Khutbah Ramadhan Salman: Beribadah untuk Rahmat Allah

Kembali ke kesejukan Salman.. Subhanallah.. Sungguh saya tak bisa bayangkan bagaimana jadinya menghadapi pressure test TA dan Ramadhan tanpa adanya masjid kampus yang satu ini. Aura cahaya nan menentramkan membuat hati yang gundah gulana menjadi balanced lagi..

Malam tarawih 11 Ramadhan 1433 H kemarin, kebetulan sekali khotib tarawihnya ustadz Aam Amiruddin. Pembina Yayasan Percikan Iman yang juga banyak mengisi acara dakwah di TV swasta ini selalu menyajikan materi dan penyampaian yang sangat menarik. Betah lah kalo beliau membawakan khutbah. Mantap! (oya, saya sempat menulis juga khutbah beliau di Salman Ramadhan tahun lalu, cek di sini)

**

Khutbah tarawih kali ini dibuka dengan bunyi hadits berikut:

Rasulullah SAW pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”  Jawab Rasulullah SAW, “Amal sholeh saya pun tidak cukup”.

Dalam bahasa Arab, kata tidak yang dipakai di hadits ini adalah “lan” bukan “lam”. Apa bedanya “lan” dan “lam”? Seperti dikemukakan pak Aam.. “lam” itu berarti tidak akan tapi sifatnya sementara. Sedangkan “lan” artinya tidak akan untuk selamanya. Dengan kata lain hadits itu memaparkan bahwa Amal sholeh kita TIDAK AKAN PERNAH membuat kita masuk surga..

Menarik bukan?

Lalu buat apa donk ya kita memenuhi perintah agama untuk berbuat baik? Berarti salah nih kalau beramal sholeh? Bakal sia-sia juga kan?

Eits, tunggu dulu. Mari kita simak lanjutan hadits di atas

Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.

See? Hanya Rahmat dan kebaikan Allah SWT saja lah yang bisa membuat kita masuk surga.Amal sholeh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Misal nih misal, surga dan neraka itu ternyata tidak ada, orang yang beribadah hanya karena mengharap hadiah surga atau terhindar dari neraka pasti akan berhenti beribadah. Misal juga nih misal, bidadari surga itu juga tak ada, pada males-malesan juga donk ibadahnya. Beda halnya kalo niat kita semata karena mengharap ridho Allah.. Mau apapun nantinya yang diberikan oleh Allah SWT, kita akan terus beribadah. Syukur dan terima kasih karena kita memang cinta kepada-Nya..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk mengharap surga? Boleh koq..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk menghindari neraka? Boleh juga..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk mendapatkan banyak rezeki dunia? Ini juga boleh..

Tapi, itu tadi sangat basic. Paradigma tersebut mesti diupgrade jadi expert.. yang tak lain tak bukan niatnya mesti tulus mengharap ridho Allah. BERIBADAH KARENA MENGHARAP RAHMAT ALLAH. Apalagi di bulan Ramadhan ini, bulan menuju ketaqwaan. Yang punya target ibadah sunnah, shodaqoh, khatam mengaji, dll mari kita mulai sama-sama niatkan untuk diridhoi Allah SWT, bukan sekedar kejar setoran.

Nah, gimana sih agar kita bisa mendapatkan Rahmat Allah?

1. Jangan Lelah Melakukan yang Terbaik

Seringkali dalam menjalani hidup, kita merasa sudah mengerahkan segenap kemampuan tapi tetap saja hasil tak sesuai yang kita harapkan. Tapi itu bukan alasan untuk mundur beribadah. Wilayah/zona kita adalah Ikhtiar (memaksimalkan usaha), sedangkan Hasil itu sepenuhnya adalah Wilayah milik Allah SWT.  Kita acap terlambat menyadari saja kalau nikmat yang diberikan Allah sudah sedemikian banyak. Pokoknya, jangan lelah melakukan semua pekerjaan sebaik mungkin! 🙂

2. Bingkai Hidup dengan Kekuatan Doa

Dalam QS Al-Mulk ayat 1 tertulis bahwa melimpahnya keberkahan dari sisi Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kita percaya bahwa kita hanya seorang hamba yang tiada punya daya dan kekuatan selain dari-Nya.. Kita percaya bahwa Allah Maha Kuasa, Maha Pemurah, Maha Pemberi.. karena itu sudah semestinya setiap waktu dalam hidup dibingkai dengan doa-doa pada-Nya

3. Yakini bahwa Hidup hanya Sementara

Dunia ini fana. Apalagi umur kita. Sangat terbatas. Umur biologis memang sudah ditentukan Allah SWT, tapi ada umur yang lebih penting, umur yang harus kita perjuangkan. Tak lain adalah umur amal sholeh. Kita bisa saja berumur biologis 70 tahun, tapi umur amal sholeh hanya 6 bulan (baru taubat di usia 69,5 tahun). Tentu kita akan meninggalkan dunia dalam keadaan rugi. Semestinya lah kita berusaha seawal mungkin konsisten beramal sholeh, membuat prestasi sehingga meninggalkan dunia dengan cerita bagus berupa amal-amal terbaik..

**

demikian khutbah malam ini. Khotib kembali berpesan untuk mengubah paradigma beribadah kita, paradigma beramal kita.. semuanya mesti semata diniatkan untuk mengharap ridho Allah.. mendapatkan rahmat Allah.. Amiin..

Bismillahirrahmanirrahiim..

Tarawih 24- Masjid Salman ITB

Malam 24 Ramadhan… Kembali sholat tarawih di Masjid Salman. Sedihnya, kemungkinan besar ini adalah malam terakhir saya bertarawih dan tilawah di Salman untuk Ramadhan tahun ini (hikz..). Semoga masih diberi banyak kesempatan Nyalman di Ramadhan tahun-tahun berikutnya, dengan “the better of me” tentunya (amiin..aminn..amiin). Kabar baiknya, saya sadar bahwa besok sudah pulang kampung (yuhu..), bisa beribadah lagi dengan Bunda, Bapak dan Adik tercinta..

Khutbah malam ini dibawakan oleh Pak Asep Zaenal Ausop, ustad yang kebetulan saya pernah jadi mahasiswa beliau di mata kuliah Agama dan Etika Islam. Selalu asyik kalau beliau membawakan ceramah, tak terkecuali hari ini. Nice.

**

Dalam khutbah tarawih malam hari ini, khotib menyampaikan mengenai nikmat-nikmat lain dari shaum, yang secara terselip sangat bermanfaat bagi diri walau mungkin kita sendiri jarang menyadarinya. Nikmat lain apa sajakah itu? Langsung saja…

Pertama, shaum Ramadhan ini menjadikan kita lebih dekat dengan makanan Halalan Thoyiban.  Makanan yang halal dan sehat. Jadi kalau selama ini semua jenis makanan, baik halal maupun haram, menyehatkan atau bikin sakit, beredar dengan bebasnya. Saat Ramadhan, makanan yang dijajakan secara tak langsung berstatus halal dan thoyib. Seakan ada kontrol tersendiri terhadap makanan yang beredar. Kurma yang penuh khasiat itu juga bisa kita dapat dengan mudah. Oke nih, banyak makanan halalan thoyiban. Tapi, kalau kita ga punya kontrol dalam makan (misal selepas buka, langsung aja sikat banyak makanan) yah jadi ga thoyib juga… Hmm…

Kedua, saat shaum ini berlangsung proses detoksinasi tubuh dan jiwa kita. Apa itu detoksinasi? Yuph, pembersihan racun. Baik langsung yang secara ilmiah berada dalam tubuh hilang, juga melenyapkan penyakit-penyakit hati (hasad, dengki, iri hati, kikir, dll). Jadi shaum sebenarnya juga bagian “gaya hidup sehat”. Tapi bener nih kita sudah berusaha melenyapkan racun tubuh dan jiwa? Kalau  tiap hari masih memberi racun tubuh (makan tanpa kontrol selepas buka) dan penyakit hati (masih sering emosi dan mengumpat misalnya), proses detoksifikasinya bakal lancar ga tuh? Ehem…

Ketiga, shaum menciptakan kebiasaan (habit) yang baik bagi kita. Dengan shaum, kita dilatih untuk menahan emosi, berdisiplin, semangat berbagi, dan hal baik lainnya. Konon, habit baru akan terbentuk dengan melakukan kegiatan yang sama selama minimal 3 minggu. Nah, shaum Ramadhan kan 1 bulan. Kalau kita merasa belum terbentuk habit baiknya, masih ada evaluasi tambahan dengan puasa 6 hari Syawal. Siap dengan habit yang baik? Insya Allah siap tentunya ya.. 😀

Keempat, ada malam lailatul qadr di 10 hari terakhir Ramadhan. Di malam yang lebih dari 1000 bulan ini, jutaan malaikat turun ke bumi. Pintu cahaya Allah SWT terbuka selebar-lebarnya. Malam itu juga merupakan malam taqdir, mungkin saja kita terbimbing jadi jauh lebih baik atau malah sebaliknya karena terbiasa tak memanfaatkan kesempatan. Dengan i’tikaf dan meningkatkan amalan, harapannya taqdir kita jadi lebih dan lebih baik.

Itulah kenikmatan-kenikmatan lain dari ibadah shaum nan luar biasa. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan manfaat.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 20- Refleksi Sepertiga Akhir

Malam 20 Ramadhan… Sang waktu kembali berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa bulan suci Ramadhan 1432 H ini tinggal 10 hari lagi. Ini berarti telah sampailah kita pada sepertiga terakhir. Sepertiga akhir yang merupakan saat-saat yang penuh keutamaan , saat melimpahnya pahala dan ampunan, serta saat yang di dalamnya ada malam lailatul qadar. Tentu kita semua sangat berharap bisa merasakan Lailatul Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Rasulullah SAW memberi contoh kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani sepertiga akhir Ramadhan, di mana beliau pun menghidupkan dengan amalan-amalan yang melebihi waktu lainnya.

Ummul mu’minin Aisyah r.a. berkata

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim)

Aisyah r.a.  juga mengatakan

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Bukhari & Muslim)

Dan dari Ibnu Umar r.a. berkata

Rasulullah saw. biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Seperti suri tauladan kita tersebut telah contohkan, maka sepertiga terakhir ini adalah saat untuk mengencangkan ibadah, saat untuk terus mendekatkan diri pada Allah SWT, saat untuk beri’tikaf.

Karena itu dalam tulisan ini saya akan menshare sebuah renungan, semoga kita bisa mengambil hikmah dan menjadi pengantar untuk beri’tikaf. Apa yang saya dapat ini adalah dari isi khutbah tarawih Bapak Samsul Basaruddin, pembina Masjid Salman. Judulnya: “Spektrum Bathin dan Pergolakan Qalbu

***

Manusia, tidak dipungkiri tercipta sebagai makhluk paling mulia. Nah, selain takdir sebagai makhluk dengan berbagai keutamaan (sebagai khalifah di muka bumi, cenderung pada kebaikan, dll), banyak pula sebenarnya takdir negatif yang melekat dalam diri manusia. Di dalam khutbah ini, dibahas dari sisi Qalbun yang terdapat di dalam manusia, sesuatu yang tidak stabil, mudah berubah. Qalbun ini menjadi pusat kesadaran akan keberadaan kita. Spektrum bathin dan gejolak qalbu inilah yang mesti kita olah sebaik mungkin.

Kita mungkin saja berada pada wilayah “medan malaikat super” yakni 100% taat kepada Allah SWT, atau (naudzubillah) berada pada wilayah “medan iblis super” yakni terbiasa membangkang akan perintah Allah SWT.

Kita bahas dulu dari medan iblis super, sebagai perenungan apakah selama ini kita cenderung pada sifat-sifat yang buruk. Iblis, sebenarnya dosanya 1: sombong/arogan. Ia terlampau sombong untuk sujud kepada Adam a.s., sebagaimana dalam QS Al-A’raaf:12 dan QS Shaad: 75-76 berikut

Karena itu, sifat yang mengawali keburukan adalah kesombongan/arogan, disebut kompleks Jub-Bir-Riya’. Sifat awal ini dapat mendorong Pancasesat (5 hal yang menyesatkan). Pertama, adalah sifat Dho’ifa (lemah pendirian), sebagaimana QS An-Nisaa:28

Setelah lemah pendirian, selanjutnya manusia terbawa dalam sifat Halu’a (gelisah) sebagaimana QS Al-Ma’arij:19

Kegelisahan tersebut membuat salah dalam pengambilan keputusan. Manusia menjadi ‘Ajula (tergesa-gesa), dijelaskan dalam QS Al-Israa’:11 dan Al-Anbiyaa’: 37

Buntut dari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa ini, manusia menjadi Jazu’a (berkeluh kesah) saat ditimpa cobaan seperti dijelaskan dalam QS Al-Ma’arij:20, dan ini mendorong pada Kompleks Qabili (QS Al-Ma’idah: 27-31)

Sebaliknya saat diberi kenikmatan yang banyak, manusia menjadi Manu’a (egois/kikir) seperti dalam QS Al-Ma’arij:21 dan ini mendoorng pada kompleks Qaruni & Hamani (QS Al-Qasash: 76-82, QS Al-Mu’miin: 21-37)

Tentunya kita tidak mau terbawa oleh sifat-sifat yang berada dalam wilayah “medan iblis super” ini. Semakin kesombongan dan pancasesat menguasai Qolbun kita, maka “semakin iblislah” kita. Naudzubillahi min dzalik.

Karena itu mari bersama kita renungkan apa yang telah kita perbuat. Hanya kita sendiri dan Allah SWT yang tahu. Terlebih mari kita renungkan saat masa-masa i’tikaf di sepertiga akhir Ramadhan ini. Semoga kita terus terbimbing untuk jadi lebih baik

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 19- Masjid Salman ITB

Malam 19 Ramadhan.. Agenda tarawih keliling kembali ke Masjid Salman. Tak terasa sudah 3/5 Ramadhan 1432 H ini terlewati. Makin terasa bahwa masih banyak amalan yang mesti dikejar dan ditingkatkan.

Khotib tarawih malam ini adalah Bapak Ir.H. Akhmasj Rahman. Beliau salah satu pembina masjid Salman ITB

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, khotib memberikan materi yang sedikit banyak juga merupakan renungan. Renungan ini menghadirkan pertanyaan berikut: Apa penyebab perbaikan diri kita seperti belum tampak? Mengapa ibadah yang sudah bertahun-tahun kita kerjakan seakan belum memberi dampak?

Perbaikan merupakan harga yang mahal. Kebanyakan mesti melalui proses yang panjang. Banyak pula yang merasa sudah berada dalam jalur perbaikan, tapi nyatanya masih saja terpuruk. Sebagaimana kondisi bangsa kita saat ini, Kondisi yang terpuruk. karakter yang terpuruk. Mental yang terpuruk.

Kalau ada satu jawaban mengapa bangsa kita, atau sebenarnya tidak usah jauh-jauh, diri sendiri saja sedemikian terpuruk. Jawabnya adalah kita KEHILANGAN sentuhan ibadah. Ibadah hanya seperti rutinitas saja. Sehingga hasilnya pun seperti berlalu begitu saja. Tanpa makna dan tanpa perbaikan. Padahal indikasi paling mudah atau tegas bahwa telah terjadi perbaikan diri kita adalah Allah SWT mengganti keburukan dengan kebaikan-kebaikan.

Untuk mendapatkan sentuhan ibadah maka ada 4 hal diterimanya ibadah sebagai berikut:

Pertama, ibadah yang kita lakukan mesti disertai rasa tunduk patuh, berserah diri kepada Allah SWT.

Kedua, ibadah ini semestinya memberikan pencerahan kepada diri kita. karena itu, kita semestinya tau esensi dari ibadah

Ketiga, ibadah membawa kita dari kegelapan (keburukan-keburukan) kepada cahaya yang terang benderang

Keempat, ibadah membawa kita pada pembebasan belengu-belenggu duniawi.

Apakah ibadah yang sudah kita lakukan selama ini, selama bertahun-tahun, telah memberikan empat kriteria di atas?

Ini yang mesti kita renungkan. Dan kita perbaiki tentunya. Karena tanpa sentuhan ibadah maka kita tak lebih dari manusia yang lalai. Sedang balasan untuk manusia yang lalai adalah neraka Jahannam (QS Al-A’raaf: 179)

Naudzubillahi min dzalik.

Semoga kita bukanlah termasuk orang-orang lalai. Maka dari itu mari kita lakukan langkah perbaikan, dengan sentuhan ibadah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 17- Masjid Salman ITB

Malam 17 Ramadhan… Malam 17 Agustus.. Saatnya tirakatan Nyalman lagi. Selepas aktivitas kampus yang cukup padat sampai Maghrib di hari Selasa, waktunya refresh hati dan pikiran dengan ibadah di Masjid Salman.

Khutbah pada malam hari ini dibawakan oleh Dr.Yazid Bindar, wakil dekan bidang sumber daya FTI (Fakultas Teknologi Industri) ITB. Di sini baru saya tahu kalau selain beberapa pembina Salman menjadi Dekan ITB, wakil-wakil Dekan pun banyak diisi “orang Salman”. Subhanallah. Semoga dengan begitu, kampus Ganesha ini kian bergerak menuju kampus madani.

**

Khutbah tarawih malam ini membahas mengenai rezeki. Allah yang menciptakan seluruh makhluk hidup. Allah pula yang memberinya rezeki. Allah mengatur rezeki sesuai kehendak-Nya. Bagi manusia, rezeki ini akan diberikan sesuai kadar usaha masing-masing

Terkait rezeki, ada 4 bagian yang bisa kita kejar:

Pertama, infrastruktur rezeki sudah ditetapkan Allah untuk manusia.

Kedua, bagaimana kita berikhtiar untuk memperoleh rezeki.

Ketiga, bagaimana kita melakukan pengelolaan terhadap rezeki.

Dan keempat, bagaimana kita menggunakan rezeki dengan penuh tanggung jawab serta menyadari bahwa terdapat hak/bagian orang lain dalam rezeki yang kita peroleh.

Keempat bagian di atas hanya kita sendiri yang bisa merenungi capaian masing-masing. Sudahkah berikhtiar dengan maksimal? Sudahkah mengelola rezeki dengan baik? sudahkah kita membagi rezeki untuk orang lain?

Di bulan Ramadhan ini, hendaknya kita bisa menyadari betapa besar rezeki, betapa besar nikmat yang diberikan Allah SWT. Dan mestinya kita terus bersyukur dan bersyukur. Cara bersyukur tentu tak hanya sekedar ucapan, tapi dengan menggunakan rezeki sebaik mungkin dalam balutan ketaqwaan dan mengharap ridho Allah SWT.

Semoga kita termasuk orang yang bersyukur dan senantiasa bisa memanfaatkan rezeki di jalan Allah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 14- Masjid Salman ITB

Malam 14 Ramadhan.. Agenda hari ini di Masjid Salman (lagi). Karena 20 menit sebelum waktu Isya masih di Cimahi, sempat terpikir untuk sholat di Masjid Agung Cimahi, tapi ternyata masih ada waktu untuk mengejar tarawih di Salman. Kemacetan di Cimindi dan Pasteur tak jadi halangan. Yang penting bisa “Nyalman” 🙂

Khutbah tarawih malam ini dibawakan oleh Prof.Dr.Ir.Abdulhakim Alim. Beliau dari Majelis Guru Besar ITB. Menarik..

**

Dalam khutbah tarawih ini, khotib memaparkan mengenai 3 kesimpulan dalam kehidupan sekarang. Kesimpulan apa saja itu?

Pertama, bahwa peradaban sekarang lebih mementingkan kehidupan duniawi.

Kedua, ketaatan kepada Allah SWT dianggap sebagai beban.

Ketiga, banyak yang terlarut dalam pengejaran capaian duniawi.

Tiga kesimpulan yang tidak bagus untuk lingkungan hamba Allah, di mana diciptakan tak lain untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu kita dihadapkan pada tiga tuntutan:

1. Bagaimana agar dunia digenggam, tetapi tidak mengendalikan kita

2. Bagaimana mendapat kekuasaan di dunia, tetapi digunakan untuk membela kebenaran

3. Bagaimana agar ibadah kita menjadi kekuatan dalam perilaku

Untuk menghadapi tuntutan tersebut, mari kita simak hadits berikut:

Dari Umar r.a. beliau berkata : Suatu hari ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lutut Rasulullah SAW seraya berkata:

“Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka bersabdalah Rasulullah SAW : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“,

Kemudian dia berkata: “anda benar”.

Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk

lalu dia berkata: “anda benar”.

Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Beliau pun bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .

kembali dia bertanya: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”.

Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya”, beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.

Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian”.

(Hadits Riwayat Muslim)

Dari hadits di atas, dijelaskan mengenai Islam, Iman dan Ihsan. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, dan membawa ketiganya dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kunci menghadapi 3 tuntutan di atas.

Dan tak ada alasan bagi kita untuk ingkar kepada Allah SWT. Bukankah kita dulu pernah berjanji untuk senantiasa beribadah kepada-Nya? Tidak perlu menyalahkan orang tua, orang lain, atau lingkungan yang mungkin kita rasa “menjauhkan” dari Allah SWT, melenakan dalam kehidupan dunia. Semuanya kembali pada diri sendiri, bagaimana membawa Islam, Iman, Ihsan.

Semoga kita bisa senantiasa menjaga Islam, Iman, Ihsan kita dalam kehidupan dunia ini. Bismillahirrahmanirrahiim

Tarawih 12- Masjid Salman ITB

Malam 12 Ramadhan.. Setelah dua hari “meninggalkan” Salman, kini saatnya untuk kembali.. hoho..

Ada yang berbeda dari format khutbah-sholat tarawih malam ini. Jika di malam-malam sebelumnya, dan nyaris selalu begitu, setelah sholat Isya khutbah dulu baru sholat tarawih, kali ini dibalik: sholat tarawih dulu, baru khutbah.

Khotib yang dijadwalkan sebenarnya adalah Gubernur Jawa Barat, bapak Ahmad Heryawan. Tetapi karena berhalangan hadir, maka beliau digantikan oleh pak Agung, dosen Teknik Sipil ITB. Khutbah dengan format berbeda malam ini, suasananya tentu saja berbeda. Kalau sebelumnya khotib berbicara di mimbar, untuk malam ini khotib bisa “jalan-jalan” sambil menampilkan slide-slide yang dipancarkan 2 buah proyektor ke dinding depan masjid.

**

Materi khutbah — atau mungkin lebih condong ke “training”..yah, whatever– malam ini adalah 7 HABITS for COLLEGE STUDENTS. Wow! Sebagai pengagum buku Covey Family (Stephen dan Sean), tentu bukan hal yang baru mendengar 7 HABITS. Tapi yang unik di sini adalah embel-embel “For College Students” itu lho.. berbeda dari yang sudah saya baca, yakni For Teens (Remaja). Oh, ternyata ini juga yang baru diberikan kepada mahasiswa baru/ TPB (Tahap Persiapan Bersama) dalam training SSDK (Strategi Sukses Di Kampus), training yang rutin digelar untuk mahasiswa baru ITB.

Inti utama slide-slide yang ditampilkan adalah skala kematangan 7 Habit (Kebiasaan). Manusia punya potensi, punya juga banyak kesempatan, dan dengan kebiasaan serta kerja keras maka SUKSES akan didapat. Yang akan di-trigger di sini adalah kebiasaan/kerja keras, yakni dengan memberi motivation (motivasi), grit (kegigihan) dan mindset (pola pikir). Dan jadilah rumus: POTENSI + KESEMPATAN + KEBIASAAN, KERJA KERAS = SUKSES!

Habit (kebiasaan) itu letaknya seperti dalam gambar ini:

Oke, langsung kita lanjut ke skala kematangan 7 HABIT. Skala ini berlaku secara umum, seperti dicetuskan Stephen Covey, sang penulis buku fenomenal itu.

Tingkat terendah diri adalah dependence (bergantung), untuk berubah ke level berikutnya yakni independence (mandiri), maka  perlu 3 kebiasaan:

1. BE PROACTIVE (menjadi proaktif)

Memegang prinsip untuk berpikir jernih sebelum bertindak. Berasas See-Do-Get. Dari melihat menuju melakukan, maka kita harus senantiasa bertanggung jawab atas pilihan. Melakukan untuk mendapatkan, maka perlu memilih untuk ‘bertindak’, bukan ‘bereaksi’. Dari dapat menuju lihat, maka di situlah kita memegang kendali hidup kita.

Selain itu perlu pula stop & pause (mencoba mengerti mengapa kita merasakan suatu hal), think & choose (memikirkan berbagai alternatif yang mungkin, lalu menentukan pilihan), lalu Do (bertindak sesuai pilihan).

2. BEGIN WITH THE END IN MIND

Memulai dari acuan tujuan akhir. Dengan begitu, akan lebih mudah menentukan step-step mencapai target itu. Jangan sampai tergoda, dan pantang untuk gagal. Dalam Islam, tentu tujuan kita semua adalah ketaqwaan dan ridho Allah.

3. PUT FIRST THING FIRST

Prinsip ini memacu kita untuk pintar-pintar menetapkan prioritas, dan disiplin mengerjakannya. Karena seringkali kita terbuai dengan agenda yang sebenarnya kurang penting, dan itu jelas mempengaruhi agenda utama.

Dengan 3 kebiasaan di atas, kita telah bisa mencapai kemenangan pribadi dan kemandirian. Tentunya tidak sampai itu saja kita merasa puas. Harus meningkat dengan mendapatkan kemenangan publik dan level interdependence. Maka kebiasaan untuk mencapai itu adalah:

4. THINK WIN-WIN

Berpikir solusi sama-sama menang/menguntungkan, tidak mementingkan diri sendiri saja. Dalam Islam, disandarkan pada rukun Iman dan rukun Islam.

5. FIRST UNDERSTAND, THEN TO BE UNDERSTOOD

Berusaha memahami terlebih dulu, baru dipahami. Memandang masalah secara bijaksana

6. SINERGYZE

Sinergisasi antar elemen

Dan setelah kemenangan publik tercapai, terus asah dengan kebiasaan puncak, kebiasaan ketujuh

7. SHARPEN THE SAW

Asah gergaji. Asah kemampuan dan wawasan kita. Dalam Islam, dengan lebih banyak menghadiri kajian ilmu dan membaca dengan nama Allah SWT.

Demikian 7 HABIT (kebiasaan) yang bakal mengantarkan kita ke gerbang kesuksesan. Dan mari kita usahakan untuk mencapai kemenangan-kemenangan kita, di bulan suci, bulan penuh kemenangan ini, bulan Ramadhan.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 9- Masjid Salman ITB

Malam 9 Ramadhan.. Terdorong untuk sholat di masjid Salman lagi.. hehee..

Khotib untuk tarawih malam hari ini tak kalah dengan khotib-khotib terdahulu, yakni Bapak KH Athian Ali, beliau adalah ketua FUUI (Forum Ulama Umat Islam). Walau beliau masih dalam kondisi kurang fit karena baru 2 hari lalu operasi, tapi beliau masih bisa membawakan khutbah dengan sangat bagus. Materi yang disampaikan agak sensitif tapi dengan penyampaian seperti beliau, jamaah jadi sangat antusias. Dan memang jamaah perlu belajar banyak dari beliau, yang bisa terus berdakwah dengan baik dalam kondisi sakit sekalipun. Subhanallah

**

Khotib dalam khutbah tarawih ini membahas mengenai iman dan kafir yang saat ini perbedaannya tampak makin kabur, terutama di negeri kita Indonesia. Klo tentang urusan hati memang semua orang juga tidak tahu, tapi kondisi sekarang, tampak luar pun susah untuk membedakan apakah seseorang beriman atau sebenarnya kafir.

Dalam QS Al-Baqoroh ayat 185 dijelaskan salah satu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai pembeda, pembeda antara haq dan bathil. Jadi dari Al-Qur’anlah semestinya kita bisa membedakan mana perkara yang baik dan buruk.

Khotib secara khusu menyoroti QS Al-Hujurat ayat 14-15 berikut

Dari ayat tersebut, Allah SWT pernah mengingatkan Rasulullah SAW untuk mengatakan pada orang Arab Badui bahwa telah Islam/tunduk, belum tentu telah mukmin karena iman belum tentu sudah masuk dalam hati mereka. Sedangkan iman yang sesungguhnya adalah yang disebutkan dalam QS Al-Hujurat: 15 itu.

Nah, di Indonesia tercinta ini, banyak kasus yang membuat miris karena banyak yang belum mukmin tadi. Dan mungkin juga lho kita ini sudah Islam, tapi ternyata belum benar-benar mukmin. Padahal ga ada yang namanya “rada mukmin” atau “agak kafir”. Kalau ga mukmin, ya berarti kafir. Naudzubillahi min dzalik.

Dalam candaannya, khotib berkata kalau Iblis itu, mungkin paling sebel di Indonesia. Kenapa? Coz, dia (iblis) aja hanya sekali mengkufuri (tidak mau sujud pada Adam A.S. dengan alasan api lebih mulia dari tanah) hukumannya diturunkan dari surga dan dilaknat sampai akhir zaman. Sedangkan di Indonesia, orang yang kufur berkali-kali banyak yang menyebutnya Kiai Haji. Contoh juga yang mengatakan Al-Qur’an sebagai kitab suci paling porno tuh…

Masih dalam nada candaan, khotib berkata kalau Iblis mungkin lebih beriman dari manusia. Kenapa? Kan dia (iblis) melihat langsung Allah, ia sadar kalau Allah Sang Pencipta, tidak beranak dan diperanakkan. Eh manusia malah masih banyak yang ragu akan Allah SWT, berkata Allah itu punya putra, de-el-el. Hmm…

Bahwa beda antara mukmin dan kafir makin kabur di negeri ini adalah pendapat mengenai hukum waris. Ada yang beranggapan (padahal yang beranggapan wawasan Islamnya cukup luas), jatah warisan laki:perempuan 2:1 seperti tercantum dalam Al-Qur’an itu tidak adil, karena kondisinya perempuan sekarang banyak yang bekerja. Kalau perbandingan 2:1 kan cocoknya di Arab tempo dulu, ga cocok di kondisi seperti Indonesia sekarang. Jadi ada pendapat untuk bikin “fiqih versi Indonesia”. Nauzubillah.

Al-Qur’an sebagai kitab suci pedoman hidup manusia itu tidak ada keraguan di dalamnya, tidak ada sama sekali. Kalau dinalar sederhana, itu seperti kita memilih kopiah untuk kepala. Bukan kepalanya yang harus menyesuaikan dengan kopiah, tapi kopiah yang dipilihlah yang harus menyesuaikan dengan kepala. Dan kepala dalam analogi ini adalah induk ilmu, tak lain kitab suci Al-Qur’an. al-Qur’an mesti kita pelajari dan pahami benar karena fungsinya juga sebagai Al-Furqon, pembeda antara haq dan bathil.

Semoga kita bisa lebih mendalami Al-Qur’an dan Islam. Beriman dengan sebenar-benarnya iman. Dan kita terbimbing dalam menghadapi batas mukmin dan kafir yang makin kabur.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Kultum Subuh 8- Masjid Salman ITB

8 Ramadhan 1432 H atau bertepatan dengan Senin 8 Agustus 2011. Hari pertama perkuliahan semester 7 di ITB. Semester baru, semangat baru. Tak terasa sudah jadi mahasiswa versi 4.0 (tingkat empat). Final year.. Harus bisa jadi produktif dan lebih produktif lagi,, dan pagi nan cukup hangat ini dimulai dengan sujud di Masjid Salman.

**

Kultum Subuh kali ini membahas mengenai doa yang merupakan salah satu cara komunikasi kita kepada Sang Pencipta, ALLAH SWT. Manusia, sebagaimana kita tahu, punya kelebihan dan batasan masing-masing. Karena itu semestinyalah tempat bergantung kita hanya Allah, bukan malah bergantung pada manusia yang jelas-jelas punya banyak batasan.

Caranya, ya komunikasi itu tadi : doa. Dibarengi dengan ikhtiar, insya Allah dimudahkan dalam berbagai hal di kehidupan ini. Manusia berikhtiar tanpa doa, itu sombong. Manusia berdoa tanpa ikhtiar, itu bohong.

Ada syarat agar doa kita makbul (dikabulkan oleh Allah SWT), yakni dengan sikap yang tepat dan waktu yang tepat. Dalam kultum ini, khotib memaparkan waktu-waktu doa makbul yakni: saat adzan, antara adzan dan iqomah, saat sujud, sesaat setelah sholat fardhu, sepertiga malam terakhir, saat khotib duduk di antara 2 khutbah Jum’at, saat buka puasa.

Waktu yang mustajab itu akan lebih berlipat kesempatannya saat bulan suci Ramadhan ini. Karena itu, bismillah, mari lebih banyak mendekatkan diri dengan Allah melalui doa. Memberi harapan dan melengkapi ikhtiar sungguh-sungguh yang kita lakukan dengan nama Allah, untuk mengharap ridho Allah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 8- Masjid Salman ITB

Malam 8 Ramadhan.. Salman dan Salman… 😀

Kalau biasanya jamaah tarawih penuh, malam ini lebih penuh lagi karena khotib yang mengisi merupakan seorang menteri. Seorang yang juga cukup identik dengan ITB. Beliaulah ketua Ikatan Alumni ITB, yang sekarang juga diamanahi jabatan tak main-main, Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia. Ya, khotib malam ini adalah bapak Ir.H. Hatta Radjasa..

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, Pak Hatta mengawali dengan menceritakan banyaknya peristiwa penting dalam sejarah, terutama tarikh Islam, yang terjadi di bulan Ramadhan. Kemenangan pasukan Rasulullah SAW di Perang Badr, penaklukan Andalusia (Spanyol) oleh Tariq bin Ziyad, perebutan Palestina oleh Sholahuddin Al-Ayubi adalah contohnya.

Bulan Ramadhan merupakan syahrul jihad. Bulan untuk berjuang. Bulan untuk berjihad melawan berbagai permasalahan yang menimpa diri, bangsa dan agama. Sebagai seorang menteri ekonomi, Pak Hatta akan membahas mengenai perjuangan yang mesti dilakukan bangsa Indonesia, terutama terkait ekonomi. Mengenai ekonomi, Indonesia sering dilanda krisis, saat krisis itu muncul energi untuk bersatu, dan motor utamanya adalah umat Islam. Karena itu, sudah selayaknya  kita sebagai muslim Indonesia juga turut memikirkan permasalahan bangsa.

Indonesia, kata Pak Hatta, butuh waktu 65 tahun untuk mencapai kemajuan ekonomi gelombang pertama. Tapi, apakah perlu 65 tahun lagi untuk kemajuan ekonomi kedua? Tentu semua akan sepakat untuk berkata “Tidak!”. Kita butuh percepatan pembangunan, dan itu mesti diupayakan sebaik mungkin.

Mengenai pembangunan, Indonesia jelas punya potensi besar. Di antaranya adalah kondisi generasi sekarang yang merupakan transisi usia produktif (double bonus generation). Di saat kebanyakan negara Barat serta Jepang mulai aging (banyak yang berumur tua), Indonesia justru punya piramida penduduk yang produktif. Sayang jika kondisi ini tidak bisa dimanfaatkan. Potensi utama lainnya adalah kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) yang belum terolah dengan benar walau rata-rata merupakan sumber melimpah 5 besar dunia.

Dalam program nasional, Pak Hatta menjelaskan langkah strategis yang diambil untuk percepatan pembangunan ekonomi:

1. Pembangunan pusat-pusat ekonomi baru yang tersusun dalam 6 koridor ekonomi nasional. Kawasan ekonomi khusus untuk memacu pertumbuhan ekonomi terus disiapkan

2. Membangun konektivitas dan infrastuktur (locally integrated, globally connected)

3. Memacu SDM dan IPTEK nasional. Jadi landasan pembangunan ekonomi sekarang ditumpukan pada teknologi. Negara butuh entrepreneur-entrepreneur kreatif dalam jumlah banyak. Juga teknokrat yang mau memikirkan dan mampu memajukan bangsa.

Itulah rencana pembangunan ekonomi nasional di mana kita diharapkan untuk sama-sama menyokong. Dimulai dari membangun diri sendiri. Quote dari pak Hatta: Good is not good enough, why not the best?

Yuph, mari berusaha sebaik mungkin…

Bismillahirrahmanirrahiim….