Khutbah Ramadhan Salman: Beribadah untuk Rahmat Allah

Kembali ke kesejukan Salman.. Subhanallah.. Sungguh saya tak bisa bayangkan bagaimana jadinya menghadapi pressure test TA dan Ramadhan tanpa adanya masjid kampus yang satu ini. Aura cahaya nan menentramkan membuat hati yang gundah gulana menjadi balanced lagi..

Malam tarawih 11 Ramadhan 1433 H kemarin, kebetulan sekali khotib tarawihnya ustadz Aam Amiruddin. Pembina Yayasan Percikan Iman yang juga banyak mengisi acara dakwah di TV swasta ini selalu menyajikan materi dan penyampaian yang sangat menarik. Betah lah kalo beliau membawakan khutbah. Mantap! (oya, saya sempat menulis juga khutbah beliau di Salman Ramadhan tahun lalu, cek di sini)

**

Khutbah tarawih kali ini dibuka dengan bunyi hadits berikut:

Rasulullah SAW pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”  Jawab Rasulullah SAW, “Amal sholeh saya pun tidak cukup”.

Dalam bahasa Arab, kata tidak yang dipakai di hadits ini adalah “lan” bukan “lam”. Apa bedanya “lan” dan “lam”? Seperti dikemukakan pak Aam.. “lam” itu berarti tidak akan tapi sifatnya sementara. Sedangkan “lan” artinya tidak akan untuk selamanya. Dengan kata lain hadits itu memaparkan bahwa Amal sholeh kita TIDAK AKAN PERNAH membuat kita masuk surga..

Menarik bukan?

Lalu buat apa donk ya kita memenuhi perintah agama untuk berbuat baik? Berarti salah nih kalau beramal sholeh? Bakal sia-sia juga kan?

Eits, tunggu dulu. Mari kita simak lanjutan hadits di atas

Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.

See? Hanya Rahmat dan kebaikan Allah SWT saja lah yang bisa membuat kita masuk surga.Amal sholeh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Misal nih misal, surga dan neraka itu ternyata tidak ada, orang yang beribadah hanya karena mengharap hadiah surga atau terhindar dari neraka pasti akan berhenti beribadah. Misal juga nih misal, bidadari surga itu juga tak ada, pada males-malesan juga donk ibadahnya. Beda halnya kalo niat kita semata karena mengharap ridho Allah.. Mau apapun nantinya yang diberikan oleh Allah SWT, kita akan terus beribadah. Syukur dan terima kasih karena kita memang cinta kepada-Nya..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk mengharap surga? Boleh koq..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk menghindari neraka? Boleh juga..

Jadi, ga boleh nih ibadah untuk mendapatkan banyak rezeki dunia? Ini juga boleh..

Tapi, itu tadi sangat basic. Paradigma tersebut mesti diupgrade jadi expert.. yang tak lain tak bukan niatnya mesti tulus mengharap ridho Allah. BERIBADAH KARENA MENGHARAP RAHMAT ALLAH. Apalagi di bulan Ramadhan ini, bulan menuju ketaqwaan. Yang punya target ibadah sunnah, shodaqoh, khatam mengaji, dll mari kita mulai sama-sama niatkan untuk diridhoi Allah SWT, bukan sekedar kejar setoran.

Nah, gimana sih agar kita bisa mendapatkan Rahmat Allah?

1. Jangan Lelah Melakukan yang Terbaik

Seringkali dalam menjalani hidup, kita merasa sudah mengerahkan segenap kemampuan tapi tetap saja hasil tak sesuai yang kita harapkan. Tapi itu bukan alasan untuk mundur beribadah. Wilayah/zona kita adalah Ikhtiar (memaksimalkan usaha), sedangkan Hasil itu sepenuhnya adalah Wilayah milik Allah SWT.  Kita acap terlambat menyadari saja kalau nikmat yang diberikan Allah sudah sedemikian banyak. Pokoknya, jangan lelah melakukan semua pekerjaan sebaik mungkin! 🙂

2. Bingkai Hidup dengan Kekuatan Doa

Dalam QS Al-Mulk ayat 1 tertulis bahwa melimpahnya keberkahan dari sisi Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kita percaya bahwa kita hanya seorang hamba yang tiada punya daya dan kekuatan selain dari-Nya.. Kita percaya bahwa Allah Maha Kuasa, Maha Pemurah, Maha Pemberi.. karena itu sudah semestinya setiap waktu dalam hidup dibingkai dengan doa-doa pada-Nya

3. Yakini bahwa Hidup hanya Sementara

Dunia ini fana. Apalagi umur kita. Sangat terbatas. Umur biologis memang sudah ditentukan Allah SWT, tapi ada umur yang lebih penting, umur yang harus kita perjuangkan. Tak lain adalah umur amal sholeh. Kita bisa saja berumur biologis 70 tahun, tapi umur amal sholeh hanya 6 bulan (baru taubat di usia 69,5 tahun). Tentu kita akan meninggalkan dunia dalam keadaan rugi. Semestinya lah kita berusaha seawal mungkin konsisten beramal sholeh, membuat prestasi sehingga meninggalkan dunia dengan cerita bagus berupa amal-amal terbaik..

**

demikian khutbah malam ini. Khotib kembali berpesan untuk mengubah paradigma beribadah kita, paradigma beramal kita.. semuanya mesti semata diniatkan untuk mengharap ridho Allah.. mendapatkan rahmat Allah.. Amiin..

Bismillahirrahmanirrahiim..

Tarawih 24- Masjid Salman ITB

Malam 24 Ramadhan… Kembali sholat tarawih di Masjid Salman. Sedihnya, kemungkinan besar ini adalah malam terakhir saya bertarawih dan tilawah di Salman untuk Ramadhan tahun ini (hikz..). Semoga masih diberi banyak kesempatan Nyalman di Ramadhan tahun-tahun berikutnya, dengan “the better of me” tentunya (amiin..aminn..amiin). Kabar baiknya, saya sadar bahwa besok sudah pulang kampung (yuhu..), bisa beribadah lagi dengan Bunda, Bapak dan Adik tercinta..

Khutbah malam ini dibawakan oleh Pak Asep Zaenal Ausop, ustad yang kebetulan saya pernah jadi mahasiswa beliau di mata kuliah Agama dan Etika Islam. Selalu asyik kalau beliau membawakan ceramah, tak terkecuali hari ini. Nice.

**

Dalam khutbah tarawih malam hari ini, khotib menyampaikan mengenai nikmat-nikmat lain dari shaum, yang secara terselip sangat bermanfaat bagi diri walau mungkin kita sendiri jarang menyadarinya. Nikmat lain apa sajakah itu? Langsung saja…

Pertama, shaum Ramadhan ini menjadikan kita lebih dekat dengan makanan Halalan Thoyiban.  Makanan yang halal dan sehat. Jadi kalau selama ini semua jenis makanan, baik halal maupun haram, menyehatkan atau bikin sakit, beredar dengan bebasnya. Saat Ramadhan, makanan yang dijajakan secara tak langsung berstatus halal dan thoyib. Seakan ada kontrol tersendiri terhadap makanan yang beredar. Kurma yang penuh khasiat itu juga bisa kita dapat dengan mudah. Oke nih, banyak makanan halalan thoyiban. Tapi, kalau kita ga punya kontrol dalam makan (misal selepas buka, langsung aja sikat banyak makanan) yah jadi ga thoyib juga… Hmm…

Kedua, saat shaum ini berlangsung proses detoksinasi tubuh dan jiwa kita. Apa itu detoksinasi? Yuph, pembersihan racun. Baik langsung yang secara ilmiah berada dalam tubuh hilang, juga melenyapkan penyakit-penyakit hati (hasad, dengki, iri hati, kikir, dll). Jadi shaum sebenarnya juga bagian “gaya hidup sehat”. Tapi bener nih kita sudah berusaha melenyapkan racun tubuh dan jiwa? Kalau  tiap hari masih memberi racun tubuh (makan tanpa kontrol selepas buka) dan penyakit hati (masih sering emosi dan mengumpat misalnya), proses detoksifikasinya bakal lancar ga tuh? Ehem…

Ketiga, shaum menciptakan kebiasaan (habit) yang baik bagi kita. Dengan shaum, kita dilatih untuk menahan emosi, berdisiplin, semangat berbagi, dan hal baik lainnya. Konon, habit baru akan terbentuk dengan melakukan kegiatan yang sama selama minimal 3 minggu. Nah, shaum Ramadhan kan 1 bulan. Kalau kita merasa belum terbentuk habit baiknya, masih ada evaluasi tambahan dengan puasa 6 hari Syawal. Siap dengan habit yang baik? Insya Allah siap tentunya ya.. 😀

Keempat, ada malam lailatul qadr di 10 hari terakhir Ramadhan. Di malam yang lebih dari 1000 bulan ini, jutaan malaikat turun ke bumi. Pintu cahaya Allah SWT terbuka selebar-lebarnya. Malam itu juga merupakan malam taqdir, mungkin saja kita terbimbing jadi jauh lebih baik atau malah sebaliknya karena terbiasa tak memanfaatkan kesempatan. Dengan i’tikaf dan meningkatkan amalan, harapannya taqdir kita jadi lebih dan lebih baik.

Itulah kenikmatan-kenikmatan lain dari ibadah shaum nan luar biasa. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan manfaat.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 23- Masjid Darul Hikam Dago

Malam 23 Ramadhan… Agenda tarling malam ini ke masjid Darul Hikam yang ada di jalan Ir.Juanda (atau lebih populer dengan jalan Dago). Bisa dibilang masjid megah ini merupakan satu-satunya masjid di pinggir jalan Dago nan termasyhur. Walaupun terletak di jalan Dago, tapi kebisingan kendaraan dari luar masjid tidak begitu terasa. Insya Allah masih bisa sholat dan mendengarkan khutbah dengan nyaman.

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, khotib mengingatkan akan waktu yang terus bergulir meninggalkan kita. Bahwa belum tentu di esok hari kita masih menghirup udara. Mungkin saja ini Ramadhan terakhir bagi kita. Dan apakah kita sudah siap jika benar-benar kehilangan waktu kita di dunia?

Karena itu, di hari-hari akhir Ramadhan ini, marilah kita senantiasa menyempurnakan shaum. Selain dari kuantitas amalan (ibadah, dzikir, tadarus,dll), juga dari sisi niat. Apakah shaum kita sampai lebih dari 20 hari ini didorong oleh kebutuhan dan pengetahuan, bukan saja karena ikut-ikutan, bukan saja karena rutinitas.

Di 10 hari terakhir, akan menjadi orang yang rugi apabila kita tidak mendapat maghfiroh dari Allah SWT. Tentulah kita berharap masuk dalam golongan orang yang beruntung dengan ampunan Allah SWT. Karena itu, mari berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirat), bergegas sesegera mungkin sebelum ajal menjemput kita. Seperti disebutkan dalam QS Ali-Imron: 133 berikut

Semoga kita bisa terus meningkatkan amalan kita di 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini, dan akhirnya mencapai target: mendapat maghfiroh dari Allah dan derajat ketaqwaan.

Bismillahirrahmanirrahiim…

Tarawih 19- Masjid Salman ITB

Malam 19 Ramadhan.. Agenda tarawih keliling kembali ke Masjid Salman. Tak terasa sudah 3/5 Ramadhan 1432 H ini terlewati. Makin terasa bahwa masih banyak amalan yang mesti dikejar dan ditingkatkan.

Khotib tarawih malam ini adalah Bapak Ir.H. Akhmasj Rahman. Beliau salah satu pembina masjid Salman ITB

**

Dalam khutbah tarawih malam ini, khotib memberikan materi yang sedikit banyak juga merupakan renungan. Renungan ini menghadirkan pertanyaan berikut: Apa penyebab perbaikan diri kita seperti belum tampak? Mengapa ibadah yang sudah bertahun-tahun kita kerjakan seakan belum memberi dampak?

Perbaikan merupakan harga yang mahal. Kebanyakan mesti melalui proses yang panjang. Banyak pula yang merasa sudah berada dalam jalur perbaikan, tapi nyatanya masih saja terpuruk. Sebagaimana kondisi bangsa kita saat ini, Kondisi yang terpuruk. karakter yang terpuruk. Mental yang terpuruk.

Kalau ada satu jawaban mengapa bangsa kita, atau sebenarnya tidak usah jauh-jauh, diri sendiri saja sedemikian terpuruk. Jawabnya adalah kita KEHILANGAN sentuhan ibadah. Ibadah hanya seperti rutinitas saja. Sehingga hasilnya pun seperti berlalu begitu saja. Tanpa makna dan tanpa perbaikan. Padahal indikasi paling mudah atau tegas bahwa telah terjadi perbaikan diri kita adalah Allah SWT mengganti keburukan dengan kebaikan-kebaikan.

Untuk mendapatkan sentuhan ibadah maka ada 4 hal diterimanya ibadah sebagai berikut:

Pertama, ibadah yang kita lakukan mesti disertai rasa tunduk patuh, berserah diri kepada Allah SWT.

Kedua, ibadah ini semestinya memberikan pencerahan kepada diri kita. karena itu, kita semestinya tau esensi dari ibadah

Ketiga, ibadah membawa kita dari kegelapan (keburukan-keburukan) kepada cahaya yang terang benderang

Keempat, ibadah membawa kita pada pembebasan belengu-belenggu duniawi.

Apakah ibadah yang sudah kita lakukan selama ini, selama bertahun-tahun, telah memberikan empat kriteria di atas?

Ini yang mesti kita renungkan. Dan kita perbaiki tentunya. Karena tanpa sentuhan ibadah maka kita tak lebih dari manusia yang lalai. Sedang balasan untuk manusia yang lalai adalah neraka Jahannam (QS Al-A’raaf: 179)

Naudzubillahi min dzalik.

Semoga kita bukanlah termasuk orang-orang lalai. Maka dari itu mari kita lakukan langkah perbaikan, dengan sentuhan ibadah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 18- Masjid Mungsolkanas

Malam 18 Ramadhan.. Kali ini “wisata religi” berlanjut ke Masjid Mungsolkanas. Terpikir untuk sholat di sini karena melihat selebaran di Salman mengenai paket wisata ruhani napak tilas 3 masjid saksi bisu perkembangan Islam di Bandung: Masjid Mungsolkanas, Masjid Cipaganti, dan Masjid Agung Bandung. Dua masjid yang disebut terakhir telah saya kunjungi (ada di tulisan tarawih 2 dan tarawih 11). Nah, masjid yang disebut pertama ini yang masih membuat penasaran.

Hunting info mengenai Masjid Mursolkanas pun dilakukan. Ternyata eh ternyata, masjid ini merupakan masjid tertua di kota Bandung! Konon, masjid ini telah berdiri sejak 1869, walaupun tidak ada literatur resmi yang membahas masjid ini. Walau banyak diakui sebagai salah satu masjid tertua tapi masjid ini tidak masuk dalam bangunan cagar budaya kota Bandung. Tapi satu hal unik nan menarik bagi saya adalah nama masjid itu. Mungsolkanas, artinya apa ya? Dan saat tahu infonya, owalah ternyata singkatan toh: “Mangga urang ngaos sholawat ka Kanjeng Nabi SAW” (mari kita bersholawat pada Rasulullah SAW). Wew,,,,ada aja… dan alasan itulah yang membuat tetap tertarik untuk berkunjung.

Nah, untuk mencari letak masjid ini ternyata tidak cukup mudah. Walau beralamat di jalan Cihampelas, salah satu jalan paling masyhur di kota Bandung, tapi keberadaannya yang masuk gang (Gg.Mama Winata) dan tidak dilengkapi plang penunjuk yang memadai, membuat saya sempat bingung juga. Jalan Cihampelas yang hanya “selemparan batu” dari kampus saya susuri dengan sepeda motor untuk mencari letak plang penunjuk keberadaan masjid ini. Perlu 2 kali lewat sebelum menemukan plang itu.. hmm.. ternyata selisih 10 meter sebelah utara dari STBA Bandung atau seberang RS Advent (perlu diketahui bahwa bablas sedikit saja di Cihampelas nan ramai dan searah itu, berarti Anda harus mengulangi dari awal lagi untuk menyusuri). 😀

Setelah mengetahui letak masjid tersebut, saya menyadari bahwa masjid ini tak terlampau jauh untuk dicapai dengan berjalan kaki dari kosan. Well, malamnya saat berangkat tarawih di masjid ini, cukup berjalan menyusuri Gang Taman Hewan dan belakang Cihampelas Walk untuk mencapai lokasinya.

**

Sampai di masjid menjelang adzan Isya, saya mencoba mencari hal klasik apa yang masih ada di masjid berpredikat tertua ini. Masjid mungil yang mungkin punya ornamen dengan nilai sejarah yang spesial. Sayangnya hal itu tidak saya jumpai, atau lebih tepatnya tidak saya temukan. Dari luar, masjid kecil ini terlihat seperti masjid pada umumnya. Sedangkan interior dalam, wah sudah jadi modern semua. Lantai kayu, mimbar marmer. Tidak ada unsur klasik yang saya temukan. Yah, mungkin memang saya dan teman saya (kami ke sana berdua) saja yang tidak menemukan..

Lanjut untuk sholat Isya dan tarawih. Hmm.. ada yang menarik saat tarawih malam ini,, bacaan imamnya.. wow,, ekspres banget. Terutama waktu tarawih. Entah mengejar segera mau tirakatan dirgahayu kemerdekaan Indonesia, tuntutan menyelesaikan 23 rekaat dengan cepat atau bagaimana,, yang jelas, bacaan jadi terdengar diseret (jadi kurang nyaman dengarnya) dan durasi tahiyat akhir bahkan sudah selesai saat belum sampai mengucap syahadatain. Menarik dalam sisi yang negatif kalau ini mah. Ditambah lagi, dengan alasan yang juga tidak saya tahu, tidak ada khutbah tarawih malam ini. Jadi, saya tidak bisa menyampaikan isi khutbah. Mungkin saya jadi berhutang 1 post sebagai pengganti khutbah tarawih malam ini… Hmm…

Masjid tertua.. Masjid tertua..

===

sumber info terkait: http://www.pikiran-rakyat.com/node/96502

Tarawih 17- Masjid Salman ITB

Malam 17 Ramadhan… Malam 17 Agustus.. Saatnya tirakatan Nyalman lagi. Selepas aktivitas kampus yang cukup padat sampai Maghrib di hari Selasa, waktunya refresh hati dan pikiran dengan ibadah di Masjid Salman.

Khutbah pada malam hari ini dibawakan oleh Dr.Yazid Bindar, wakil dekan bidang sumber daya FTI (Fakultas Teknologi Industri) ITB. Di sini baru saya tahu kalau selain beberapa pembina Salman menjadi Dekan ITB, wakil-wakil Dekan pun banyak diisi “orang Salman”. Subhanallah. Semoga dengan begitu, kampus Ganesha ini kian bergerak menuju kampus madani.

**

Khutbah tarawih malam ini membahas mengenai rezeki. Allah yang menciptakan seluruh makhluk hidup. Allah pula yang memberinya rezeki. Allah mengatur rezeki sesuai kehendak-Nya. Bagi manusia, rezeki ini akan diberikan sesuai kadar usaha masing-masing

Terkait rezeki, ada 4 bagian yang bisa kita kejar:

Pertama, infrastruktur rezeki sudah ditetapkan Allah untuk manusia.

Kedua, bagaimana kita berikhtiar untuk memperoleh rezeki.

Ketiga, bagaimana kita melakukan pengelolaan terhadap rezeki.

Dan keempat, bagaimana kita menggunakan rezeki dengan penuh tanggung jawab serta menyadari bahwa terdapat hak/bagian orang lain dalam rezeki yang kita peroleh.

Keempat bagian di atas hanya kita sendiri yang bisa merenungi capaian masing-masing. Sudahkah berikhtiar dengan maksimal? Sudahkah mengelola rezeki dengan baik? sudahkah kita membagi rezeki untuk orang lain?

Di bulan Ramadhan ini, hendaknya kita bisa menyadari betapa besar rezeki, betapa besar nikmat yang diberikan Allah SWT. Dan mestinya kita terus bersyukur dan bersyukur. Cara bersyukur tentu tak hanya sekedar ucapan, tapi dengan menggunakan rezeki sebaik mungkin dalam balutan ketaqwaan dan mengharap ridho Allah SWT.

Semoga kita termasuk orang yang bersyukur dan senantiasa bisa memanfaatkan rezeki di jalan Allah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 16- Masjid Al-Irsyad Padalarang

Malam 16 Ramadhan.. Kali ini meniatkan tarawih dengan menempuh jarak yang cukup ekstrem dari kosan, lebih dari 10 km. Ide untuk sholat tarawih di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan, Padalarang, ini tercetus saat saya berkunjung ke Puspa Iptek The Biggest Sundial (baca di sini). Selepas berkunjung di tempat peragaan iptek di kompleks elite itu, saya berkesempatan sholat Ashar di masjid sekitar sana. Ternyata masjidnya sangat nyaman dan benar-benar membuat rindu ke sana lagi. Dan sesaat setelah itu langsung tercetus, waktu Ramadhan harus sempat sholat di masjid ini, walau hanya sekali. Jarak jauh tak jadi kendala.

Apa yang istimewa dari Masjid rancangan arsitek kenamaan Indonesia, Ridwan Kamil ini? Lihat dulu tampak luarnya. Seperti miniatur Masjidil Haram (Ka’bah), dengan dinding yang detailnya dibentuk kaligrafi syahadat. Pada saat azan maghrib menggema sampai malam hari, cahaya yang terang dari dalam masjid akan memancar keluar. Ini seolah sebagai ajakan memanggil umat untuk beribadah. Cukup sampai situ? Tentu tidak. Konsepnya yang memadukan dengan balutan alam menciptakan rasa tentram tersendiri. Dinding depan (menghadap kiblat) dibuat terbuka menghadap langsung ke alam, terdapat kolam di depan shof pertama yang menyejukkan, kaligrafi Allah yang bercahaya di tengah kolam, serta dinding-dinding masjid berventilasi sempurna. Belum lagi karpet yang nyaman dan tutup lampu bertatah Asmaul Husna. Luar biasa. Tak salah kita masjid ini memegang predikat 1 dari 5 bangunan terbaik (Building of the Year) 2010.

Subhanallah. Alhamdulillah. Laa ilaaha illallah. Selain kenyamanan dari tempat ibadah, Khutbah tarawih malam ini oleh khotib Ustad Fajar juga sangat menarik. Disampaikan dengan penuh senyum, mungkin ustad yang paling renyah senyumnya selama khutbah tarawih Ramadhan ini, dengan materi yang bagus. Benar-benar menentramkan bisa beribadah di masjid ini.

**

Dalam khutbah malam ini, khotib menjelaskan mengenai hadits Qudsi berikut:

dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.’

(Hadits Riwayat Bukhori Muslim)

Dari hadits Qudsi itu, tersurat salah satu keistimewaan shaum, yakni langsung untuk Allah SWT. Tapi bukankah semua ibadah juga untuk Allah SWT? Ya, tapi jika dalam ibadah lain disebut balasannya 10 sampai 700 kali lipat besarnya, shaum ditentukan langsung oleh Allah SWT. Bisa sangat banyak tanpa ditentukan ukurannya. Dan kalimat dalam hadits Qudsi di atas merupakan bahasa cinta Allah..

Bahasa cinta bagaimana?

Coba kita renungkan lagi, kalau kita semua umat muslim shaum, Allah untung atau rugi? Lalu jika seluruh manusia di dunia ini juga shaum, maka apakah Allah juga untung, atau rugi? Tidak sama sekali. Shaum untuk-Nya itu adalah bahasa cinta Allah, bahwa Allah membuka selebarnya pintu rezeki dan ampunan sebagai cinta-Nya kepada manusia.

Oke, mari ditinjau dari keberadaan manusia. Manusia itu lebih mulia dibanding makhluk Allah yang lain, apa karena diciptakan dari saripati tanah atau karena dihembuskan ruh di dalam raganya?

Kalau manusia mulia karena diciptakan dari tanah, tentu malaikat tidak sampai “interupsi”. Malaikat pernah protes kepada Allah secara halus mengenai alasan manusia menjadi khalifah, padahal makhluk dari tanah itu senang membuat kerusakan. Tapi Allah SWT menjelaskan mengenai keberadaan ruh pada manusia.  Sedangkan iblis, yang sampai akhir tidak mau tunduk dan akhirnya dilaknat Allah, karena merasa api itu lebih unggul dari tanah. Jadi apa yang membuat manusia mulia? RUH. Bukan karena dari tanah.

Lalu, kenapa kita, manusia, yang katanya mulia itu, masih saja terlarut menyibukkan diri dengan “tanah”?

Kita mengejar materi, itu kan hubungannya dengan tanah. Kita ingin punya kekuasaan, hubungan dengan tanah juga. Kita ingin makan yang enak-enak, hubungan dengan tanah juga. Kita mau punya pekerjaan, mau kaya, dan terus saja hanya mengejar hal-hal berbau saripati tanah. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan ruhiyah diabaikan. Merasa mulia?

Oya, ada yang bagus.., ini ni..

Mau kaya? Mau. Pasti. Nah, sebenarnya jadi kaya itu peluang atau kepastian sih? Benar, peluang.

Mau mati? Pasti enggak. Nah sebenarnya mati itu peluang atau kepastian sih? Kepastian..!

Nah,, aneh kan.. bersibuk-sibuk dengan peluang (yang belum tentu dapat) tapi lupa dengan yang sudah pasti. Katanya suka yang pasti-pasti aja…

Inilah pelajaran bagi kita di bulan Ramadhan, bulan yang diberikan sebagai wujud cinta Allah pada manusia, untuk menyadarkan dan meningkatkan akan amalan ruhiyah. Jangan dianggap Ramadhan itu sekedar musim (kaya musim rambutan, musim durian aja), hanya sekedar rutinitas tahunan. Di bulan Ramadhan inilah, kita mestinya sadar dari mana asal kita, dan sebenarnya apa yang membuat kita mulia. Jangan hanya terpikir menahan lapar, menahan haus, melulu sibuk dengan memikirkan urusan tanah. Ramadhan itu bulan ruhiyah, bukan bulan tanah

Mari mengambil hikmah. Mari kita renungkan. Mari menjadi lebih baik.

Bismillah..

Tarawih 15- Masjid PUSDAI Bandung

Malam 15 Ramadhan.. Kali ini sholat di Masjid PUSDAI (Pusat Dakwah Islam) Bandung, yang berada di jalan Diponegoro, tak jauh dari Gedung Sate dan Lapangan Gasibu Bandung.  Masjid PUSDAI ini punya tampilan eksterior dan interior yang indah megah, membuatnya sangat sering menjadi tempat kajian, seminar, bahkan nikahan. Di bawah naungan Pemprov Jawa Barat, masjid ini ditujukan untuk pusat pengembangan syiar Islam di Jawa Barat.

   

**

Dalam khutbah malam ini, khotib bercerita di zaman Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah sedang dalam majelis, lalu ada seseorang yang lewat. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat, “Menurut pandangan kalian bagaimana orang itu?”

Kemudian para sahabat pun berkata,” Ya Rasul, dia pasti orang yang terpandang, kaya, kalau bicara pasti semuanya akan mendengarkan, dan kalau melamar pasti akan diterima”

Sejenak kemudian lewatlah seorang yang lain. Rasulullah SAW melemparkan pertanyaan yang sama, “Menurut pandangan kalian bagaimana orang itu?”

Kali ini para sahabat menjawab,”Ya Rasul, dia itu pasti bukan orang terpandang, kalau bicara layak untuk tidak didengarkan, dan kalau melamar layaklah untuk ditolak.”

Ternyata, pada saat itu Rasulullah SAW sedang mengecek pandangan parameter para sahabat tentang kemuliaan seseorang. Lalu beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang kedua lewat tadi, yang menurut kalian bukan orang terpandang dan layak ditolak, di mata Allah SWT ia jauh lebih baik dibanding orang yang pertama lewat. Bahkan seperti Gunung Uhud bedanya”

**

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah memberi perhatiannya kepada lelaki remaja yang biasa jadi tukang bersih-bersih masjid. Suatu hari Rasul tidak menjumpai remaja itu. Beliau pun bertanya pada para sahabat mengenai keberadaan sang remaja. Sahabat menjawab dengan enteng, “Oh, remaja itu sudah meninggal, Ya Rasul.” Rasulullah pun menegur para sahabat yang terlalu enteng menjawab hanya karena remaja itu tukang bersih-bersih. Rasulullah SAW lalu meminta sahabat untuk menunjukkan kuburan remaja itu dan mendoakannya.

Dari 2 cerita di atas, kita bisa lihat upaya Rasulullah untuk mengecek dan membenarkan parameter kemuliaan manusia. Bukanlah dari tampilan luar atau pekerjaannya. parameter kemuliaan manusia adalah satu: TAQWA. Sebagaimana potongan ayat QS Al-Hujurat : 13

…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa…

Semoga dalam Shaum Ramadhan ini, kita bisa terus mengupayakan untuk mencapai target, yang tak lain juga adalah ketaqwaan..

Bismillahirrahmanirrahiim…

 

Tarawih 14- Masjid Salman ITB

Malam 14 Ramadhan.. Agenda hari ini di Masjid Salman (lagi). Karena 20 menit sebelum waktu Isya masih di Cimahi, sempat terpikir untuk sholat di Masjid Agung Cimahi, tapi ternyata masih ada waktu untuk mengejar tarawih di Salman. Kemacetan di Cimindi dan Pasteur tak jadi halangan. Yang penting bisa “Nyalman” 🙂

Khutbah tarawih malam ini dibawakan oleh Prof.Dr.Ir.Abdulhakim Alim. Beliau dari Majelis Guru Besar ITB. Menarik..

**

Dalam khutbah tarawih ini, khotib memaparkan mengenai 3 kesimpulan dalam kehidupan sekarang. Kesimpulan apa saja itu?

Pertama, bahwa peradaban sekarang lebih mementingkan kehidupan duniawi.

Kedua, ketaatan kepada Allah SWT dianggap sebagai beban.

Ketiga, banyak yang terlarut dalam pengejaran capaian duniawi.

Tiga kesimpulan yang tidak bagus untuk lingkungan hamba Allah, di mana diciptakan tak lain untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu kita dihadapkan pada tiga tuntutan:

1. Bagaimana agar dunia digenggam, tetapi tidak mengendalikan kita

2. Bagaimana mendapat kekuasaan di dunia, tetapi digunakan untuk membela kebenaran

3. Bagaimana agar ibadah kita menjadi kekuatan dalam perilaku

Untuk menghadapi tuntutan tersebut, mari kita simak hadits berikut:

Dari Umar r.a. beliau berkata : Suatu hari ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lutut Rasulullah SAW seraya berkata:

“Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka bersabdalah Rasulullah SAW : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“,

Kemudian dia berkata: “anda benar”.

Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk

lalu dia berkata: “anda benar”.

Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Beliau pun bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .

kembali dia bertanya: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”.

Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya”, beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.

Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian”.

(Hadits Riwayat Muslim)

Dari hadits di atas, dijelaskan mengenai Islam, Iman dan Ihsan. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, dan membawa ketiganya dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kunci menghadapi 3 tuntutan di atas.

Dan tak ada alasan bagi kita untuk ingkar kepada Allah SWT. Bukankah kita dulu pernah berjanji untuk senantiasa beribadah kepada-Nya? Tidak perlu menyalahkan orang tua, orang lain, atau lingkungan yang mungkin kita rasa “menjauhkan” dari Allah SWT, melenakan dalam kehidupan dunia. Semuanya kembali pada diri sendiri, bagaimana membawa Islam, Iman, Ihsan.

Semoga kita bisa senantiasa menjaga Islam, Iman, Ihsan kita dalam kehidupan dunia ini. Bismillahirrahmanirrahiim

Tarawih 13- Masjid Al-Ukhuwwah Wastukencana

Malam 13 Ramadhan.. Untuk kedua kalinya dalam Ramadhan ini sholat tarawih di masjid agungnya Kota Bandung, yakni masjid Al-Ukhuwwah. Oya, khutbah di masjid berarsitektur indah ini biasanya 40% bahasa Indonesia dan 60% bahasa Sunda. Walaupun saya nyaris tidak bisa sama sekali berbahasa Sunda (padahal sudah 3 tahun di Bandung), tapi secara pasif masih bisa menangkap isi khutbah Sundanya. Kalau dalam kalimat yang panjang sekalian, bahasa yang “asing” pun lebih mudah dicerna ternyata. Anyway, asyik juga lho mendengarkan khutbah campur Indonesia-Sunda 😀

**

Dalam khutbah kali ini, khotib menyampaikan salah satu sabda Rasulullah yang berbunyi:

Kalaulah seandainya umatku tahu keutamaan bulan Ramadhan, tentu mereka akan meminta supaya satu tahun, semuanya dijadikan Ramadhan (HR Ibnu Mazah)

Kutipan hadits di atas menyebutkan mengenai begitu istimewanya bulan Ramadhan. Bulan yang penuh keistimewaan yang sangat sayang untuk dilewatkan tanpa menjalankan amal ibadah sebanyak mungkin. Karena dalam Ramadhan ini, ada “obral pahala”, kenikmatan dan ganjaran atas ibadah kita akan dilipatgandakan.

Mengingat keutamaan bulan Ramadhan tersebut, semestinyalah kita punya targetan dalam beribadah. Untuk merancang target, kita perlu tahu tujuan Allah SWT memerintahkan kita menjalankan ibadah tersebut.

Sholat, sesuai QS Al-Ankabut ayat 45, bertujuan untuk menjauhkan dari perbuatan keji dan mungkar

Zakat, sesuai QS At-taubah:103,  untuk membersihkan harta dari segala noda keserakahan

Sedangkan SHAUM, maka sebagaimana sering kita dengar selama Ramadhan ini, QS Al-Baqoroh: 183, bertujuan untuk mencapai derajat takwa

Jadi, untuk bahasan utama shaum di bulan Ramadhan ini, target kita jelas: MENCAPAI KETAQWAAN.

Lalu, apa saja sih ciri-ciri Taqwa? Khotib menjelaskan dalam khutbahnya sebagai berikut:

Ciri pertama adalah Tawadhu’. Sifat ini mengandung makna selalu merasa bersalah di depan Allah, merasa amalan yang sudah diperbuat masih kecil, tidak ingin diistimewakan, sehingga selalu meningkatkan usaha atau amalan kepada Allah SWT dan bersegera menggapai ampunan Allah SWT.

Ciri kedua adalah Qonaah. Sifat ini mengandung makna menerima apa adanya. Merasa ikhlas dengan kondisi yang dialami, tapi tidak berhenti hanya sampai situ saja. Sikap qonaah menuntut kita untuk selalu bermuhasabah, introspeksi, seberapakah kemampuan dirinya, sehingga ia hidup secara WAJAR dan tak melampaui batas.

Ciri ketiga adalah Waro’. Sifat ini mengandung makna berhati-hati. Berhati-hati terhadap sesuatu yang jelek akibatnya, sehingga selalu berusaha mengetahui dan memperdalam ilmu (dalam hal ini menyandarkan pada syariat Islam), serta senantiasa memohon perlindungan pada Sang Pemilik Segala Daya dan Kekuataan, Allah SWT.

Demikianlah semoga kita semua bisa mengambil hikmah. Semoga kita bisa meningkatkan ibadah kita di bulan suci Ramadhan ini dan menggapai ciri dan derajat Taqwa.

Bismillahirrahmanirrahiim…