Sudah tak berbilang berapa kali diriku bergumam “betapa keren” bapakku, atas pengalaman keliling beragam pulau di Indonesia dan dunia. Tapi pernah suatu hari aku bergumam, “betapa tidak keren”nya bapakku, karena dari puluhan perjalanan itu, bagaimana mungkin aku tidak pernah diajak. Sama sekali. Jangankan ikut di perjalanan beliau di padang gurun dan Piramid di Afrika, atau indahnya pegunungan Alpen di Eropa, sekedar menyeberang dari pulau Jawa ke eloknya Karimunjawa dan Bali pun aku tak pernah diajak. Hmmm….
Tapi aku pun ingat, gumaman itu hanya berlalu sekedar gumaman saja. Setiba bapak di rumah, protesku selalu tertahan. Aku tidak peduli oleh-oleh apa yang bapak bawa. Pun fakta bahwa aku tidak diajak. Dan walaupun aku bukan orang yang ekspresif dalam menyambut, satu hal yang pasti aku bahagia. Bapak sudah pulang. Alhamdulillah. Bahagia terkadang memang sesederhana itu.
**
Sekarang, saat aku duduk dalam perantauan di kota kecil bernama Leiden, aku bergumam lagi. Berpuluh perjalanan, tidak kurang dari 10 negara sudah dilalui masing-masing, olehku maupun bapakku, tapi bagaimana mungkin kami tidak pernah berada dalam pesawat yang sama. Hubungan bapak dan anak macam apa ini. Ahaha.
Tapi, kali ini aku bersyukur dan sangat-sangat bersyukur dulu tidak pernah diajak oleh bapak ke tempat-tempat superkeren yang bapak tuju.
Karena akhirnya aku tahu:
- dalam perjalanan ke Mesir, itu perjalanan dinas. Bagaimana mungkin mengajak anggota keluarga yang lain, bukankah itu bakal merugikan anggaran dinas?
- dalam perjalanan ke Austria, itu dari beasiswa. Daripada keluar biaya mahal untuk menyenangkan anak, bukankah lebih baik ditabung untuk pendidikan anak yang makin hari makin mahal?
Alhamdulillah, dari tabungan itu aku bisa lulus S1, yang hasilnya menuntun juga ke kesempatan S2 sekarang. Di Eropa! Tanpa harus pakai uang bapak. Alhamdulillah.
Yang kutahu dari bapakku, beliau selalu YAKIN bahwa aku bisa menggapai tempat-tempat yang pernah beliau tuju, jadi tidak perlu terburu-buru memanjakan.
Yang kutahu dari bapakku, beliau hanya perlu memastikan bahwa TELADAN dan DOAnya yang akan menjadi penguat bagiku.
Yang kutahu dari bapakku, beliau tak pernah alpa mengirim pesan dan doa. Nak, semoga selalu semangat dan sehat ya.
Walaupun hampir semua pesannya kujawab sangat sangat sangat plain, “Ya pak” atau “Amiin3” (hahaha.. ngasal pol). Tapi tetap saja pesan dan doa itu.. PRICELESS..
Semoga suatu saat kita pernah sepesawat dan itu aku yang ngajak ya pak.. Ahaha.. 🙂
Terima kasih, Bapak!
**
Leiden, 29 Oktober 2015