Paris Trip : Arc de Triomphe sampai Louvre

All Good Stories Deserve Embellishment

Merasa familiar dengan quote di atas? Bagi yang suka nonton movie The Hobbit mestinya ngeh dengan kata bijak yang diucapkan mbah Gandalf the Grey saat Bilbo Baggins ‘protes’ tentang cerita beliau yang terkesan dimodif lebih baik dari aslinya.

Tapi memang, tiap cerita yang baik (yang mengandung hikmah dan inspirasi) memang pantas untuk di-embellish. Dibubuhi sedemikian rupa jadi makin cantik dan pantas diceritakan.

Pun demikian yang dilakukan Napoleon Bonaparte, jenderal perang terbesar Perancis (arguably salah satu yang terbaik di Eropa), pada ibukota negaranya, Paris. Dibangunlah sumbu historis yang terdiri dari bangunan-bangunan penting nan cantik, untuk merayakan kemenangannya.

Sumbu yang disebut Axe Historique untuk membentang lurus tak kurang dari 5 km, dan sampai saat ini masih saja membuat warga lokal maupun para pendatang terkagum-kagum. Bagaimana tidak, sumbu itu tersusun oleh La Defense (sentra bisnis Paris), Ar de Triomphe de L’Etoile (gapura kemenangan utama), Champs Elysses (salah satu jalan paling glamour di dunia), Obelisk Luxor (didatangkan langsung dari Mesir), Arc de Triomphe du Carrousel, sampai si beken Pyramide du Louvre.

Menyusuri Axe Historique merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan di Paris selain berkunjung ke Eiffel. Saya tak mau ketinggalan menyusuri tempat-tempat itu selama di Paris. Walaupun ga semua, tapi setidaknya udah liat mayoritas. Hehe.

Gimana suasana di sana dan apa WoW effectnya? Yuk ikutan jalan-jalan ๐Ÿ™‚

Arc de Triomphe de L’Etoile

Biasa disebut “Arc de Triomphe” aja mengingat Arc yang satunya (Carrousel, yang deket Louvre) lebih kecil dan ramping, ga semegah Arc L’Etoile. Gapura kemenangan ini dibangun Napoleon untuk mengenang jasa para tentaranya. Ga heran banyak relief tentang perang-perang yang dihadapinya. Nama tempat terjadinya perang dan para pimpinan militer terukir pula di situ.

arc triomphe 1b

Saya mengunjungi Arc de Triomphe pas malam hari, saat sang gapura disoroti dengan lampu yang membuat makin gagah dan cakep klop lah sama saya. Simply karena ‘kesalahan teknis’ salah beli tiket metro yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya. Kebetulan pemberhentian metro dekat Arc de Triompheย  (stasiun metro Charles de Gaulle) se-line dengan penginapan saya, alhamdulillah jadi lancar deh jalan-jalan malamnya. Baca Selengkapnya

Paris Trip : Keliling Paris dengan Metro

Nasi sudah menjadi bubur. Karena bubur udah ga bisa jadi nasi lagi, yaudahlah tinggal ditaburin ayam, daun bawang dan bawang goreng. Nyam, nikmat tiada tara.

Duh, kenapa jadi bubur ayam (?)

Yuph, walau paragraf di atas terkesan menggambarkan diri saya yang kangen kuliner Indonesia, tapi intinya bukan itu. Tapi sebaris kiasan yang penuh hikmah (cieh, hikmah dari mananya). Maksudnya, sesuatu yang sudah telanjur terjadi dan ga bisa diulang lagi, yaudah ga usah disesali, tinggal cari cara untuk menikmati aja ๐Ÿ˜‰

**

Well, ceritanya dimulai dari sini :

Saya yang baru tiba di Paris via Eurolines, sok aksi nanya petugas metro dengan bahasa Prancis yang ala kadarnya (maklum, dulu les ga tamat, sekarang udah lupa pula -_-). Sepatah dua patah kata masih terucap untuk menghormati negara yang ga suka ngomong English ini, meski setelah itu tetep terpaksa bilang “Vous parlez Anglais?” (lah! podo bae). Setidaknya, tiket metro sudah di tangan. Tinggal naek metro menuju ke penginapan, lalu istirahat dengan pulas deh setelah pegel 8 jam perjalanan Amsterdam-Paris.

Nah, di sinilah nasi berubah menjadi bubur. Karena terlalu antusias (sok-sokan) ngomong Francais lagi, saya lupa kalau yang dibeli barusan itu tiket harian!

Apa yang salah dengan tiket harian?

Hmmm… Matahari sudah terbenam. Saat itu sudah hampir jam 18 (tinggal tersisa 6 jam tiketnya, itu juga kalau mau nekat jalan sampe jam 24). Habis perjalanan 8 jam yang tentu butuh istirahat. Plus sedang malam natal, which means banyak toko akan tutup lebih awal dari jadwal normal. Jelas, ide nan “brilian” untuk membeli tiket harian di saat butuhnya cuma tiket one-way (single use).

Opsi Tiket Metro Paris

Ada beragam pilihan untuk membeli tiket Metro Paris, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan jadwal jalan-jalan. Secara lebih detail, teman-teman bisa buka link metro berikut. Tapi kalau mau ringkas, saya coba runut untuk jadi pertimbangan mana yang cocok :

  • Single Use

Pas untuk traveller yang tiba di Paris saat malam tiba dan kurang bijak untuk melakukan perjalanan lain selain menuju penginapan. Atau untuk mencapai site kepulangan (bandara/stasiun/terminal) pagi hari dari tempat akomodasi.

Harga tiket sebesar โ‚ฌ1.70. Bisa jadi lebih murah jika beli 10 sekaligus (jatuhnya jadi โ‚ฌ1.37 per tiket, tapi kayaknya untuk opsi ini ga sampai butuh 10 sih)

  • Mobilis / Day Ticket

IMHO, Most recommended option for travellers.ย  Dengan tiket jenis ini, kita bisa naik metro sepuasnya sepanjang hari, termasuk untuk naik funiculaire (cable car) di Montmartre. Jadi bisa explore Paris dari pagi sampai malam, yeay ๐Ÿ™‚

Ada keuntungan lain khusus hari Sabtu dan Minggu, atau hari libur cem Maulid Nabi Hari Raya Imlek Hari Natal kemarin. Harga yang normalnya โ‚ฌ6.80 (weekday) turun jadi hanya โ‚ฌ3.75! Dengan korting segitu, keribetan kecil berupa tiap hari mesti beli tiket (ga ribet juga sih) ga berasa deh.. Hehe.. Baca Selengkapnya

Paris Trip : Eiffel dan Impian Itu

Tiada kata yang cukup untuk menggambarkan betapa indahnya hari itu, langit biru itu, angin sejuk itu, pemandangan kota itu, dan air mata bahagia yang menetes saat itu…

Jikalau sebaris kata lalu muncul, barisan itu adalah lafal “Alhamdulillahirrabbil ‘alamiin”.. Segala puji bagi Engkau, wahai Tuhan Semesta Alam..

**

Saya dan Menara Eiffel

Semua berawal dari RPUL. Di sini adakah yang tidak tahu apa itu RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap)? Kalau zaman saya SD dulu, itu buku keren banget (semoga anak SD zaman sekarang juga berpendapat sama) karena mencantumkan banyak informasi tentang Indonesia dan dunia secara ringkas. Mungkin buku pertama yang membawa saya “keliling dunia”. Nah, di lembar pertama begitu buka buku, ada 7 keajaiban dunia. Saat itu formasinya adalah : Taj Mahal, Ka’bah, Colosseum, Menara Eiffel, Menara Miring Pisa, Candi Borobudur dan Pyramid.

Maka boleh dimaklumi dong kalau acuan saya “keliling dunia” adalah 7 tempat keren tersebut. Saya, kala itu masih bocah, mulai bermimpi dan berdoa semoga suatu hari nanti pernah berkunjung ke sana. Candi Borobudur, sebagai sesama native Jawa Tengah, tentulah sudah saya kunjungi dari zaman bocah. Nah, yang enam lainnya ini yang cukup berat karena berada di negara yang berbeda, nun jauh dari Indonesia tercinta.

Kalau boleh ngurut berdasar preference, tempat yang akan saya tuju kedua (setelah Borobudur) adalah Ka’bah (mengingat saya seorang muslim, kiblatnya kan di sana) disusul oleh Eiffel. Kenapa Eiffel? Ga tau alasan spesifiknya kenapa. Bisa jadi karena saya overexcited ama sepakbola, sepakbola kiblatnya di Eropa, dan Eiffel itu ikonnya Eropa (“kiblat” pariwisata dunia bahkan).. Ahaha…

Seiring berjalannya waktu, impian dari RPUL ini kok berasa makin melekat di pikiran saya. Jujur saja, bukanlah menjadi pengusaha kaya dengan omzet miliaran atau menjadi presiden, tapi impian keliling dunia ini yang bisa menggerakkan saya.

Boleh jadi saya tidak akan tergerak jika ada orang yang mengingatkan “ayo belajar yang rajin, biar pintar, bisa jadi presiden.” Tapi saya yang sebenarnya kurang suka membaca dan belajar ini akan langsung tersentak jika kalimat ini terlintas di pikiran,

“Bagaimana kalau kemalasanmu membaca dan belajar membuatmu melewatkan kesempatan untuk ke Ka’bah? tidak pernah sekalipun melihat langsung Eiffel? dan sampai habis waktumu, semuanya hanya foto selewat dan tertutup bersama lembaran RPUL?” Oh nooo…

Eiffel dan Tapak-Tapak Impian

Ada yang bilang, total anak tangganya 1665. Ada juga yang bilang 1710 anak tangga untuk mencapai tinggi 115 meter. Tapi apa peduli saya dengan statistik. Kaki saya sudah melangkah dengan entengnya di setiap anak tangga menuju ke atas.

“Naik naik ke puncak Eiffel.. tinggi ga segitunya.. kali”

Yup! Di pagi hari nan cerah itu saya tidak sedang berada di alam mimpi. Tapi dalam realita menapaki anak tangga sebuah menara impian, La Tour Eiffel (Menara Eiffel)

naik tangga eiffel

Sejak awal saya memang sudah berniat ga akan naik lift untuk naik Eiffel. Biar ngirit? Ssst.. Frontal amat sih.. Itu salah satunya sih karena selisih harga yang hampir 10 euro (kalau umur kurang dari 26 : 4 euro doang untuk meniti tangga, kaga antri pula).. hehe.. Terlebih yang lewat tangga itu dikit (rempong mungkin ya, atau irit tenaga buat lovely place yang lain), jadi Eiffel berasa punya sendiri. Saya udah well prepared kok, karena ini Eiffel dan anak tangga itu mewakili tapak-tapak impian dalam menggapai mimpi (auwah.. udah ngaku klo ngirit, masih aja sok bijak) ๐Ÿ˜‰ Baca Selengkapnya

Travelling Murah dengan Eurolines (Amsterdam-Paris)

Bercerita lagii.. berhubung winter break telah tiba dan banyak cerita travelling yang belum sempat tertuliskan di blog! :v

Empat hari kemarin saya baru saja jalan-jalan menuju ke ibukota pariwisata dunia, Paris. Untuk beribu alasan mengapa sekali seumur hidup kita mesti pernah berkunjung ke Paris ga usah ditulis kan ya (kepanjangan, atau di lain tulisan saja.. hehe). Berhubung saya kuliah di sebuah kecamatan bernama Leiden (punten lovely Leiden, emang terlalu kecil untuk disebut ‘kota’ sih.. hihi) jadi mau tak mau harus ke kota dulu, Amsterdam atau Den Haag, sebelum memulai perjalanan ke Bandung van Prancis (kok dibalik jadi garing istilahnya ya, padahal Bandung gradenya naik dengan menyandang julukan Paris van Java :D)

Banyak cara menuju Paris, bisa dengan coach (bus untuk perjalanan jarak jauh antarnegara), kereta, atau pesawat. Link lengkap opsi transport Amsterdam-Paris bisa dibuka di link ini. Dalam tulisan ini, saya bakal review tentang salah satu opsi transport, Eurolines. Dengan opsi ini, kita bisa keliling Eropa dengan harga yang murah meriah cem cireng dan bala-bala (aduh, ga segitunya juga kali.. bikin analogi malah ketauan kangen jajanan tanah air).

Oke mari kita kupas satu per satu brand aliansi 29 co-operate coach company yang armadanya mencakup hampir seluruh Europe ini. Terlebih Amsterdam merupakan opsi paling populer untuk masuk Eropa (banyak pilihan penerbangan) dan Paris adalah opsi wisata paling masyhur di dunia, semoga catatan kecil sebuah perjalanan ini bisa membantu teman-teman ๐Ÿ™‚

Harga dan Booking

Naik Eurolines itu cocok buat traveller yang budget minded, biasanya sih mahasiswa atau backpacker yang kantongnya limited (salah satunya saya). Harganya terjangkau, apalagi kalau booking dari jauh hari (harga tiketnya fluktuatif). Apakah otomatis harganya lebih murah dari kereta dan pesawat? Belum tentu, mengingat tanggal booking, one way/PP, amal baik dan harga promo menentukan mahal atau murahnya moda transport yang bisa dipesan online. Tapi most likely, emang iya naek bus Eurolines lebih terjangkau. Normalnya, 35 euro untuk sekali jalan Amsterdam-Paris (70 euro pp). Kemarin saya dapat lumayan miring, 57 euro pp karena booking 2 minggu sebelum berangkat (kalau book sebulan sebelum bisa jadi lebih murah lagi, tapi mana sempet, banyak assignment kuliah :D).

Di balik murah dan simple nya online booking di Eurolines, bersiaplah untuk satu hal unexpected : sudah book dan bayar, tapi dialihkan ke jadwal lain dengan alasan jadwal yang kita book udah full!

Kok bisa? Yah entahlah, ada error di sistem onlinenya Eurolines sehingga calon penumpang masi bisa book walau sebenarnya kapasitas kursi udah penuh. ‘Hebat’nya, saya pernah baca review kejadian yang sama di taun 2011 dan 2012. Dengan kata lain, udah 3 taun dan kasus seperti ini belum solved. Menarik bukan? :v

Atas alasan di atas, group saya pun terpaksa berangkat dan pulang dalam 2 kloter. Alhamdulillahnya, kami dapat telpon pemberitahuan 4 hari sebelum berangkat jadi masih bisa prepare. Nah kalau kita miss info (misal kebiasaan males ngangkat telpon kalau nomer belum tersimpan di contacts), bisa-bisa berkeluh kesah komplain penuh drama di kantor Eurolines. Baca Selengkapnya