Yang kutahu dari bapakku

Sudah tak berbilang berapa kali diriku bergumam “betapa keren” bapakku, atas pengalaman keliling beragam pulau di Indonesia dan dunia. Tapi pernah suatu hari aku bergumam, “betapa tidak keren”nya bapakku, karena dari puluhan perjalanan itu, bagaimana mungkin aku tidak pernah diajak. Sama sekali. Jangankan ikut di perjalanan beliau di padang gurun dan Piramid di Afrika, atau indahnya pegunungan Alpen di Eropa, sekedar menyeberang dari pulau Jawa ke eloknya Karimunjawa dan Bali pun aku tak pernah diajak. Hmmm….

Tapi aku pun ingat, gumaman itu hanya berlalu sekedar gumaman saja. Setiba bapak di rumah, protesku selalu tertahan. Aku tidak peduli oleh-oleh apa yang bapak bawa. Pun fakta bahwa aku tidak diajak. Dan walaupun aku bukan orang yang ekspresif dalam menyambut, satu hal yang pasti aku bahagia. Bapak sudah pulang. Alhamdulillah. Bahagia terkadang memang sesederhana itu.

**

Sekarang, saat aku duduk dalam perantauan di kota kecil bernama Leiden, aku bergumam lagi. Berpuluh perjalanan, tidak kurang dari 10 negara sudah dilalui masing-masing, olehku maupun bapakku, tapi bagaimana mungkin kami tidak pernah berada dalam pesawat yang sama. Hubungan bapak dan anak macam apa ini. Ahaha.

Tapi, kali ini aku bersyukur dan sangat-sangat bersyukur dulu tidak pernah diajak oleh bapak ke tempat-tempat superkeren yang bapak tuju.

Karena akhirnya aku tahu:

  • dalam perjalanan ke Mesir, itu perjalanan dinas. Bagaimana mungkin mengajak anggota keluarga yang lain, bukankah itu bakal merugikan anggaran dinas?
  • dalam perjalanan ke Austria, itu dari beasiswa. Daripada keluar biaya mahal untuk menyenangkan anak, bukankah lebih baik ditabung untuk pendidikan anak yang makin hari makin mahal?

Alhamdulillah, dari tabungan itu aku bisa lulus S1, yang hasilnya menuntun juga ke kesempatan S2 sekarang. Di Eropa! Tanpa harus pakai uang bapak. Alhamdulillah.

Yang kutahu dari bapakku, beliau selalu YAKIN bahwa aku bisa menggapai tempat-tempat yang pernah beliau tuju, jadi tidak perlu terburu-buru memanjakan.

Yang kutahu dari bapakku, beliau hanya perlu memastikan bahwa TELADAN dan DOAnya yang akan menjadi penguat bagiku.

Yang kutahu dari bapakku, beliau tak pernah alpa mengirim pesan dan doa. Nak, semoga selalu semangat dan sehat ya.

Walaupun hampir semua pesannya kujawab sangat sangat sangat plain, “Ya pak” atau “Amiin3” (hahaha.. ngasal pol). Tapi tetap saja pesan dan doa itu.. PRICELESS..

Semoga suatu saat kita pernah sepesawat dan itu aku yang ngajak ya pak.. Ahaha.. 🙂

with babe

Terima kasih, Bapak!

**

Leiden, 29 Oktober 2015

Hal yang ingin dilakukan di akhir tahun 2012

Hari ini konon tanggal cantik. 20 12 2012. Iya juga sih, si 2012 baru dalam posisi kuadrat. Pasti banyak yang pengen tanggal ginian dijadiin hari nikahan, hari jadian, hari lahiran, dan hal-hal lain yang menurut mereka membahagiakan.

Kalau menurut saya sih ga perlu segitunya. Toh liat orang-orang di sekitar saya. Masih banyak yang nglakson frustasi ga jelas gara-gara kena macet, masih ada yang kesel baca materi rumit ga ngerti-ngerti, masih ada yang sibuk buang-buang energi nimbrung di urusan orang lain padahal dianya aja ga diharapkan untuk terlibat, sebaliknya masih ada juga yang garuk-garuk kepala ga tau mau ngapain, dan yah.. masih banyak yang lainnya lah.

Jadi hari ini, hanya karena angka tanggalnya terbilang cantik, maka harus dibilang hari spesial gitu? Engga juga.. hari ini masih biasa-biasa aja kok. Normal. Seperti sebelum-sebelumnya. Dan seperti sebelumnya juga, menjadi pilihan kita untuk mengisi hari dengan hal yang extraordinary, yang ordinary atau, yang terrible..

Pokoknya, kita-kita semua yang masih bernafas hari ini mesti bersyukur. Ya, bersyukur. Udah, bahagia itu sederhana kok. Banyakin bersyukur. Alhamdulillah. Insya Allah hal-hal yang entah kenapa selalu engkau khawatirkan itu bakal sirna.

Nah.. karena posisi 2012 sedang dalam kuadrat tadi.. saya kok jadi kebayang terus angka itu ya.. 2012.

Ga kerasa ya 2012 udah mau habis. Tinggal 11 hari lagi. Jumlah yang sedikit mengingat kita (potentially) diberi kesempatan sebanyak 366 hari taun ini. “Perasaan baru kemarin deh pergantian taun baruu..” Kalau ada yang bilang gitu, saya kurang setuju. Soalnya perasaan baru lusa deh pergantian taun baru (halah, deket-deket juga ternyata :p)

Saya masih inget momen pergantian taun baru kemarin. Malam terakhir 2011 : Liburan semester 7, nonton bola sepuasnya di rumah, terus jam 23an Ibu ngajak keluar ke Car Free Night Solo yang ternyata annoying (bagi saya yang kurang bisa menikmati keramaian), lalu pulang lagi dan cukup liat kembang api dari jendela lantai 2 rumah.

Nah, apa yang ingin dilakukan di akhir tahun 2012 ini ya?

Yang sekiranya asyik.. Yang sekiranya refreshing.. Yang engga itu-itu aja.. Dan pastinya membawa hikmah untuk terus jadi lebih baik.,.

Maka dari itu.. saya malah jadi kepikiran random. Teramat random bahkan. Kalau bisa, saya ingin melihat video yang menampilkan seluruh perjalanan saya selama 2012 ini.. Menelusuri setiap detik pengalaman yang saya dapat.. Saat semua kenaasan, keberuntungan, keindahan, suka duka bercampur..

Mulai dari Januari, saat backpacking ke pulau nan luar biasa cantik, Lombok. Lanjut Februari di mana mulai coba-coba berbisnis. Maret datang, mulai khawatir bakal lulus telat gara-gara nilai UTS Antena (mata kuliah paling top markotop di prodi saya) dapat ampas. April memberi keseimbangan, tak lain karena sedang bahagia melihat bisnis yang mulai berkembang. Mei, saatnya badai UAS (agak riskan sebenarnya ambil 23 SKS di semester terakhir.. tapi gapapa, keren.. ahaha).

Juni, bulan di mana saya menginjak usia 22, mulai deh bimbingan TA lagi (lah bulan-bulan kemarin ke mana aja?!? Ssst… jangan keras-keras..). Lalu Juli mengambil alih perhatian. Bulan di mana baru tersadar ternyata naas juga saya ya.. hanya bisa melihat banyaknya teman yang wisuda. Titik balik semangat ngerjain TA saya kembali menyala, terlebih lagi setelah menemukan.. hmm.. apa yaa.. pokoknya hal itu membawa saya menulis last post on July 2012 in this blog.

Agustus waktunya mudik. Dalam suasana putih Idul Fitri, dapat banyak restu dan support dari keluarga untuk segera kelar TA. September, masa di mana benar-benar memeras keringat dan otak (ngeri ga tuh..) hectic mengejar jadwal sidang sehingga cuma sempat ngepost 1 tulisan di bulan itu. Alhamdulillah sidang lancar dan mengantar wisuda di bulan Oktober :). November, saat saya akhirnya keukeuh untuk mainstream (cari kerja dibanding langsung bisnis), masa di mana asyik-asyiknya jadi jobseeker. Sekian banyak tertolak tapi masing-masing memberi pelajaran yang worthy lah. Sampai akhirnya Desember datang, saatnya kerjaa!!

Haha.. video tentang perjalanan itu jelas tak mungkin terpenuhi. Hanya bisa mengenang dari blog sederhana ini, yang tentu saja hanya sangat sedikit menggambarkan momen momen itu.

2012

Oh, this year…

Far from perfect. Maybe not great.

But this year.. is so memorable..

And beautiful 🙂

Leles Trip: Back to Nature

Jangan habiskan hidup hanya antara bangunan, jalan setapak, kendaraan, itu-itu saja..

Itu-itu saja. Monoton. Membosankan.

Itulah yang dua minggu ini kurasakan setelah melepas status mahasiswa. Dunia yang baru saja dimulai ternyata memang keras. Menumbuhkan berjuta kepenatan. Menyemai beribu keluhan. Menyuburkan rasa ragu dan bimbang.

Sudah sebegitu lemahkah aku? Sudah sedemikian penat?

Maka kubaca lagi secarik kertas kuning itu..

Maka berangkatlah..

Biarkan alas kakimu yang paling jauh hanya pergi sekitaran rumah akhirnya menjejak ribuan mil

Biarkan debu perjalanan menempel di seluruh pakaian

Jangan cemas banyak hal

Jangan berpikir terlalu panjang hingga ragu datang

Lihatlah dunia terbentang..

Ku kembali termenung. Perjalanan. Dunia yang terbentang…

Ya, mungkin sekali aku terlampau banyak menghirup debu kotor perkotaan. Pikiran jadi tak jernih. Stagnan. Lambat. Minim syukur..

Ya, aku rindu perjalanan..

Perjalanan yang menuntunku untuk lebih bijak melihat kehidupan. Perjalanan yang mengizinkanku menghirup udara yang lebih bersih. Perjalanan untuk memaknai setiap langkah yang kujejakkan..

Aku mau berjalan! Aku butuh perjalanan itu! Baca Selengkapnya

Jejak Lombok 7: Long Way to Go Home

Pagi hari yang indah menyambut. Selepas hujan cukup deras yang sempat membuat tenda mengalami sedikit gangguan teknis reda, kami mulai berkemas untuk meninggalkan Gili Trawangan. Jam 7 WITA, jadwal boat pertama menuju Lombok, akan menjadi waktu kami say goodbye pada pulau kecil nan mempesona ini. Habis agenda kami di Gili Trawangan, habis pula jadwal maen kami, saatnya memikirkan jalan panjang untuk pulang.

Kemolekan sunrise di Gili Trawangan menyambut. Beberapa boat terlihat berjajar seolah bersiap bersama menuju cahaya terang di sana. Sebagaimana juga jiwa ini yang sudah terefresh oleh indahnya alam dan petualangan, bersiap dengan semangat yang lebih terang untuk melewati waktu dan tantangan baru di depan.
Baca lebih lanjut

Jejak Lombok 3: Touchdown Lombok!!

Lima jam adalah waktu yang diperlukan untuk menyeberangi Selat Lombok dengan kapal feri biasa. Tentulah itu waktu penyeberangan paling panjang yang pernah saya ikuti, karena sebelumnya saya hanya pernah menyeberang Selat Bali. Waktu 45 menit dengan 5 jam berselisih sangat besar. Akankah saya mabuk laut? Atau sebaliknya saya akan sangat menikmati 5 jam terapung di atas lautan? Hmm.. entahlah.. Baca lebih lanjut

Jejak Lombok 2: Numpang Lewat, Bali

Pulau Bali masyhur sebagai salah satu pulau terindah di muka bumi ini. Masyarakat internasional mengakui itu. Pulau Dewata ini menjadi ujung tombak pariwisata Indonesia, dengan angka kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara terbanyak. Seluruh deskripsi tentang Bali akan membawa ke frase akhir: Bali sangat indah. Tapi untuk kali ini, kami mengabaikan Bali. Bahkan tak ada rencana mengunjungi objek wisata Bali satupun. Terdengar angkuh ya.. Haha, whatever,,lanjut dulu ceritanya..
Baca lebih lanjut

Backpacker to Lombok

Beberapa hari yang lalu, selama hampir seminggu saya bersama 8 teman saya sejurusan menempuh perjalanan seru menuju pulau nan eksotis, Lombok. Di tengah padatnya jadwal ujian dan ribetnya pengerjaan tugas di teknik telekomunikasi ITB, tiba-tiba tepercik saja ide untuk backpacking ini. Tak butuh waktu lama untuk dikonkretkan semasa liburan kampus.

Setelah menyusun ittenary sedemikian rupa, kami segera bahu membahu mempersiapkan diri. Total ada 14 orang yang rencananya mau ikut, tapi karena beberapa hal hanya 9 yang jadi berangkat. Enam orang start di Stasiun Kiaracondong Bandung, dua orang start di Stasiun Lempuyangan Jogja, dan terakhir (saya) start di Stasiun Purwosari Solo. Perjalanan panjang sejauh ribuan kilometer ini tentunya meninggalkan pengalaman yang tak terlupakan bagi kami.

Bagaimana serunya? Silakan ikuti beberapa tulisan ke depan (saya namai “Jejak Lombok” dan terbagi menjadi beberapa part) untuk cerita versi saya

Jejak Lombok 1: Start!!

Jejak Lombok 2: Numpang Lewat, Bali

Jejak Lombok 3: Touchdown Lombok!!

Jejak Lombok 4: Ayam Taliwang

Jejak Lombok 5: Beauty of Lombok Beach

Jejak Lombok 6: Pesona Gili

Jejak Lombok 7: Long Way to Go Home

 

 

Semoga menghibur, dan terlebih lagi: semoga bermanfaat..

Perjalanan Malam-2

(lanjutan dari perjalanan malam-1)

Then, sampai juga di perempatan jalan raya utama. Saking baik hatinya bapak tukang ojek, beliau menunggu sampai aku dapat bus jurusan Solo. Dan memang tak butuh lama, bus itu sudah datang. Aku segera membayar ongkos ojek ke bapaknya dan bergegas masuk ke dalam bus.

Tahukah Kawan, bus yang kutumpangi ini adalah bus legenda. Namanya Sumber Kencono. Legenda? Ya, paling engga dikenal oleh masyarakat sepanjang jalan Jogja-Surabaya seperti itu. Legenda karena kecepatannya yang mengagumkan (tetangga saya pernah naek bus ini Solo-Surabaya hanya 3 jam, padahal kalau naek mobil normalnya 5jam!). Tapi, saking senengnya ngebut, tak terhitung lagi berapa bencana yang ditimbulkannya. Mungkin kalau dikalkulasi, bus ini yang paling sering menimbulkan kecelakaan. Jadi, banyak orang mempelesetkan namanya dengan “Sumber Bencono”.

Sejak masuk di dalam bus, aku langsung excited. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya berada di bus ekonomi supercepat. Bus legenda ini. Benar saja, saat lampu merah padam berganti lampu hijau dan bus ini mulai melaju, percepatannya luar biasa. Percepatan itu dikombinasi dengan kenekatan. Bedakan berani dengan nekat. Nekat itu lebih brutal. Tikungan ke kiri, tikungan ke kanan, menyalip truk, menyalip mobil. Caranya, sensasional! Kalau dalam 100 perjalanan berturut-turut bisa seperti itu tanpa kecelakaan, bolehlah sopir bus ini bersanding dengan Sebastian Vettel di ajang F1. Tapi semua pasti pesimis. Hmm.. enaknya jadi penumpang bus ini, keamanan cukup terjamin. Nah, orang-orang yang di luar sana lah yang harus menanggung dag-dig-dugnya. Tak adil memang kalau sudah berkendara hati-hati tapi tetap tertebas bus ini. Yah, cara aman di jalanan menghadapi bus ini memang hanya dua: perbanyak doa kepada Allah SWT, atau sekalian saja naik bus legenda ini. Dua langkah itu pun kulakukan sekaligus, aku sholat lail di dalam bus (dengan duduk, sholat lail berkecepatan 100 km/jam tu). Alhamdulillah, 1 jam sudah sampai bangjo Kleco, tempatku turun dalam keadaan sehat walafiat dan busnya juga tidak kecelakaan.

Saat turun, aku tersenyum. 1jam.. Ngawi-Kleco. Padahal dengan waktu segitu, aku hanya bisa mencapai Sragen. Emang benar-benar deh mengagumkan kecepatannya. Oya, saat aku di dalam bus tadi, aku mengamati kebanyakan penumpangnya naek untuk menuju Solo, berjualan di pasar. Ibu-ibu menggendong banyak bakul, berangkat dari rumah jam 3 dini hari.. Eh, itu jam mulai naek busnya dink. Entah jam berapa ibu itu mulai menyiapkan dagangannya, lalu berjalan ke jalan besar untuk naek bus. Mengagumkan. Pengorbanan orang tua memang mengagumkan. Sejenak kuteringat lirik lagu bang Iwan Fals, “Ibu” Ribuan kilo jalan yang kautempuh.. Lewati rintangan untuk aku anakmu.. Nice…

Perjalanan malam yang menyenangkan. Mengagumkan. Dan untuk mengakhirinya aku berjalan kaki segenap hati menuju rumah. Tak terasa berat walau kebiasaan dijemput kalau pulang dini hari. Keluarga di rumah menyambut. Subuh, dan perjalanan malam pun berakhir.

Perjalanan Malam-1

Asing. Bangunan-bangunan yang kulihat di sebelah kiri ini benar-benar asing. Padahal seharusnya sedikit banyak aku tahu mengenai tempat ini. Mungkinkah ini karena aku baru saja terbangun dari tidur? Mungkin saja. Sejenak aku menghela nafas panjang. Lalu kucoba cermati lagi bangunan yang terlihat dari jendela kiri ini. Sementara roda besi kereta terus berjalan dan mendengungkan suara yang cukup keras di malam yang sunyi ini.

Ah, astaga! Sekejap kepanikan menyelimutiku. Akhirnya kusadari di daerah mana aku sekarang dan itulah yang membuat suasana serba panik. Aku tak seharusnya masih berada di sini. Stasiun tempatku harusnya berhenti sudah lewat!!

Tergopoh-gopoh kukemas barang-barang bawaanku dan menuju pintu keluar kereta. Tidak mungkin keluar, kereta melaju terlalu kencang. Bahkan saat kereta melaju pelan pun aku tak kan seceroboh itu turun dari kereta. Jadi aku hanya bisa berharap kereta ini berhenti di stasiun terdekat yang masih satu kota dengan stasiun tempatku seharusnya turun. Satu menit lagi lewat stasiun terdekat itu. Berhentilah, kumohon!

Harapanku ternyata tinggal harapan. Bukannya melambatkan laju, kereta masih melaju kencang. Stasiun itu terlewati. Untuk beberapa menit aku terdiam membisu. Beberapa saat kemudian aku hanya bisa mengutuki kecerobohan yang tertidur saat hampir sampai tujuan, juga kesialanku karena handphone yang kubawa untuk komunikasi dan alarm habis baterainya.  Kupandang arah luar kereta. Gelap sekali. Dan aku juga belum pernah sampai sini.

Agaknya kedongkolan membuatku malas kembali ke tempat duduk awal, tempat duduk di mana aku tertidur tadi. Aku pun duduk di dekat pintu kereta, menemani seorang bapak setengah baya yang sedang asyik memandang luar sambil menghisap rokok. Setidaknya bersama bapak ini, aku mendapat teman ngobrol di saat kondisi pasca panik yang membuatku tak bisa tidur lagi.

Bapak itu ternyata sudah hafal stasiun-stasiun tempat kereta ini berhenti. Beliau cukup sering naik kereta yang kutumpangi ini, dan tampaknya kebiasaan beliau menikmati pemandangan dari pintu kereta inilah yang membuatnya hafal, tidak seperti aku yang lebih banyak menghabiskan waktu perjalanan dengan tidur. Bapak itu akan turun di Stasiun Ngawi, dan ternyata itu stasiun tempat berhenti yang paling dekat dengan stasiun Balapan Solo. Aku pun sudah semestinya juga turun di situ. Huff.. tempat berhenti terdekat saja sudah lain provinsi.

Setelah beberapa saat, laju kereta mulai melambat. Perlambatan karena di rem, kereta segera berhenti, dan kutahu berarti ini sudah sampai Stasiun Ngawi. Sesuai petunjuk bapak tadi, untuk menuju ke Solo lagi, aku butuh naik ojek atau bisa juga bus kecil -kalau sudah ada yang lewat- sampai perempatan jalan raya utama, baru lanjut naik bus jurusan Solo. Oke lah, pertemuanku dengan bapak yang baik itu sampai di sini. Beliau segera pulang naek motor. Sedangkan aku naek ojek karena belum ada bus kecil yang lewat.

Saat naek ojek ini sebenarnya saya cukup khawatir. Maklum, dini hari sekitar jam 02.30. Sepi. Hanya saya dan pak ojeknya yang melintasi jalan kecil penghubung stasiun-jalan raya utama. Tak ada lampu di pinggir jalan. Suara tonggeret bersahutan. Di langit hanya sedikit bintang yang tampak, tapi entah mengapa ada juga semburat cerah entah berasal dari mana.

Saat jalanan sedikit menikung, dari dekat pohon randu muncul sesosok bayangan, bayangan hitam! (yaeyalah, mana ada bayangan pink.. ngaksi bener bayangannya..). Bayangan itu muncul di malam yang tanpa lampu jalan dan minim bintang! Nah lho.. Mencekam ga tuh…  Engga lah! Bayangan itu nyata-nyata adalah bayangan randu disebabkan si randunya terkena sorot lampu sepeda motor. Oww..

Kontradiksi Perjalanan Jakarta-Bandung

Beberapa hari yang lalu saya pulang menuju Bandung dari ibukota negara, Jakarta. Itu untuk kedua kalinya saya menjalani perjalanan Jakarta-Bandung selama libur kuliah kemarin. Yang pertama, saat awal liburan. Kebetulan, perjalanan itu ditempuh dengan transportasi yang sama, yakni mobil travel. Karena om saya sudah jadi member perusahaan jasa travel, jadi saya dipesankan tempat duduk di jasa travel tersebut. Di Jakarta-Bandung model jasanya berbeda dengan di daerah (Solo misalnya) yang penumpangnya bakal dijemput di rumah. Saya harus datang ke pool, untungnya sih lumayan dekat (Jakartanya di Jatiwaringin, pool Bandung di Cihampelas), jadi it’s okay lah.

Nah, ada cerita menarik dari dua perjalanan yang jarak waktunya cukup berdekatan (1 bulan) itu… Hal yang bertolak belakang….

Ini nih ceritanya…

Perjalanan 1

Jadwal berangkat jam 20.30. Sampai di pool jam 20.20. Penjaganya ramah, cepat mengecek reservasi, dan saat saya hendak membeli minuman bekal di jalan, eh diberi air putih. Katanya itu memang bonusnya. Oke, makasih Pak. Waktu keberangkatan tiba, penumpang segara naik di mobil travel yang dari luar kelihatan nyaman. Ternyata bagaimana dalamnya?

Eksekutif!! Yuph, kursi travel ini benar-benar mantap, dingin-dingin empuk. AC berjalan normal. Tempat untuk kaki lumayan longgar. Perjalanan pun terasa nyaman. Poin plus lain, mobil ini melaju dengan kecepatan sebagaimana mestinya di jalan tol. Waktu 2 jam pun sudah cukup untuk mencapai pool terakhir di Cihampelas. Saya turun di depan jalan Pelesiran untuk kemudian jalan kaki menuju kos. Jalan kaki terasa oke-oke aja karena selama perjalanan relax.

Perjalanan 2

Jadwal berangkat jam 14.30. Sampai di pool persis dengan sebelumnya jam 14.15. Kontradiksi dimulai. Penjaga pool orangnya judes (ga tau apa tuh apa gajinya belum dibayar), dan pakai lama waktu mengecek reservasi. Bonus air putih? nope. Hmm.. daripada suudzon bonusnya buat si penjaga, mending positive thinking aja siapa tahu di balik pelayanan yang kurang menyenangkan di pool, justru di dalam mobilnya sangat menyenangkan. Waktu berangkat tiba. Mobil yang mau dipakai dari luar kelihatan nyaman juga nih. Nah, bagaimanakah kenyataannya di dalam mobil?

Ekonomi!! What? Bayaran sama.. kenapa isinya bisa sangat berbeda seperti ini. Lengkap banget deh ke-ekonomi-annya. Kursinya keras. Model dan baunya, ya sama dengan mobil produksi 1990. AC yang jadi elemen penting perjalanan di siang hari, eh ga beres. Bahkan ada di atap mobil belakang yang sangat keras (seperti kipas rusak). Mau menikmati perjalanan ga nyaman, mau tidur terganggu. Belum berhenti di situ. Pak sopir, entah mau menghemat BBM atau kenapa, melajukan mobil travel ini di lajur kiri (biasa untuk truk gandeng) dengan kecepatan, yah seperti mobil ini ada tulisan “belajar nyetir” di belakangnya.. Hmm.. waktu tempuh yang bisa 2 jam (kalau jalan normal di tol) pun jadi 3 jam walau tidak terjebak macet. Hilang waktu 1 jam deh. Hmmm…  Saat tiba di depan jalan Pelesiran dan harus jalan kaki pun, terasa berat karena dongkol dan perjalanan yang sama sekali uncomfortable.

Begitulah kontradiksinya.. Sebuah jasa, setepercaya apapun, pasti mungkin terjadi kontradiksi seperti itu.. sesekali mungkin mengeluh seperti saya ya (hehe..). Selanjutnya naik apapun, pake jasa apapun, nikmati aja.. Yang penting selamat sampai tujuan