Sepeda Ria ke Solo Car Free Day

Minggu pagi yang cerah. Saatnya olahraga…!!

Kebetulan minggu ini saya baru mudik ke Solo tercinta. Jadi deh cari spot olahraga favorit di Solo.

Di mana sih tempat olahraga favorit di Kota Bengawan?

Kalau Anda menyebut kata kunci “olahraga” saja, maka semua orang Solo bakal sepakat untuk menunjuk Gelora Manahan. Yuph, di kompleks khusus nan tertata itu, banyak sekali pilihan olahraga yang bisa dijalankan. Mulai dari jogging sampai marathon, dari voli pantai sampai tenis lapangan, karate sampai tinju juga ada. Olahraga jalan kayang juga boleh (ngapain juga -_-). Minggu pagi juga saat rame-ramenya Manahan dengan para insan yang ingin mengempeskan perut buncitnya (walau kebanyakan gagal gara-gara di sana banyak shelter yang menjajakan kuliner-kuliner nan uenak.. :p)

Tapi spot oke buat olahraga di Solo hari Minggu pagi bukan hanya kompleks olahraga yang pernah menggelar final Liga Indonesia itu.. Ada yang lebih lengkap!!

Tempat itu tak lain tak bukan adalah… SOLO CAR FREE DAY!!

Yuph, mulai tahun 2010 atau 2 tahun yang lalu, Pak Jokowi dengan berbagai gebrakannya menjadikan jalan paling penting di kota yakni Slamet Riyadi sebagai area bebas kendaraan bermotor. Maksudnya kendaraan bermotor ga boleh lewat situ di jam yang telah ditentukan, jam 5 sampe 9 pagi.

Miapah, ini program yang keren! Udah mengurangi polusi, mengajak warga buat bergaya hidup sehat, plus warga tumpah ruah bareng-bareng menikmati kota Solo. Area Car Free Day diset bukan hanya untuk beragam olahraga (jogging, sepedaan, senam, pingpong, voli, maen bola), tapi juga ada arena edukasi (pameran dari institusi pendidikan di kota Solo), seni budaya (musik, tari, dll), juga entertainment (band, parade, dll). Komplit!!

Karena komplitnya area Car Free Day Solo, bagi yang bener-bener niat olahraga cem jogging atau sepedaan, disarankan banget ambil waktu paling pagi. Jam 5 berangkat dari rumah lah. Seperti saya minggu ini. So, liat ni…

Masih sepiii… Jalanan besar dan lengang. Enak banget buat jogging dan sepedaan. Kalau sebelumnya saya hampir selalu pilih jogging, kali ini saya bersiap untuk sepeda ria!!

Sepeda di atas sudah menemani saya sejak kelas SD sampai lulus SMP. Jelas sangat memorable. Tapi ya namanya anak muda.. setelah boleh pake sepeda motor waktu SMA, ni sepeda ditelantarkan (jangan tiru saya! haha). Kuliah di Bandung, sepeda ini makin telantar. Tapi setelah 7 tahun, sepeda ini di-fix-in lagi oleh ayah saya. Dan saya tinggal pakai tu sepeda.. (hehe.. ampasss..)

Walaupun sekeluarga ke Car Free Day, tapi terpencar. Ibu dan Bapak memilih senam di halaman hotel Dana. Adek saya bareng temennya. Sedangkan saya… sepedaan sendirian gaaan…. (cem jomblo ya.. #eh)

Hey patung Slamet Riyadi!

Jarak Purwosari-Bundaran Gladak (area Car Free Day) cepet banget lah ditempuh dengan sepeda. Karena warga belum pada meluber, saya pun mengulang sekali lagi rutenya. 2 x PP.

Selesai 2x PP, Pegel jugak. Orang-orang juga udah pada berdatangan. Jalan jadi penuh. Jadi males. Emoh cuci mata juga (loh bukannya jomblo? #apasih).

Menyenangkan ternyata sepedaan di Solo Car Free Day… Insya Allah ngilangin buncit lah yaaa… (ngarep mode : on).

Sekian.

Sepeda, Sabuga dan Sarjana

Suatu hari di kamar kosan. Sebuah tulisan kecil membuatku bergumam.

TARGET : Tugas Akhir Selesai dan Wisuda Sarjana di Waktu yang Tepat

Kalau teman-teman jadi saya, apa yang akan teman-teman lakukan untuk mencapai target tersebut?

Yawda kan ya.. mulailah ambil tu bahan-bahan Tugas Akhir (TA), segera kerjakan apa yang mesti dikerjakan, lakukan analisis dan selesaikan draft, siap-siap sidang daaan.. well done. Selesai. Jadi sarjana dan selamat menikmati prosesi wisuda!

Hmmm…. Simpel juga ya. Kok saya ga bisa begitu kemaren ya..

Hmmm… Gitu yah..

Hmmm…

Hey, kawan. Yang benar saja!!

Langkah-langkah di atas memang step-step menyelesaikan tugas akhir dan mencapai wisuda sarjana,, tapi kalau yang terbayang hanya langkah-langkah ideal seperti itu.. percayalah! (setidaknya ini berdasar pengalaman dari saya) percayalah! Bahkan kita takkan melewati kata pertama pada kalimat itu: “mulailah”

Kenapa begituh?

Oke, ini alasan pertama. Target “Tugas Akhir Selesai”. Mau bagaimana pun prosesnya entah berat atau gampang, berapa lama waktunya, berapa puluh kali harus bimbingan, berapa ratus kali melabil, berapa ribu kali istighfar.. hasilnya sama kok: tugas akhir itu akan selesai. Entah selesai dengan gilang gemilang, selesai karena dikasihani, selesai karena dosbing sudah bosan, selesai karena sudah melewati batas administrasi akademik (guess what..). Hoho. Semua orang sudah sepakat kok kalau tidak ada yang abadi di dunia ini. Termasuk Tugas Akhir kan ya.. Nah..

Jadi, menuliskan target “Tugas Akhir Selesai” tidak akan memunculkan sense of urgency. Ga akan cukup untuk men-starter lagi tuh pengerjaan TA..

Lalu alasan kedua. Target “Wisuda Sarjana di Waktu yang Tepat”. Di waktu yang tepat itu kapan?? Setiap perguruan tinggi umumnya menyelenggarakan prosesi wisuda 3-4 kali dalam setahun. Kalau belum berhasil di salah satu periode wisuda, ya santai saja bisa mengejar untuk periode berikutnya. Toh kita bakal lulus di waktu yang tepat. Entah kalimat barusan merupakan suatu kalimat bijak atau bentuk menghibur diri. Tapi jelas ada bahaya di situ: kita jadi cenderung terbawa santai. Ya, santai. Masih ada hari esok. Masih ada banyak waktu luang.. Pada akhirnya, kembali lagi kita tidak akan memulai.

Sama juga kesimpulannya, menuliskan target “Wisuda Sarjana di Waktu yang Tepat” belum mampu menumbuhkan sense of urgency..

Sok punya target, punya step, tapi  tak pernah benar-benar memulai. Ironis..

Hmmm.. kembali saya bergumam. Jelas waktu terus berjalan. Dan jelas saat itu ada orang yang sedang menyia-nyiakannya.

Sepertinya saya kembali suntuk dalam mengerjakan TA. Annoying

Saya pun membuka-buka folder secara random. Mencari beberapa file hiburan di laptop yang mungkin dapat menghilangkan kesuntukan barang sejenak. Mungkin game, video clip atau movie..

Tapi yang saya temukan adalah foto itu. Ya, foto itu. Beruntungnya… foto itu…

Sebuah foto yang diambil selepas Lebaran 2012.

Pagi yang cerah. Bersepeda ria.

Sasana Budaya Ganesha *auditorium ITB, tempat penyambutan mahasiswa baru serta acara wisuda sarjana*

Saya, bapak, ibu. Dan kebahagiaan yang terpancar di wajah kedua orang paling kuhormati dan kusayangi di dunia.

**

Ibu..

Bapak..

Sabuga…

Sarjana…

Seketika semua itu berkelebat hebat di pikiran saya. Membuat niat awal untuk bersantai menjadi ter-disorientasi.

Tikus hitam (baca: mouse laptop) di genggaman saya elus sedemikian rupa sehingga memenuhi command zoom in. Maka senyum itu terlihat semakin jelas.

Senyum Ibu. Senyum Bapak. Dua hal yang tak ternilai di dunia ini.

Zoom in lagi. Sasana Budaya Ganesha. Tempat itu. Kenapa hari itu saya hanya bisa ke sana untuk bersantai? Oh tidak. Tempat itu bukan tempat untuk sekedar bersantai. Tempat itu adalah Logue Town, tempat awal dan akhir. Wisuda!

Bisa ke sana dengan santainya naek sepeda? Enak sekali.. Tempat itu bukan tempat untuk sekedar bersantai. Ya, saya sadar satu hal. Ke Sabuga berikutnya, simpul senyum orang tua saya bukan karena sedang santai, tapi sedang bangga. Kalaupun harus bekerja keras layaknya mengayuh sepeda melewati tanjakan Sabuga, itu akan kulakukan!

Sejenak saya merasa tertampar melihat foto itu.

Tapi setelahnya.. sense of urgency itu muncul.. datang dan terus bangkit secara eksponensial.

Harus KERJA KERAS layaknya mengayuh sepeda di tanjakan?

Harus menciptakan SENYUM ORANG TUA?

Harus sesegera mungkin meraih gelar SARJANA?

Mengapa tidak??

Saya, bapak, ibu. Dan kebahagiaan yang terpancar di wajah kedua orang paling kuhormati dan kusayangi di dunia.

**

Foto itupun terus menjadi penyemangat saya , pemerjelas target dan langkah-langkah, pendorong untuk terus berkerja keras jangan menyerah..

And finally… terima kasih banyak untuk support teman-teman juga..

Alhamdulillah..

Ibu.. Bapak.. 20 Oktober nanti kita kembali tersenyum di Sabuga 🙂