate dan Lapangan Gasibu Bandung.  Masjid PUSDAI ini punya tampilan eksterior dan interior yang indah megah, membuatnya sangat sering menjadi tempat kajian, seminar, bahkan nikahan. Di bawah naungan Pemprov Jawa Barat, masjid ini ditujukan untuk pusat pengembangan syiar Islam di Jawa Barat.

   

**

Dalam khutbah malam ini, khotib bercerita di zaman Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah sedang dalam majelis, lalu ada seseorang yang lewat. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat, “Menurut pandangan kalian bagaimana orang itu?”

Kemudian para sahabat pun berkata,” Ya Rasul, dia pasti orang yang terpandang, kaya, kalau bicara pasti semuanya akan mendengarkan, dan kalau melamar pasti akan diterima”

Sejenak kemudian lewatlah seorang yang lain. Rasulullah SAW melemparkan pertanyaan yang sama, “Menurut pandangan kalian bagaimana orang itu?”

Kali ini para sahabat menjawab,”Ya Rasul, dia itu pasti bukan orang terpandang, kalau bicara layak untuk tidak didengarkan, dan kalau melamar layaklah untuk ditolak.”

Ternyata, pada saat itu Rasulullah SAW sedang mengecek pandangan parameter para sahabat tentang kemuliaan seseorang. Lalu beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang kedua lewat tadi, yang menurut kalian bukan orang terpandang dan layak ditolak, di mata Allah SWT ia jauh lebih baik dibanding orang yang pertama lewat. Bahkan seperti Gunung Uhud bedanya”

**

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah memberi perhatiannya kepada lelaki remaja yang biasa jadi tukang bersih-bersih masjid. Suatu hari Rasul tidak menjumpai remaja itu. Beliau pun bertanya pada para sahabat mengenai keberadaan sang remaja. Sahabat menjawab dengan enteng, “Oh, remaja itu sudah meninggal, Ya Rasul.” Rasulullah pun menegur para sahabat yang terlalu enteng menjawab hanya karena remaja itu tukang bersih-bersih. Rasulullah SAW lalu meminta sahabat untuk menunjukkan kuburan remaja itu dan mendoakannya.

Dari 2 cerita di atas, kita bisa lihat upaya Rasulullah untuk mengecek dan membenarkan parameter kemuliaan manusia. Bukanlah dari tampilan luar atau pekerjaannya. parameter kemuliaan manusia adalah satu: TAQWA. Sebagaimana potongan ayat QS Al-Hujurat : 13

…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa…

Semoga dalam Shaum Ramadhan ini, kita bisa terus mengupayakan untuk mencapai target, yang tak lain juga adalah ketaqwaan..

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 14- Masjid Salman ITB

Malam 14 Ramadhan.. Agenda hari ini di Masjid Salman (lagi). Karena 20 menit sebelum waktu Isya masih di Cimahi, sempat terpikir untuk sholat di Masjid Agung Cimahi, tapi ternyata masih ada waktu untuk mengejar tarawih di Salman. Kemacetan di Cimindi dan Pasteur tak jadi halangan. Yang penting bisa “Nyalman” 🙂

Khutbah tarawih malam ini dibawakan oleh Prof.Dr.Ir.Abdulhakim Alim. Beliau dari Majelis Guru Besar ITB. Menarik..

**

Dalam khutbah tarawih ini, khotib memaparkan mengenai 3 kesimpulan dalam kehidupan sekarang. Kesimpulan apa saja itu?

Pertama, bahwa peradaban sekarang lebih mementingkan kehidupan duniawi.

Kedua, ketaatan kepada Allah SWT dianggap sebagai beban.

Ketiga, banyak yang terlarut dalam pengejaran capaian duniawi.

Tiga kesimpulan yang tidak bagus untuk lingkungan hamba Allah, di mana diciptakan tak lain untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu kita dihadapkan pada tiga tuntutan:

1. Bagaimana agar dunia digenggam, tetapi tidak mengendalikan kita

2. Bagaimana mendapat kekuasaan di dunia, tetapi digunakan untuk membela kebenaran

3. Bagaimana agar ibadah kita menjadi kekuatan dalam perilaku

Untuk menghadapi tuntutan tersebut, mari kita simak hadits berikut:

Dari Umar r.a. beliau berkata : Suatu hari ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lutut Rasulullah SAW seraya berkata:

“Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka bersabdalah Rasulullah SAW : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“,

Kemudian dia berkata: “anda benar”.

Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk

lalu dia berkata: “anda benar”.

Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Beliau pun bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .

kembali dia bertanya: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”.

Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya”, beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.

Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian”.

(Hadits Riwayat Muslim)

Dari hadits di atas, dijelaskan mengenai Islam, Iman dan Ihsan. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, dan membawa ketiganya dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kunci menghadapi 3 tuntutan di atas.

Dan tak ada alasan bagi kita untuk ingkar kepada Allah SWT. Bukankah kita dulu pernah berjanji untuk senantiasa beribadah kepada-Nya? Tidak perlu menyalahkan orang tua, orang lain, atau lingkungan yang mungkin kita rasa “menjauhkan” dari Allah SWT, melenakan dalam kehidupan dunia. Semuanya kembali pada diri sendiri, bagaimana membawa Islam, Iman, Ihsan.

Semoga kita bisa senantiasa menjaga Islam, Iman, Ihsan kita dalam kehidupan dunia ini. Bismillahirrahmanirrahiim