Jambi Trip #2 : Kota Jambi dan Masjid Seribu Tiang

Jumat, 18 Oktober 2013

Hujan deras menyambut saat saya kembali memasuki kota Jambi. Perjalanan pulang dari Bangko relatif tersendat karena di hari Jumat truk pengangkut hasil bumi yang lewat lebih banyak (kejar setoran sebelum wiken kali yak.. hehe). Terlebih hari ini lumayan santai tidak dikejar waktu (pekerjaan), istirahat makan dan sholat jumat di Masjid Raya Sarolangun pun tidak tergesa-gesa.

Sebenarnya saya ingin berwisata dulu di tempat-tempat menarik Jambi. Setahu saya, ada Gunung Kerinci (gunung api tertinggi di Indonesia, walau saya ga tau apakah ada objek wisata di sana, minimal ngadem lah ya :D), ada juga Candi Muaro Jambi, salah satu kompleks percandian terluas di Indonesia. Tapi ternyata tempat kurang memungkinkan dijangkau dalam rentang waktu travelling sesingkat ini (terjadwal hanya 2 hari). Ujung timur dan ujung barat Jambi sih. Huff.. apa boleh buat, semoga masih sempat menikmati ibukota provinsi aja deh..

Kuliner Kota Jambi ??

Okeey, sekarang sudah tiba di kota Jambii.. saatnya untuk… *kuliner *kuliner *kuliner (begitulah yang murni ada di pikiran saya..semangat 45.. hehe)

Apa ya masakan khas Jambi? Enak ga yah? Pertanyaan seputar kuliner khas terus melekat di pikiran. Pak sopir yang orang asli kota Jambi membuat ekspektasi saya untuk dihantarkan ke masakan terbaik Jambi memuncak. Makan siang di Sarolangun (kembali masakan Padang) udah sengaja ga banyak-banyak, biar setiba di Jambi bisa puas icip-icip masakan khasnya..

“Ga ada mas. Di sini hampir semua adanya masakan Padang dan Palembang. Kalau disuruh ke tempat masakan khas, saya sendiri juga ga tahu..,” kata pak sopir. Aiiih…. Sayang seribu sayang, kuliner khas di Jambi ternyata cukup susah untuk didapati. Entah pak sopirnya yang kurang info (tapi masak iya lahir dan besar di sini tapi ga tau masakan khasnya), atau emang dasarnya di Jambi minim masakan khas (digugling pun, cukup susah mendapatkan yang khas dibanding daerah lain). Hmmm…

Akhirnya saya pun berkuliner di tempat yang cukup cozy di sini. Resto “Pondok Kelapo” dengan hidangan utama Pindang. Yaa.. bisa dibilang lumayan “Jambi” lah (mayoritas tentu lebih mengenal pindang itu khas Palembang, bedanya di Jambi kuahnya ga dikasi nanas, atau kebalik, atau ga tau deh). Yang penting selera makan tergugah begitu melihat Pindang Belido (pindang ikan belida) dan Pindang Udang tersaji di meja makan…

pindang

Pindang Belido dan Pindang Udang

Selamat makaan..

Baca Selengkapnya

Jalan-jalan Sulawesi Selatan #3 : Makassar

2 September 2013

Pagi yang cerah. Udara hangat Makassar mulai terasa saat saya turun ke lantai dasar hotel mengajak pak sopir sarapan. Cenderung panas sih, bukan hangat, mengingat Makassar berada di dataran rendah serta dekat dengan laut. Tapi level panasnya ga mendekati Jakarta atau Surabaya kok, masih bisa dinikmati. Justru hal yang tidak saya sukai adalah menu sarapan hotelnya. Kenapa ga nyediain menu masakan khas Makassar sih (pallu basa, sop konro, atau sop saudara kek :D), kan jadi bisa menghemat waktu dan biaya kulineran. Hehehe..

Kerja Dulu Gan

Senin. Banyak yang bilang, kalau ga semangat di hari Senin, rejekinya selama seminggu ga akan lancar. Namanya aja Monday. Money-day. Apapun jenis pekerjaan kita (termasuk pelajar juga) sebisa mungkin pupuk semangat berkarya mulai pagi hari Senin. Bismillah semoga urusan kita selama seminggu dimudahkan. Lancar urusan, lancar rezeki.

Itu pula yang membawa saya melangkah mantap dalam memasuki gedung klien. Tiga perangkat yang terbungkus rapi siap untuk dipasang dan konfigurasi. Loh jadi ini jalan-jalan atau dinas kerja sih?

Ahaha. Bekerja dan bermain itu beda tipis kok kalau dinikmati. Secara formal, memang travelling saya kali ini adalah dalam rangka tugas dinas dari kantor. Tapi secara informal, justru tugas ini selingan menarik di samping jalan-jalan. Bikin budget tercover semua juga kan. Hehe..

Waktu pagi sampai sore saya habiskan untuk ngutek-utek perangkat jaringan. Cukup bikin capek juga sih karena harus “semi nukang” (pasang perangkat di rak, pasang baut, olah kabel) alih-alih cukup dengan pekerjaan konfigurasi saja. Tapi itu emang udah jadi bagian sebagai Network Engineer sih ya. Problem konfigurasi saya dapati, membingungkan, tapi alhamdulillah teratasi.
Image
Taraaa.. perangkat sudah terpasang dan terkonfigurasi dengan rapi. Boleh lah ya dielus-elus bentar (lebay) sebentuk terima kasih karena dengan adanya proyek ini saya bisa travelling ke Sulawesi Selatan (dan insya Allah belahan bumi nusantara lainnya). Grazie 🙂

Pallu Basa Serigala

Selesai kerjaan, saatnya untuk explore Makassar lagii.. Saya meminta pak sopir untuk ke Pallu Basa Serigala. Apakah itu? Masakan khas yang bahan dasarnya daging serigala? Wuidih.. Serem jugak kalau beneran gitu. Bukan gan. Serigala merupakan nama jalan di Makassar, yang mana berdiri warung Pallu Basa terpopuler di sana. Dengan rasaa yang… Umm… Baca Selengkapnya

Jalan-jalan Sulawesi Selatan #2 : Makassar

1 September 2013

Jalan-jalan sambil kuliner ria di sepanjang pantai Losari memang menyenangkan. Terlebih suasana lumayan sepi sehingga bebas hunting foto di bawah langit biru cerah siang itu. Aih, I always fall in love with blue sky. Dan ternyata hari itu saya bukan hanya disuguhi langit indah berwarna biru di anjungan Losari, tapi juga semburat warna merah nan amat elok terlihat dari cakrawala sana. Yuph, the iconic one..

Sunset Losari

Image

Sore hari pun tiba. Inilah waktu yang paling umum bagi warga Makassar maupun para turis untuk mengunjungi pantai Losari. Letak kota berplat kendaraan DD ini emang di sisi barat, jadi sangat ideal untuk menyaksikan eksotisme terbenanmnya matahari.

Sunset time in Losari!!

Bener deh suasana sore itu rame pisan. Hari minggu sih ya. Banyak yang datang sekeluarga buat jalan-jalan, jajan, kulineran, liat topeng monyet, naek bebek air, dsb. Tumpek blek. Tapi kok saya kesepian di tengah keramaian gini ya (bagi yang lupa pelajaran bahasa Indonesia, ini namanya majas paradoks,, hehe). Ga ada kenalan, ga ada gandengan, ga ada keluarga. Padahal nuansa merah sunset Losari luar biasa romantiis.. Baca Selengkapnya

Jejak Umroh: Kuliner Mix Kebab dan Mutton Biryani

Memasuki negeri orang tanpa berwisata kuliner di dalamnya menurut saya adalah kesalahan. Pun saat sedang di tanah Saudi ini. Saya sudah menyiapkan budget tersendiri untuk berkuliner ria!

Sebenarnya sebelum mulai merantau (kuliah di Bandung), saya bukanlah wisatawan kuliner. Hal itu maklum adanya, karena sehari-hari saya bisa menikmati masakan paling lezat di dunia versi lidah saya : masakan ibu saya (level beyond delicious. pake bumbu cinta sih). Tapi selepas menyandang predikat “anak kos”, makanan apa aja kok jadi menarik ya.. Hehehe…

Setelah petualangan kuliner yang cukup lengkap di Bandung dan Jakarta, saatnya berburu kuliner di Madinah..

Kebetulan sekali saya berangkat umroh ini bareng sahabat saya yang sedari awal kuliah jadi partner wisata kuliner. Ustadz Salim A Fillah, ternyata juga punya CV yang ciamik soal pengalaman berkuliner. Walhasil, kami bertiga pun sepakat untuk mencari menu kuliner bersama.

Ba’da sholat Jumat di Nabawi (yang sekali lagi saya mesti mengucap syukur bisa sholat di samping Ustad Salim yang paham benar bahasa Arab. Bisa tau inti khutbah Jumatnya deh.. hehe), kami bertiga mulai hunting. Luckily, tak perlu mencari jauh-jauh , karena antara hotel dan Masjid Nabawi dekat dengan pujasera makanan.

Dan… inilah menu yang terpampang di salah satu kedai..

menu kuliner madinah

Setelah memilih dengan saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, terpilihlah 2 menu.. jeng jeng jeng :

Mix Kabab dan Mutton Biryani..

Masing-masing berharga 18 SR dan 15 SR. 1 SR itu senilai 2400 IDR (Rupiah). Tapi kalau mau makan di sana, ga perlu dikit-dikit mikir dirupiahin deh ya. Ga jadi makan ntar :p

Menunggu sebentar pesanan diolah… (Hmm… ga sabar nih pengen cepet icip..)

Sekitar 15 menit pesanan udah terbungkus rapi untuk dibawa ke hotel dan disantap bersama.

Well, inilah penampakan sang pesanan… Silakan makaan…

DSC_0769

Mix Kabab dan Mutton Biryani yang terhidang. Menarik kan?

Kita bahas dari Mix Kabab dulu ya.. Jangan bayangin kabab di sini mirip kaya kebabnya  Baba Rafi yang lagi laris manis di Indonesia. Kabab dalam bahasa Arab artinya “daging panggang”. Daging ditusuk dengan batang besi kemudian ditaruh di panggangan beberapa saat baru disajikan. Di gambar terlihat dalam bungkus putih (kiri bawah). Karena yang kami pesan ini mix alias campuran, maka daging yang disajikan pun ada banyak macam. Daging domba, daging sapi, serta daging ikan. Dicocol dengan sambal. Gimana rasanya? Wow… Nyaam banget!!

Berikutnya, Mutton Biryani. Pada gambar, di atasnya Mix Kabab. Biryani itu nasi dari beras basmati yang dimasak dengan rempah-rempah. Tau kan ya beras basmati? Beras berpulir panjang khas India nan harum baunya. Sedap bukan kepalang. Kalau mutton? Mutton itu daging domba yang lebih tua (dari domba yang berumur lebih dari 1 tahun). Apa yang khas? Bau dagingnya itu lho… Seeng.. Lebih menyengat. Walau berbau prengus, tapi saat bertemu dengan lidah, wuih, maknyuuuss…. Perpaduan wanginya nasi biryani dengan aroma menyengat mutton benar-benar menggugah selera, kawan..

Oya, saat bersantap kuliner Arab ini, biasanya kita dapat dengan mudah mendapat roti roll (atau apa itu namanya yang di sebelah kanan atas pada gambar, yang biasa buat membungkus/roll kebab Turki laiknya di tanah air). Hanya 1 SR dapet segepok tebal gitu. Hoho..

Alhamdulillah..

Inilah kuliner utama yang kami nikmati di Madinah. So delicious. Highly recommended buat kawan-kawan selama ntar di Saudi. Salam buncit!! 😀

One Day Bogor trip (4) : Kuliner Pangrango

Kota Bogor tak salah lagi identik dengan julukan kota hujan. Walaupun bukan daerah dengan intensitas hujan tertinggi di tanah air kita tercinta (tertinggi di Baturaden, Jawa Tengah) tapi ya saya setuju aja sih kalau predikat kita disematkan ke Bogor, bukan Baturaden. Sangat setuju. Loh, Why? Oke biar lebih menarik halah basa basi, saya pasang 3 alasan berikut:

Pertama, Baturaden itu merupakan “tempat wisata” bukan “kota” sebagaimana Bogor. Jadi kurang pas disebut “kota hujan”, bolehnya “tempat wisata hujan”. Karena sebutan terakhir juga ga enak didengar (terkesan wisata yang ditawarkan itu hujan-hujanan.. hehe) maka biarlah Baturaden dikenal sebagai objek wisata saja, “kota hujan” kita persembahkan untuk Bogor. Lanjut ke alasan kedua, sebagai penduduk Jakarta, setiap bencana alam paling akrab dengan ibukota (baca: banjir) terjadi, pasti nama kota Bogor tak kalah terasa gaungnya. “Lha wong di sini ga hujan kok bisa banjir, pasti Bogor hujan!”, “banjirnya ga pernah sebesar ini, pasti Jakarta dan Bogor sama-sama hujan!”. Nah kan, Bogor dengan hujannya itu populer banget di pusat negara, dikambinghitamkan walau sebenarnya ya salah orang Jakarta sendiri kalau daerahnya kena banjir (ya minim daerah resapan air lah, ya buang sampah sembarangan lah, ya ikut ngerusak lahan hijau Bogor buat bangun villa lah, banyak deh).

Sedangkan alasan ketiga, kali ini bersifat pribadi. Entah ya, kagak tau kenapa, walau jarang-jarang ke Bogor, tiap saya ke sana.. pasti hujan!! Di kunjungan sebelumnya, saya lebih banyak nebeng mobil jadi it’s okay lah mau hujan sederes apapun. Tapi karena saat dolan kali ini saya berjalan kaki, boleh donk ya sedikit berharap tidak turun hujan. Kali iniiii saja plisplisplis… Terkabulkah? Ngarev avaa.. Waktu baru sebentar berganti dari AM ke PM saat sang langit menaburkan titik-titik cintanya pada bumi. Hujan turun dengan deras. Haha.. well, this is Bogor.. Sang Kota Hujan 🙂

++

Sudah setujukah teman-teman kalau berlibur ke Bogor itu harus banget menikmati hujannya?

Kalau sudah, saya mau merekomendasikan tempat berteduh dengan suasana paling menyenangkan di sana nih. Tempat berteduh itu tak lain tak bukan adalah tempat-tempat kuliner di Jalan Pangrango!

Bukan rahasia lagi kalau Jalan Pangrango di Kota Bogor penuh dengan tempat wisata kuliner dengan kelezatan level wahid. Bagaimana tidak, Baca Selengkapnya

One Day Bogor trip (3) : Kuliner Suryakencana

Capek jalan-jalan di Kebun Raya Bogor yang luasnya berhektar-hektar itu, saatnya untuk makaan…

Makan apa ya? Tak perlu bingung jika kita sedang berada di pintu gerbang Kebun Raya Bogor saat pertanyaan itu muncul. Kenapa? Karena tinggal menyeberang jalan, kita sudah sampai di jalan Suryakencana, salah satu surga kuliner di Bogor!

Emang paling asyik kalau banyak tempat kuliner menyatu di satu jalan. Jogja dengan Malioboronya, Solo dengan Galabonya, Semarang dengan Simpang Limanya.. Nah, Bogor ga mau kalah donk. Mereka punya Suryakencana dan Pangrango! Kita susuri dulu kawasan kuliner Suryakencana ya…

Setelah menyeberang sejenak dari Kebun Raya Bogor, kita tidak akan serta merta mendapati lokasi kuliner yang terkenal. Masih ada jarak 1 km yang harus ditempuh, bisa berjalan kaki atau (lagi-lagi) angkot 02.. Kalau sebelumnya saya memilih naek angkot menuju gerbang Kebun Raya dengan alasan menjaga stamina, yang ini sebaliknya. Saya pilih jalan kaki! Kenapa? Simple aja, makan bakal terasa lebih nikmat kalau kita emang benar-benar capek dan lapar. Hehe…

Menyusuri trotoar Suryakencana, minuman khas Bogor lah yang pertama saya coba. Apakah itu?

IMG01618-20130427-1251

Inilah es pala! Hayoo siapa di antara teman-teman yang belum pernah liat atau baru sekarang liat wujudnya buah pala? Toss dulu.. Belanda aja dulu jauh-jauh datang ke sini buat cari ini buah, eh kita malah ga tau buah pala itu yang mana. Ahaha..

Buah pala diiris lalu dilarutkan bersama gula, terus dikasi es. Hasil larutannya? Enak! Es Pala seger banget!

Katanya sih buah pala itu multifungsi. Bisa buat bumbu penyedap masakan, bisa buat obat mual, maag dan berbagai penyakit lain, bisa buat menyembuhkan suara parau juga bahkan. Hmm.. setelah menikmati segernya larutan pala yang katanya udah tren sejak zaman VOC itu, maka mari kita lakukan kebiasaan saat minum es kelapa muda, makan daging buahnya.

Ambil seiris buah pala di plastik itu, angkat dengan sedotan, masukkan ke mulut, lidah mulai bekerja.. dan… bueh bueh, apa-apaan ini rasanya.. Ga enak blas! nyesel deh mencobanya.. (tapi kalau penasaran ya coba aja, selera masing-masing orang kan berbeda, siapa tau menurut Anda buah ini manis :D).  Anyway, larutan es palanya saya sruput sampai benar-benar habis. Suegeer.. Baca Selengkapnya

Wisata Kuliner Bandung: Le Bistrot Prancis

Long weekend! Saatnya untuk wisata kuliner! Hoho..

Sebenarnya saya bukan orang yang wiskul-holic. Semenjak jadi anak kos, suka makan sih iya. Pengen makan enak, pasti. Tapi kantong yang kembang kempis membuat seringkali bisanya “hanya lewat” saat menyusuri jalan depan deretan tempat kuliner unggulan di Bandung. Pengennya sih cobain semuanya dan semaunya, namun apa daya…

Tapi tunggu dulu.. Bukan anak kos sejati kalau belum bisa memanage uang jajan. Dengan beberapa cara manjur, seperti puasa Senin Kamis dan ga usah punya pacar (hehe.. becanda), keinginan untuk wisata kuliner pun bisa terpenuhi. Jelas ga bisa sering-sering, but lumayan lah dapet pengalaman berkuliner ria di kota Bandung yang notabene salah satu surga kuliner tanah air 🙂

Wisata kuliner kali ini, saya menyambangi Le Bistrot (baca: le bistro). Nama yang tak biasa? Jelas lah ya. Karena nama itu dari bahasa Prancis. Kalo di negeri asalnya sono, Le Bistrot biasa mengacu pada kedai atau kafe kecil. Kafe Le Bistrot ini menyatu dengan gedung Pusat Kebudayan Prancis di Bandung (dulu CCF, sekarang IFI) yang terletak di depan BEC (Bandung Elektronic Centre), jadi walau kecil ga susah lah ya mencarinya. Kenapa kami (oya, saya bersama 2 sahabat saya) ingin mengunjungi kedai Le Bistrot ini? Tak lain tak bukan karena rasa exciting akan Perancis dan Eropa. Karena belum bisa ke sana saat ini, yawda lah ya cobain dulu dari kedai Perancis yang ada di Bandung sini. Baca Selengkapnya

Jejak Lombok 4: Ayam Taliwang

Gerimis menyambut saat roda bus yang kami tumpangi mulai melaju di daratan pulau Lombok. Awan di atas menyiratkan akan ada tumpahan air yang lebih besar lagi. Benar saja, tak butuh waktu lama hingga hujan turun dengan derasnya. Kami cukup menikmati perjalanan di bus selama 1 jam dari pelabuhan Lembar ke Kota Mataram, memandang hijaunya bumi Lombok, sampai akhirnya tiba di terminal Mandalika, Mataram.

Kami turun dari bus di tengah hujan deras. Setelah meneduhkan barang di sebuah warung, pemandangan yang biasa itu datang lagi: didatangi banyak calo. Well, kali ini kami ada yang jemput. Yakni om-nya salah satu rekan saya dalam rombongan BackpackersTelkom ini. Segera setelah makanan terbungkus dan terbayar, kami masuk ke dalam mobil Xenia beliau. Omnya rekan saya di bangku kemudi dan total 9 orang backpacker yang membawa barang cukup besar sehingga kami mesti berhimpit-himpitan dalam mobil. Tahfafa, perjalanan dari terminal ke rumah beliau di Jalan Industri (kecamatan Ampenan) tak begitu jauh.
Baca lebih lanjut